KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA
(Burgerlijk Wetboek voor Indonesie)
BUKU KESATU ORANG
BAB I
MENIKMATI DAN KEHILANGAN HAK
KEWARGAAN
(Berlaku
Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa,dan Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal
1
Menikmati
hak-hak kewargaan tidak tergantung pada hak-hak kenegaraan.
Pasal
2
Anak
yang ada dalam kandungan seorang perempuan dianggap telah lahir, setiap kali kepentingan
sianak menghendakinya. Bila telah mati sewaktu dilahirkan, dia dianggap tidak pernah
ada.
Pasal
3
Tiada
suatu hukuman pun yang mengakibatkan kematian perdata, atau hilangnya segala
hak-hak kewargaan.
BAB II
AKTA-AKTA CATATAN SIPIL
(Tidak
Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, dan Bagi Golongan Tionghoa)
BAGIAN
1
Daftar
Catatan Sipil Pada Umumnya
Pasal
4
Tanpa
mengurangi ketentuan dalam Pasal 10 Ketentuan-ketentuan Umum Perundang-undangan
di Indonesia, maka bagi golongan Eropa di seluruh Indonesia ada daftar
kelahiran, daftar lapor kawin, daftar izin kawin, daftar perkawinan dan
perceraian, dan daftar kematian. Pegawai yang ditugaskan menyelenggarakan
daftar-daftar tersebut, dinamakan Pegawai Catatan Sipil.
Pasal
5
Presiden,
setelah mendengar Mahkamah Agung menentukan dengan peraturan tersendiri, tempat
dan cara menyelenggarakan daftar-daftar tersebut, demikian pula cara menyusun
akta-akta dan syarat-syarat yang harus diperhatikan. Dalam peraturan itu harus
dicantumkan juga hukuman-hukuman terhadap pelanggaran-pelanggaran oleh Pegawai
Catatan Sipil, sejauh hal itu belum atau tidak akan diatur dengan ketentuan undang-undang
hukum pidana.
BAGIAN
2
Nama,
Perubahan Nama, dan Perubahan Nama Depan
Pasal
5a
Anak
sah, dan juga anak tidak sah namun yang diakui oleh bapaknya, memakai nama keturunan
bapaknya.
Pasal
5b
Anak-anak
tidak sah yang tidak diakui oleh bapaknya,memakai nama keturunan ibunya.
Pasal
6
Tak
seorang pun diperbolehkan mengganti nama keturunannya, atau menambahkan nama
lain
pada
namanya tanpa izin Presiden. Barang siapa nama tidak dikenal keturunan atau
nama depannya, diperbolehkan mengambil suatu nama keturunan atau nama depan,
asalkan dengan izin Presiden.
Pasal
7
Permohonan
izin untuk itu tidak dapat dikabulkan sebelum habis jangka waktu empat bulan, terhitung
mulai hari pemberitaan permohonan itu dalam Berita Negara.
Pasal
8
Selama
jangka waktu tersebut dalam pasal yang lalu,pihak-pihak yang berkepentingan
diperbolehkan
mengemukakan kepada Presiden, dengan surat permohonan, dasar-dasar yang
mereka
anggap menjadi keberatan untuk menentang permohonan tersebut.
Pasal
9
Bila
dalam hal yang dimaksud dalam alinea pertama Pasal 6 permohonan itu dikabulkan,
maka
surat
penetapannya harus disampaikan kepada pegawai catatan sipil di tempat tinggal
si
pemohon,
pegawai mana harus menuliskannya dalam buku daftar yang sedang berjalan, dan
membuat
catatan tentang hal itu pada margin akta kelahiran si pemohon. Surat penetapan
yang diberikan berkenaan dengan dikabulkannya permohonan yang diajukan
menurut
alinea kedua Pasal 6, dibukukan dalam daftar kelahiran yang sedang berjalan di
tempat
tinggal yang bersangkutan dan dalam ha! termaksud Pasal 43 alinea pertama
Reglemen
tentang
Catatan Sipil untuk Golongan Eropa, dicatat pula pada margin akta kelahiran.
Jika
suatu permohonan tidak dikabulkan seperti yang dimaksud dalam alinea yang lalu,
maka
Presiden
dapat memberikan suatu nama keturunan atau nama depan kepada yang
berkepentingan.
Surat penetapan mi harus dilakukan sesuai dengan ketentuan pasal yang lalu.
Pasal
10
Diperolehnya suatu nama sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam keempat pasal yang lalu,sekali-kali tidak boleh diajukan sebagal bukti adanya hubungan sanak saudara.
Pasal
11
Tiada
seorang pun diperbolehkan mengubah nama depan atau menambahkan nama depan
pada
namanya, tanpa izin Pengadilan Negeri tempat tinggalnya atas permohonan untuk
itu, setelah mendengar jawaban Kejaksaan.
Pasal
12
Bila
Pengadilan Negeri mengizinkan penggantian atau penambahan nama depan, maka
surat
penetapannya
harus disampaikan kepada Pegawai Catatan Sipil tempat tinggal si pemohon, dan
pegawai itu harus membukukannya dalam daftar yang sedang berjalan, dan
mencatatnya pula pada margin akta kelahiran.
BAGIAN
3
Pembetulan
Akta Catatan Sipil dan Penambahannya (Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing
Bukan Tionghoa, dan Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal
13
Bila
daftar tidak pernah ada, atau telah hilang dipalsui, diubah, robek,
dimusnahkan, digelapkan atau dirusak, bila ada akta yang tidak terdapat dalam
daftar itu atau bila dalam akta yang dibukukan terdapat kesesatan, kekeliruan
atau kesalahan lain maka hal-hal itu dapat
menjadi
dasar untuk mengadakan penambahan atau perbaikan dalam daftar itu.
Pasal
14
Permohonan
untuk itu hanya dapat diajukan kepada Pengadilan Negeri, yang di daerah
hukumnya
daftar-daftar itu diselenggarakan atau seharusnya diselenggarakan dan untuk itu
Pengadilan
Negeri akan mengambil keputusan setelah mendengar kejaksaan dan pihak-pihak
yang berkepentingan bila ada cukup alasan dan dengan tidak mengurangi
kesempatan banding.
Pasal
15
Keputusan
ini hanya berlaku antara pihak-pihak yang telah memohon atau yang pernah
dipanggil.
Pasal
16
Semua
keputusan tentang pembetulan atau penambahan pada akta, yang telah memperoleh
kekuatan
tetap, harus dibuktikan oleh Pegawai Catatan Sipil dalam daftar-daftar yang
sedang
berjalan
segera setelah diterbitkan dan bila ada perbaikan hal itu harus diberitakan
pada margin akta yang diperbaiki, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Reglemen
tentang Catatan Sipil.
BAB III
TEMPAT TINGGAL ATAU DOMISILI
(Berlaku
Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa,dan Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal
17
Setiap
orang dianggap bertempat tinggal di tempat yang dijadikan pusat kediamannya.
Bila tidak ada tempat kediaman yang demikian, maka tempat kediaman yang
sesungguhnya dianggap sebagai tempat tinggalnya.
Pasal
18
Perubahan
tempat tinggal terjadi dengan pindah rumah secara nyata ke tempat lain disertai
niat untuk menempatkan pusat kediamannya di sana.
Pasal
19
Niat
itu dibuktikan dengan menyampaikan pernyataan kepada Kepala Pemerintahan, baik
di tempat yang ditinggalkan, maupun di tempat tujuan pindah rumah kediaman.
Bila tidak ada
pernyataan,
maka bukti tentang adanya niat itu harus disimpulkan dari keadaan-keadaannya.
Pasal
20
Mereka
yang ditugaskan untuk menjalankan dinas umum, dianggap bertempat tinggal di
tempat mereka melaksanakan dinas.
Pasal
21
Seorang
perempuan yang telah kawin dan tidak pisah meja dan ranjang, tidak mempunyai
tempat
tinggal lain daripada tempat tinggal suaminya; anak-anak di bawah umur
mengikuti
tempat
tinggal salah satu dan kedua orang tua mereka yang melakukan kekuasaan orang
tua
atas
mereka, atau tempat tinggal wali mereka; orang-orang dewasa yang berada di
bawah
pengampuan
mengikuti tempat tinggal pengampuan mereka.
Pasal
22
Dengan
tidak mengurangi ketentuan dalam pasal yang lalu, buruh mempunyai tempat
tinggal
di
rumah majikan mereka bila mereka tinggal serumah dengannya.
Pasal
23
Yang
dianggap sebagai rumah kematian seseorang yang meninggal dunia adalah rumah
tempat
tinggalnya
yang terakhir.
Pasal
24
Dalam
suatu akta dan terhadap suatu soal tertentu, kedua pihak atau salah satu pihak
bebas untuk memilih tempat tinggal yang lain daripada tempat tinggal yang
sebenarnya. Pemilihan itu dapat dilakukan secara mutlak, bahkan sampai meliputi
pelaksanaan putusan Hakim, atau dapat dibatasi sedemikian rupa sebagaimana
dikehendaki oleh kedua pihak atau salah satu pihak. Dalam hal ini surat-surat
juru sita, gugatan-gugatan atau tuntutan-tuntutan yang tercantum atau termaksud
dalam akta itu boleh dilakukan di tempat tinggal yang dipilih dan di muka Hakim
tempat tinggal itu.
Pasal
25
Bila
hal sebaliknya tidak disepakati, masing-masing pihak boleh mengubah tempat
tinggal yang
dipilih
untuk dirinya, asalkan tempat tinggal yang baru tidak lebih dan sepuluh pal
jauhnya dari
tempat
tinggal yang lama dan perubahan itu diberitahukan kepada pihak yang lain /
pihak lawan.
BAB IV
PERKAWINAN
(Tidak
Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku BagiGolongan Tionghoa)
v Ketentuan Umum
Pasal
26
Undang-undang
memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan-hubungan perdata.
·
BAGIAN
1
Syarat-syarat
dan Segala Sesuatu yang Harus dipenuhi untuk Dapat Melakukan Perkawinan
(Tidak
Berlaku Bagi Golongan Timur Asing, Tetapi Berlaku bagi Golongan Tionghoa)
Pasal
27
Pada
waktu yang sama, seorang lelaki hanya boleh terikat perkawinan dengan satu
orang
perempuan
saja; dan seorang perempuan hanya dengan satu orang lelaki saja.
Pasal
28
Asas
perkawinan menghendaki adanya persetujuan bebas dan calon suami dan calon
istri.
Pasal
29
Laki-laki
yang belum mencapai umur delapan belas tahun penuh dan perempuan yang belum
mencapai
umur lima belas tahun penuh, tidak diperkenankan mengadakan perkawinan. Namun
jika ada alasan-alasan penting, Presiden dapat menghapuskan larangan ini dengan
memberikan dispensasi.
Pasal
30
Perkawinan
dilarang antara mereka yang satu sama lainnya mempunyai hubungan darah dalam garis
ke atas maupun garis ke bawah, baik karena kelahiran yang sah maupun karena
kelahiran yang tidak sah, atau karena perkawinan; dalam garis ke samping,
antara kakak beradik laki perempuan, sah atau tidak sah.
Pasal
31
Juga
dilarang perkawinan:
1.
antara
ipar laki-laki dan ipar perempuan, sah atau tidak sah, kecuali bila suami atau
istri yang menyebabkan terjadinya periparan itu telah meninggal atau bila atas
dasar ketidak hadiran sisuami atau si istri telah diberikan izin oleh Hakim
kepada suami atau istri yang tinggal untuk melakukan perkawinan lain;
2.
antara
paman dan atau paman orang tua dengan kemenakan perempuan kemenakan, demikian
pula antara bibi atau bibi orang tua dengan kemenakan laki-laki kemenakan, yang
sah atau tidak sah. Jika ada alasan-alasan penting, Presiden dengan memberikan
dispensasi, berkuasa menghapuskan larangan yang tercantum dalam pasal ini.
antara
paman dan atau paman orang tua dengan kemenakan perempuan kemenakan, demikian pula
antara bibi atau bibi orang tua dengan kemenakan laki-laki kemenakan, yang sah
atau tidak sah. Jika ada alasan-alasan penting, Presiden dengan memberikan
dispensasi, berkuasa menghapuskan larangan yang tercantum dalam pasal ini.
Pasal
32
Seseorang
yang dengan keputusan pengadilan telah dinyatakan melakukan zina, sekali-kali
tidak diperkenankan kawin dengan pasangan zinanya itu.
Pasal
33
Antara
orang-orang yang perkawinannya telah dibubarkan sesuai dengan ketentuan Pasal
199 nomor 3° atau 4°, tidak diperbolehkan untuk kedua kalinya dilaksanakan
perkawinan kecuali setelah lampau satu tahun sejak pembubaran perkawinan mereka
yang didaftarkan dalam daftar Catatan Sipil. Perkawinan lebih lanjut antara
orang-orang yang sama dilarang.
Pasal
34
Seorang
perempuan tidak diperbolehkan melakukan perkawinan baru, kecuali setelah lampau
jangka waktu tiga ratus hari sejak pembubaran perkawinan yang terakhir.
Pasal
35
Untuk
melaksanakan perkawinan, anak sah di bawah umur memerlukan izin kedua orang tuanya.Akan
tetapi bila hanya salah seorang dan mereka memberi izin dan yang lainnya telah
dipecat dan kekuasaan orang tua atau perwalian atas anak itu, maka Pengadilan
Negeri di daerah tempat tinggal anak itu, atas permohonannya,berwenang memberi
izin melakukan perkawinan itu, setelah mendengar atau memanggil dengan sah
mereka yang izinnya menjadi syarat beserta keluarga sedarah atau
keluarga-keluarga semenda. Bila salah satu orang tua telah meninggal atau
berada dalam keadaan tak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin cukup diperoleh
dan orang tua yang lain.
Pasal
36
Selain izin yang diharuskan dalam pasal yang lalu, anak-anak
sah yang belum dewasa memerlukan juga izin dan wali mereka, bila yang melakukan
perwalian adalah orang lain daripada bapak atau ibu mereka; bila izin itu
diperbolehkan untuk kawin dengan wali itu atau dengan salah satu dan keluarga
sedarahnya dalam garis lurus, diperlukan izin dan wali pengawas. Bila wali atau
wali pengawas atau bapak atau ibu yang telah dipecat dan kekuasaan orang tua atau
perwaliannya, menolak memberi izin atau tidak dapat menyatakan kehendaknya,
maka berlakulah alinea kedua pasal yang
lalu, asalkan orang tua yang tidak dipecat dan kekuasaan orang tua atau
perwaliannya atas anaknya telah memberikan izin itu.
Pasal
37
Bila bapak atau ibu telah meninggal
atau berada dalam keadaan tidak mampu menyatakan
kehendak mereka, maka mereka
masing-masing harus di gantikan oleh orang tua mereka,
sejauh mereka masih hidup dan tidak
dalam keadaan yang sama. Bila orang lain daripada orang-orang yang disebut di
atas melakukan perwalian atas anak-anak di bawah umur itu, maka dalam hal
seperti yang dimaksud dalam alinea yang lalu, si anak memerlukan lagi izin dari
wali atau alinea dua pasal ini ada perbedaan pendapat atau wali pengawas,
sesuai dengan perbedaan kedudukan yang dibuat dalam pasal yang lalu. Alinea kedua
Pasal 35 berlaku, bila antara mereka yang izinnya diperlukan menurut alinea
satu atau alinea dua pasal ini ada perbedaan pendapat atau bila salah satu atau
lebih tidak menyatakan pendiriannya.
Pasal
38
Bila bapak dan ibu serta kakek dan
nenek si anak tidak ada, atau bila mereka semua berada dalam keadaan tak mampu
menyatakan kehendak mereka,anak sah yang masih di bawah umur tidak boleh
melakukan perkawinan tanpa izin wali dan wali pengawasnya. Bila baik wali
maupun wali pengawas, atau salah seorang dari mereka, menolak untuk memberi
izin atau tidak menyatakan
pendirian, maka Pengadilan Negeri di daerah tempat tinggal anak yang masih di
bawah umur, atas permohonannya berwenang memberi izin untuk melakukan
perkawinan, setelah mendengar atau memanggil dengan sah wali, wali pengawas dan
keluarga sedarah atau keluarga semenda.
Pasal
39
Anak luar kawin yang diakui sah,
selama masih di bawah umur, tidak boleh melakukan
perkawinan tanpa izin bapak dan ibu
yang mengakuinya, sejauh kedua-duanya atau salah
seorang masih hidup dan tidak berada
dalam keadaan tak mampu menyatakan kehendak mereka. Bila semasa hidup bapak
atau ibu yang mengakuinya orang lain yang melakukan perwalian atas anak itu,
maka harus pula diperoleh izin dari wali itu atau dan wali pengawas bila izin
itu diperlukan untuk perkawinan dengan wali itu sendiri atau dengan salah
seorang dan keluarga sedarah dalam garis lurus. Bila terjadi perselisihan
pendapat antara mereka yang izinnya diperlukan menurut alinea pertama dan kedua,
dan salah seorang atau lebih menolak memberi izin itu, maka Pengadilan Negeri
di daerah hukum tempat tinggal anak yang di bawah umur itu, atas permohonan si
anak, berkuasa memberi izin untuk melakukan perkawinan, setelah mendengar atau
memanggil dengan sah mereka yang izinnya diperlukan. Bila baik bapak ataupun
ibu yang mengakui anak di bawah umur itu telah meninggal atau berada dalam keadaan
tidak mampu menyatakan kehendaknya, diperlukan izin dari wali dan wali
pengawas. Bila kedua-duanya atau salah seorang menolak untuk memberi izin, atau
tidak menyatakan pendirian, maka berlaku Pasal 38 alinea kedua, kecuali apa
yang ditentukan di situ mengenai keluarga sedarah atau keluarga semenda.
Pasal
40
Anak
tidak sah yang tidak diakui, tidak boleh melakukan perkawinan tanpa izin wali
atau wali
pengawas,
selama ia masih di bawah umur. Bila kedua-keduanya, atau salah seorang, menolak
untuk memberikan izin atau untuk menyatakan pendirian, Pengadilan Negeri di
daerah hukum tempat tinggal anak yang masih di bawah umur itu, atas permohonannya,
berkuasa
memberikan
izin untuk itu, setelah mendengar atau memanggil dengan sah wali atau wali
pengawas si anak.
Pasal
41
Penetapan-penetapan
Pengadilan Negeri dalam hal-hal yang termaksud dalam enam pasal yang
lalu,
diberikan tanpa bentuk hukum acara. Penetapan-penetapan itu, baik yang
mengabulkan permohonan izin, maupun yang menolak, tidak dapat dimohonkan
banding. Mendengar mereka yang izinnya diperlukan seperti yang termaksud dalam
enam pasal yang lalu. bila mereka bertempat tinggal di luar kabupaten tempat
kedudukan pengadilan negeri itu, boleh dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri di
tempat tinggal atau tempat kedudukan mereka, Pengadilan Negerimi akan
menyampaikan berita acaranya kepada Pengadilan Negeri yang disebut pertama.
Pemanggilan mereka yang izinnya diperlukan. dilakukan dengan cara seperti yang
ditentukan dalam Pasal 333 tentang keluarga sedarah dan keluarga semenda. Mereka
yang disebut pertama,ataupun mereka yang disebut terakhir, boleh mewakilkan
diri dengan cara seperti yang tercantum dalam Pasal 334.
Pasal
42
Anak
sah yang telah dewasa, tetapi belum genap tiga puluh tahun, juga wajib untuk
memohon
izin
bapak dan ibunya untuk melakukan perkawinan. Bila ia tidak memperoleh izin itu,
Ia boleh memohon perantaraan Pengadilan Negeri tempat tinggalnya dan dalam hal
itu harus diindahkan ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal berikut.
Pasal
43
Dalam
waktu tiga minggu, atau dalam jangka waktu yang lain jika dianggap perlu oleh
Pengadilan Negeri, terhitung dari hari pengajuan surat permohonan itu,
Pengadilan harus berusaha menghadapkan bapak dan ibu, beserta anak itu, agar
dalam suatu sidang tertutup kepada mereka diberi penjelasan-penjelasan yang
dianggap berguna oleh pengadilan demi kepentingan masing-masing. Mengenai
pertemuan pihak-pihak tersebut harus dibuat berita acara tanpa mencantumkan
alasan-alasan yang mereka kemukakan.
Pasal
44
Bila
baik pihaknya maupun ibunya tidak hadir, perkawinan dapat dilangsungkan dengan
penunjukan akta yang memperlihatkan ketidakhadiran itu.
Pasal
45
Bila
anak itu tidak hadir, maka perkawinannya tidak dapat dilaksanakan, kecuali
sesudah permohonan diajukan sekali lagi untuk perantaraan pengadilan.
Pasal
46
Bila, sesudah anak itu dan kedua orang tuanya atau salah
satu orang tua hadir, kedua orang tua itu atau salah seorang tetap menolak,
maka perkawinan tidak boleh dilaksanakan bila belum lampau tiga bulan terhitung
dari hari pertemuan itu
Pasal
47
Ketentuan-ketentuan
dalam lima pasal terakhir ini juga berlaku untuk anak tak sah terhadap bapak
dan ibu yang mengakuinya.
Pasal
48
Sekiranya
kedua orang tua atau salah satu tidak berada di Indonesia, Presiden berkuasa
memberi dispensasi dan kewajiban-kewajiban yang tercantum dalam Pasal 42 sampai
dengan Pasal 47
Pasal
49
Dalam
pengertian ketidakmungkinan bagi para orang tua atau para kakek nenek untuk member
izin kepada anak di bawah umur untuk melakukan perkawinan, dalam hal-hal yang diatur
dalam Pasal 35,37 dan 39, sekali-kali tidak termasuk ketidakhadiran
terus-menerus atau sementara di Indonesia.
BAGIAN 2
Acara yang Harus Mendahului
Perkawinan (Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing. Bukan Tionghoa, dan Bagi
Golongan Tionghoa)
Pasal
50
Semua
orang yang hendak melangsungkan perkawinan, harus memberitahukan hal itu kepada
Pegawai Catatan Sipil di tempat tinggal salah satu pihak.
Pasal
51
Pemberitahuan
ini harus dilakukan, baik secara langsung, maupun dengan surat yang dengan
cukup jelas memperlihatkan niat kedua calon suami-istri, dan tentang
pemberitahuan itu harus dibuat sebuah akta oleh Pegawai Catatan Sipil.
Pasal
52
Sebelum
pelaksanaan perkawinan itu, Pegawai Catatan Sipil harus mengumumkan hal itu dan
menempel surat pengumuman pada pintu utama gedung tempat penyimpanan
daftar-daftar Catatan Sipil itu. Surat itu harus tetap tertempel selama sepuluh
hari. Pengumuman itu tidak boleh dilangsungkan pada hari Minggu yang disamakan dengan
hari Minggu dalam hal ini ialah
hari
Tahun Baru, hari Paskah kedua dan Pantekosta, hari Natal, hari Kenaikan Isa
Almasih, dan hari Mi'raj Nabi Muhammad s. a. w.
Surat
pengumuman ini harus memuat :
1.
nama,
nama depan, umur, pekerjaan dan tempat tinggal calon suami istri, dan, bila
mereka sebelumnya pernah kawin, nama suami atau istri mereka yang dulu.
2. hari, tempat dan jam terjadinya
pengumuman. Surat itu ditandatangani oleh Pegawai Catatan Sipil itu.
Pasal
53
Bila
kedua calon suami isteri tidak bertempat tinggal dalam wilayah Catatan Sipil
yang sama,
maka
pengumuman itu akan dilakukan oleh Pegawai Catatan Sipil di tempat tinggal
masing-masing pihak.
Pasal
54
Bila
calon suami isteri belum sampai enam bulan penuh bertempat tinggal dalam daerah
suatu
Catatan
Sipil, pengumumannya harus juga dilakukan oleh Pegawai Catatan Sipil di tempat
tinggal mereka yang terakhir. Bila ada alasan-alasan yang penting dan kewajiban
membuat pengumuman tersebut di atas boleh diberikan dispensasi oleh Kepala
Pemerintahan Daerah yang di daerahnya telah dilakukan pemberitahuan kawin.
Pasal
55
Dihapus
dengan S. 916 - 338 jo. 1917- 18.
Pasal
56
Dihapus
dengan S. 916 - 338 jo. 1917- 18.
Pasal
57
Bila
perkawinan itu belum dilangsungkan dalam waktu satu tahun, terhitung dari waktu
pengumuman, perkawinan itu tidak boleh dilangsungkan, kecuali bila sebelumnya
diadakan pengumuman lagi.
Pasal
58
Janji
kawin tidak menimbulkan hak untuk menuntut dimuka Hakim berlangsungnya
perkawinan, juga tidak menimbulkan hak untuk menuntut penggantian biaya,
kerugian dan bunga, akibat tidak dipenuhinya janji itu, semua persetujuan untuk
ganti rugi dalam hal ini adalah batal. Akan tetapi, jika pemberitahuan kawin
ini telah diikuti oleh suatu pengumuman,, maka ha! itu dapat menjadi dasar
untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga berdasarkan
kerugian-kerugian yang nyata diderita oleh satu pihak atas barang-barangnya
sebagai akibat dan penolakan pihak yang lain; dalam pada itu tak boleh diperhitungkan
soal kehilangan keuntungan. Tuntutan ini lewat waktu dengan lampaunya waktu
delapan belas bulan, terhitung dari pengumuman perkawinan itu.
BAGIAN 3
Pencegahan Perkawinan (Tidak Berlaku
Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, dan Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal
59
Hak untuk mencegah berlangsungnya perkawinan hanya ada pada
orang-orang dari dalam hal-hal yang disebut dalam pasal-pasal berikut.
Pasal
60
Barang
siapa masih terikat perkawinan dengan salah satu pihak, termasuk jüga anak-anak
yang
lahir
dari perkawinan ini, berhak mencegah perkawinan baru yang dilaksanakan, tetapi
hanya berdasarkan perkawinan yang masih ada.
Pasal
61
Bapak
dan ibu dapat mencegah perkawinan dalam hal-hal:
1.
bila
anak mereka yang masih di bawah umur, belum mendapat izin
2.
bila
anak mereka, yang sudah dewasa tetapi belum genap tiga puluh. tahun, lalai
meminta izin mereka, dan dalam hal permohonan izin itu ditolak, lalai untuk
meminta perantaraan Pengadilan Negeri seperti yang diwajibkan menurut Pasal 42.
3.
bila
salah satu pihak, yang karena cacat mental berada dalam pengampuan, atau dengan
alasan yang sama telah dimohonkan pengampuan, tetapi atas permohonan itu belum
diambil keputusan;
4.
bila
salah satu pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk mengadakan perkawinan
dengan ketentuan-ketentuan bagian pertama bab ini;
5.
bila
pengumuman perkawinan yang menjadi syarat tidak diadakan;
6.
bila
salah satu pihak, karena sifat pemboros ditaruh di bawah pengampuan, dan
perkawinan yang hendak dilangsungkan tampaknya akanmembawa ketidak bahagiaan
bagi anak mereka.
Bila
yang menjalankan perwalian atas anak itu oranglain daripada bapak atau ibunya,
maka wali atau wali pengawasnya, bila yang disebut terakhir ini harus mengganti
si wali, mempunyai hak yang sama dalam hal-hal seperti yang tercantum dalam
nomor-nomor 1°, 3°, 4, 5 dan 6°.
Pasal
62
Dalam
hal kedua orang tua tidak ada, maka kakek nenek dan wali atau wali pengawas,
bila yang disebut terakhir ini harus mengganti si wali, berhak untuk mencegah
perkawinan dalam hal-hal seperti yang tercantum dalam nomor 3, 4, 5 dan 6°
pasal yang lalu. Kakek nenek dan wali atau wali pengawas, bila yang disebut
terakhir ini menggantikan si wali, berhak untuk mencegah perkawinan dalam
hal-hal yang tercantum pada nomor 1°, jika izin mereka menjadi syarat.
Pasal
63
Dalam
hal kakek nenek tidak ada, maka saudara laki-laki dan perempuan, paman dan
bibi, demikian pula wali dan wali pengawas, pengampu dan pengampu pengawas,
berhak mencegah perkawinan:
1.
bila
ketentuan-ketentuan Pasal 38 dan Pasal 40 mengenai memperoleh izin kawin tidak
diindahkan;
2.
karena
alasan-alasan seperti yang tercantum dalam nomor 3°,4°,5°, dan 6° Pasal 61.
Pasal
64
Suami
yang perkawinannya telah bubar karena perceraian, boleh mencegah perkawinan
bekas isterinya, bila dia hendak kawin lagi sebelum lampau tiga ratus hari
sejak pembubaran perkawinan yang dulu.
Pasal
65
Kejaksaan
wajib mencegah perkawinan yang hendak dilangsungkan dalam hal-hal yang
tercantum dalam Pasal 27 sampai dengan 34.
Pasal
66
Pencegahan
perkawinan ditangani oleh Pengadilan Negeri, yang di daerah hukumnya terletak tempat
kedudukan Pegawai Catatan Sipil yang harus melangsungkan perkawinan itu.
Pasal
67
Dalam
akta pencegahan harus disebutkan segala alasan yang dijadikan dasar pencegahan
itu, dan tidak diperkenakan mengajukan alasan baru, sejauh hal itu tidak timbul
setelah pencegahan.
Pasal
68
Dihapus
dengan S. 1937-595.
Pasal
69
Bila
pencegahan itu ditolak, para penentang boleh dikenakan kewajiban mengganti
biaya, kerugian dan bunga, kecuali jika penentang itu adalah keluarga sedarah
dalam garis ke atas dan garis ke bawah atau Kejaksaan.
Pasal
70
Bila
terjadi pencegahan perkawinan. Pegawai Catatan Sipil tidak diperkenankan untuk
melaksanakan
perkawinan itu, kecuali setelah kepadanya disampaikan suatu putusan pengadilan yang
telah mendapat kekuatan hukum tetapi atau suatu akta otentik dengan mana pencegahan
itu ditiadakan pelanggaran atas ketentuan ini kena ancaman hukuman penggantian
biaya,
kerugian dan bunga. Bila perkawinan itu dilaksanakan sebelum pencegahan itu ditiadakan,
maka perkara mengenai pencegahan itu boleh dilanjutkan, dan perkawinan bo
leh
dinyatakan batal sekiranya gugatan penentang dikabulkan.
BAGIAN 4
Pelaksanaan Perkawinan (Tidak
Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan
Tionghoa, Kecuali KUHP. 71-6°, 74, 75)
Pasal
71
Sebelum
melangsungkan perkawinan, Pegawai Catatan Sipil harus meminta agar kepadanya
diperlihatkan :
2.
akta
yang dibuat oleh Pegawai Catatan Sipil dan didaftarkan dalam daftar izin kawin,
atau akta otentik lain yang berisi izin bapak, ibu,kakek, nenek, wali atau wali
pengawas, ataupun izin yang diperoleh dan Hakim, dalam hal-hal di mana izin itu
diperlukan; Izin itu juga dapat diberikan pada akta perkawinan sendiri;
3.
dalam
hal perkawinan kedua atau perkawinan berikutnya akta perkawinan suami istri
yang dulu, atau akta perceraian, atau salinan suratizin dari Hakim yang
diberikan dalam hal pihak lain dan suami atau istri tidak ada;}
4.
akta
yang menunjukkan adanya perantaraan PengadilanNegeri;
5.
akta
kematian dan mereka yang seharusnya memberikanizin kawin;
6.
bukti,
bahwa pengumuman perkawinan itu telah berlangsung tanpa pencegahan di tempat
yang disyaratkan menurut Pasal 52 dan berikutnya, ataupun bukti bahwa
pencegahan yang dilakukan telah dihentikan;
7.
dispensasi
yang telah diberikan;
8.
izin
untuk para perwira dan tentara bawahan yang menjadi syarat untuk melakukan
perkawinan.
Pasal
72
Jika
di antara calon suami istri yang tidak dapat memperlihatkan akta kelahiran
seperti yang
disyaratkan
pada nomor 1° pasal yang lalu, maka hal ini dapat diganti dengan akta tanda
kenal lahir yang dikeluarkan oleh Kepala Pemerintahan Daerah tempat lahir atau
tempat tinggal calon suami atau istri atas keterangan dua saksi laki-laki atau perempuan,
keluarga atau bukan keluarga. Keterangan ini harus menyebutkan tempat dan waktu
kelahirannya secermat mungkin, serta sebab-sebab yang menghalanginya untuk
menunjukkan akta kelahiran. Tidak adanya akta kelahiran dapat juga diganti
dengan keterangan semacam itu di bawah sumpah yang diberikan oleh saksi-saksi
yang harus hadir pada pelaksanaan perkawinan itu, ataupun dengan keterangan
yang diberikan di bawah sumpah di hadapan pegawai Catatan Sipil oleh calon
suami atau istri, dan sumpah itu berisi,bahwa dia tidak dapat memperoleh akta kelahiran
atau akta tanda kenal lahir. Dalam akta perkawinannya, keterangan yang satu dan
yang lainnya harus dicantumkan.
Pasal
73
Bila
para pihak tidak dapat memperlihatkan akta kematian yang disebut dalam Pasal 71
nomor 5°, maka kekurangan itu dapat diperbaiki dengan cara yang sama seperti
yang tercantum dalam pasal yang lalu.
Pasal
74
Bila
Pegawai Catatan Sipil menolak untuk melangsungkan perkawinan atas dasar tidak
lengkapnya surat-surat dan keterangan-keterangan yang diharuskan oleh
pasal-pasal yang lalu, maka pihak-pihak yang berkepentingan berhak mengajukan
surat permohonan kepada Pengadilan Negeri; setelah mendengar Kejaksaan,bila ada
alasan untuk itu,dan mendengar Pegawai Catatan Sipil,Pengadilan negeri itu
secara singkat dan tanpa kemungkinan untuk banding,akan mengambil keputusan
tentang lengkap atau tidak lengkapnya surat-surat.
Pasal
75
Perkawinan tidak boleh dilangsungkan, sebelum hari kesepuluh
setelah hari pengumuman, di mana hari itu sendiri tidak termasuk. Jika ada alasan
penting Kepala Pemerintahan Daerah, yang di daerahnya telah dilakukan pemberitahuan
kawin, berkuasa memberikan dispensasi dan pengumuman dan waktu tunggu yang
diharuskan. Jika dispensasi telah diberikan, berita tentang hal itu harus
ditempel secepat-cepatnya pada pintu utama gedung yang dimaksud pada alinea
pertama Pasal 52. Dalam berita tempel itu harus disebutkan kapan perkawinan itu
akan atau dilaksanakan.
Pasal
76
Perkawinan
harus dilaksanakan di muka umum, dalam gedung tempat membuat akta Catatan Sipil,
di hadapan Pegawai Catatan Sipil tempat tinggal salah satu pihak dan dihadapan
dua orang saksi, baik keluarga maupun bukan keluarga, yang telah mencapai umur
dua puluh satu tahundan berdiam di Indonesia.
Pasal
77
Bila
salah satu pihak karena halangan yang terbukti cukup sah, tidak dapat pergi ke
gedung
tersebut,
perkawinan boleh dilangsungkan dalam sebuah rumah khusus di daerah Pegawai Catatan
Sipil yang bersangkutan. Jika terjadi hal yang demikian, maka dalam akta
perkawinan
harus
dicantumkan sebab-sebab terjadinya. Penilaian tentang sah tidaknya halangan
tersebut
dalam
pasal ini, diserahkan kepada Pegawai Catatan Sipil itu.
Pasal
78
Kedua
calon suami istri harus datang secara pribadi menghadap Pegawai Catatan Sipil
itu.
Pasal
79
Jika
ada alasan-alasan penting. Presiden berkuasa untuk mengizinkan pihak-pihak yang
bersangkutan melangsungkan perkawinan mereka dengan menggunakan seorang wakil
yang khusus diberi kuasa penuh dengan akta otentik. Bila pemberi kuasa itu,
sebelum perkawinan dilaksanakan, telah kawin dengan orang lain secara sah, maka
perkawinan yang telah berlangsung dengan wakil khusus dianggap tidak pernah
terjadi.
Pasal
80
Kedua
calon suami istri, di hadapan Pegawai Catatan Sipil dan dengan kehadiran para
saksi,
harus
menerangkan bahwa yang satu menerima yang lain sebagai suami atau istrinya, dan
bahwa dengan ketulusan hati mereka akan memenuhi kewajiban mereka, yang oleh
undang-undang ditugaskan kepada mereka sebagai suami istri
Pasal
81
Tidak
ada upacara keagamaan yang boleh diselenggarakan, sebelum kedua pihak
membuktikan
kepada
pejabat agama mereka bahwa perkawinan di hadapan Pegawai Catatan Sipil telah berlangsung.
Pasal
82
Jika
terjadi pelanggaran oleh Pegawai Catatan Sipil atas ketentuan-ketentuan dalam
bab ini,
maka
selama hal itu tidak diatur dalam aturan undang-undang hukum pidana, para
Pegawai itu
tanpa
mengurangi hak pihak-pihak yang berkepentingan untuk menuntut ganti rugi, bila
ada alasan untuk itu.
BAGIAN 5
Perkawinan-perkawinan yang
Dilaksanakan di Luar Negeri (Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing
BukanTionghoa, tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal
83
Perkawinan
yang dilangsungkan di luar negeri, baik antara sesama warga negara Indonesia, maupun
antara warga negara Indonesia dengan warga negara lain, adalah sah apabila
perkawinan
itu dilangsungkan menurut cara yang biasa di negara tempat berlangsungnyaperkawinan
itu, dan suami istri yang warga negara Indonesia tidak melanggar ketentuan-ketentuan
tersebut dalam bagian 1 Bab ini.
Pasal
84
Dalam
waktu satu tahun setelah kembalinya suami istri ke wilayah Indonesia, akta
tentang
perkawinan
mereka di luar negeri harus didaftarkan dalam daftar umum perkawinan di tempat tinggal
mereka.
BAGIAN
6
Batalnya
Perkawinan (Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Golongan Tionghoa,tetapi
Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal
85
Batalnya
suatu perkawinan hanya dapat dinyatakan oleh Hakim.
Pasal
86
Batalnya
suatu perkawinan yang dilakukan bertentangan dengan Pasal 27, dapat dituntut
oleh orang yang karena perkawinan sebelumnya terikat dengan salah seorang dan
suami istri itu, oleh suami istri itu sendiri, oleh keluarga sedarah dalam garis
ke atas, oleh siapa pun yang mempunyai kepentingan dengan batalnya perkawinan
itu, dan, oleh Kejaksaan. Bila batalnya perkawinan yang terdahulu
dipertanyakan, maka terlebih dahulu harus diputuskan ada tidaknya perkawinan
terdahulu itu.
Pasal
87
Keabsahan
suatu perkawinan yang berlangsung tanpa persetujuan bekas kedua suami istri
atau
salah
seorang dari mereka, hanya dapat dibantah oleh suami istri itu, atau oleh salah
seorang dari mereka yang memberikan persetujuan secara tidak bebas. Bila telah
terjadi kekhilafan tentang diri orang yang dikawini, keabsahan perkawinan itu
hanya dapat dibantah oleh suami atau istri yang telah khilaf itu. Dalam hal-hal
tersebut dalam pasal ini, tuntutan akan pembatalan suatu perkawinan tidak boleh
diterima, bila telah terjadi tinggal serumah terus-menerus
selama tiga bulan sejak si suami atau istri mendapat kebebasan, atau sejak
mengetahui kebebasannya.
Pasal
88
Bila
perkawinan dilakukan oleh orang yang karena cacat mental ditaruh di bawah
pengampuan,
keabsahan
perkawinan itu hanya boleh dibantah oleh bapaknya, ibunya dan keluarga sedarah dalam
garis ke atas, saudara laki-laki dan perempuan, paman dan bibinya, demikian
pula oleh pengampuannya, dan akhirnya oleh Kejaksaan. Setelah pengampuan itu
dicabut, pembatalan perkawinan hanya boleh dituntut oleh suami atau istri yang
telah ditaruh di bawah pengampuan itu, tetapi tuntutan ini pun tidak dapat
diterima bila kedua suami istri telah tinggal bersama selama enam bulan,
terhitung dari pencabutan pengampuan itu.
Pasal
89
Bila
perkawinan dilakukan oleh orang yang belum mencapai umur yang disyaratkan dalam
Pasal 29, maka pembatalan perkawinan itu boleh dituntut, baik oleh orang yang
belum cukup umur itu,maupun oleh Kejaksaan. Namun keabsahan perkawinan itu
tidak dapat dibantah:
1.
.bila
pada hari tuntutan akan pembatalan itu diajukan, salah seorang atau kedua suami
istri telah mencapai umur yang disyaratkan;
2.
bila
istri, kendati belum mencapai umur yang disyaratkan. telah hamil sebelum
tuntutan diajukan.
Pasal
90
Semua
perkawinan yang dilakukan dengan melanggar ketentuan-ketentuan dalam
pasal-pasal 30, 31, 32 dan 33, boleh dimintakan pembatalan, baik oleh suami
istri itu sendiri, maupun oleh
orang
tua mereka atau keluarga sedarah mereka dalam garis ke atas, atau oleh siapa
pun yang mempunyai kepentingan dengan pembatalan itu, ataupun oleh Kejaksaan.
Pasal
91
Bila
suatu perkawinan dilaksanakan tanpa izin bapak, ibu, kakek, nenek, wali atau
wali pengawas, maka dalam hal izin harus diperoleh ataupun wali harus didengar
menurut pasal-
pasal
36, 37, 38, 39 dan 40, pembatalan perkawinan hanya boleh dituntut oleh orang
yang harus diperoleh izinnya atau harus didengar menurut undang-undang. Para
keluarga sedarah yang izinnya disyaratkan tidak lagi boleh menuntut pembatalan perkawinan,
bila secara diam-diam,atau perkawinan itu telah berlangsung enam bulan tanpa bantahan
apa pun dan mereka terhitung sejak saat mereka mengetahui perkawinan itu. Mengenai
perkawinan yang dilangsungkan di luar negeri, pengetahuan tentang berlangsungnya
perkawinan itu tidak boleh dianggap ada, selama suami istri itu tetap Ialai
untuk mendaftarkan akta pelaksanaan perkawinan sesuai dengan ketentuanPasal 84.
Pasal
92
Perkawinan
yang dilangsungkan tidak dihadapan Pegawai Catatan Sipil yang berwenang dan tanpa
kehadiran sejumlah saksi yang disyaratkan, dapat dimintakan pembatalannya oleh
suami istri itu, oleh bapak, ibu, dan keluarga sedarah lainnya dalam garis ke
atas, dan juga oleh wali, wali pengawas, dan oleh siapa pun yang
berkepentingan dalam hal itu, dan akhirnya oleh Kejaksaan. Jika terjadi
pelanggaran terhadap Pasal 76, sejauh mengenai keadaan saksi-saksi,maka perkawinan
itu tidak mutlak harus batal; Hakimlah yang akan mengambil keputusan menurut
keadaan. Bila tampak jelas adanya hubungan selaku suami istri, dan dapat pula
diperlihatkan akta perkawinan yang dibuat di hadapan Pegawai Catatan Sipil,
maka suami istri itu tidak dapat diterima untuk minta pembatalan perkawinan
mereka menurut pasal ini.
Pasal
93
Dalam
segala hal di mana sesuai dengan pasal-pasal 85, 90 dan 92 suatu tuntutan hokum
pernyataan batal dapat dimulai oleh orang yang mempunyai kepentingan dalam ha!
itu, yang demikian tidak dapat dilakukan oleh kerabat sedarahdalam garis ke
samping oleh anak dari perkawinan lain, atau oleh orang-orang luar, selama suami
istri itu kedua-duanya masih hidup,
dan
tuntutan boleh diajukan hanya bila mereka dalam hal itu telah memperoleh atau
akan segera memperoleh kepentingan.
Pasal
94
Setelah
perkawinan dibubarkan, Kejaksaan tidak boleh menuntut pembatalannya.
Pasal
95
Suatu
perkawinan, walaupun telah dinyatakan batal, mempunyai segala akibat
perdatanya, baik
terhadap
suami isteri, maupun terhadap anak-anak mereka, bila perkawinan itu
dilangsungkan dengan itikad baik oleh kedua suami isteri itu.
Pasal
96
Bila
itikad baik hanya ada pada salah seorang dan suami isteri, maka perkawinan itu
hanya
mempunyai
akibat-akibat perdata yang menguntungkan pihak yang beritikad baik itu dan bagi
anak-anak yang lahir dan perkawinan itu. Suami atau isteri yang beritikad buruk
boleh dijatuhi
hukuman
mengganti biaya, kerugian dan bunga terhadap pihak yang lain.
Pasal
97
Dalam
ha! tersebut dalam dua pasal yang lalu, perkawinan itu berhenti mempunyai
akibat-akibat perdata, terhitung sejak hari perkawinan itu dinyatakan batal.
Pasal
98
Batalnya
suatu perkawinan tidak boleh merugikan pihak ketiga, bila dia telah berbuat dengan
itikad baik dengan suami istri itu.
Pasal
99
Tiada
suatu perkawinan pun yang harus batal bila terjadi pelanggaran terhadap
ketentuan-ketentuan pasal-pasal 34,42,46,52, dan 75, atau, kecuali apa yang
diatur dalam Pasal 77, bila perkawinan itu dilangsungkan tidak di muka umum dalam
gedung tempat akta-akta Catatan Sipil dibuat. Dalam hal-hal itu
berlakulah ketentuan Pasal 82 bagi Pegawai-pegawai Catatan Sipil. Pasal 99a Pembatalan
suatu perkawinan oleh Pengadilan atas tuntutan Kejaksaan di Pengadilan tersebut
harus didaftar dalam daftar perkawinan yang sedang berjalan oleh Pegawai
Catatan Sipil tempat perkawinan itu dilangsungkan, dengan cara yang sesuai dengan
alinea pertama Pasal 64 Reglemen tentang Catatan Sipil untuk golongan Eropaatau
alinea pertama Pasal 72 Reglemen yang sama untuk golongan Tionghoa. Tentang
pendaftaran itu harus dibuat catatan pada margin akta perkawinan. Bila
perkawinan itu berlangsung di luar Indonesia, maka pendaftarannya dilakukan di
Jakarta.
BAGIAN 7
Bukti Adanya Suatu Perkawinan (Tidak
Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan
Tionghoa)
Pasal
100
Adanya
suatu perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan cara lain daripada dengan akta
pelaksanaan
perkawinan itu yang didaftarkan dalam daftar-daftar Catatan Sipil, kecuali
dalam hal-hal yang diatur dalam pasal-pasal berikut.
Pasal
101
Bila
ternyata bahwa daftar-daftar itu tidak pernah ada, atau telah hilang, atau akta
perkawinan itu tidak terdapat di dalamnya, maka penilaian tentang cukup
tidaknya bukti-bukti tentang adanya perkawinan diserahkan kepada Hakim, asalkan
kelihatan jelas adanya hubungan selaku suami isteri.
Pasal
102
Keabsahan
seorang anak yang tidak dapat memperlihatkan akta perkawinan orang tuanya yang
sudah meninggal, tidak dapat dibantah, bila dia telah memperlihatkan
kedudukannya sebagai anak sesuai dengan akta kelahirannya, dan orang tuanya
telah hidup secara jelas sebagai suami isteri.
BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur
Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal
103
Suami
isteri wajib setia satu sama lain, saling menolong dan saling membantu.
Pasal
104
Suami isteri, dengan hanya melakukan perkawinan, telah
saling mengikatkan diri untuk memelihara dan mendidik anak mereka.
Pasal
105
Setiap
suami adalah menjadi kepala persatuan perkawinan. Sebagai kepala, ia wajib
memberi
bantuan
kepada isterinya atau tampil untuknya di muka Hakim, dengan mengingat
pengecualian-pengecualian yang diatur di bawah ini.Dia harus mengurus harta
kekayaan pribadi si isteri, kecuali bila disyaratkan yang sebaliknya. Dia harus
mengurus harta kekayaan itu sebagai seorang kepala keluarga yang baik, dan karenanya
bertanggung jawab atas segala kelalaian dalam pengurusan itu. Dia tidak
diperkenankan memindahtangankan atau
membebankan
harta kekayaan tak bergerak isterinya tanpa persetujuan si isteri.
Pasal
106
Setiap
isteri harus patuh kepada suaminya. Dia wajib tinggal serumah dengan suaminya
dan mengikutinya, di mana pun dianggapnya perlu untuk bertempat tinggal.
Pasal
107
Setiap
suami wajib menerima isterinya di rumah yang ditempatinya. Dia wajib melindungi
isterinya,
dan memberinya apa saja yang perlu, sesuai dengan kedudukan dan kemampuannya.
Pasal
108
Seorang
isteri, sekalipun ia kawin di luar harta bersama, atau dengan harta benda
terpisah, tidak dapat menghibahkan, memindahtangankan, menggadaikan, memperoleh
apa pun, baik secara cuma-cuma maupun dengan beban, tanpa bantuan suami dalam
akta atau izin tertulis. Sekalipun suami telah memberi kuasa kepada isterinya
untuk membuat akta atau perjanjian tertentu, si isteri tidaklah berwenang untuk
menerima pembayaran apa pun, atau memberi pembebasan untuk itu tanpa izin tegas
dari suami.
Pasal
109
Mengenai
perbuatan atau perjanjian, yang dibuat oleh seorang isteri karena apa saja yang
menyangkut perbelanjaan rumah tangga biasa dan sehari-hari, juga mengenai
perjanjian perburuhan yang diadakan olehnya sebagai majikan untuk keperluan
rumah tangga, undang-undang menganggap bahwa ia telah mendapat persetujuan dan
suaminya.
Pasal
110
Isteri
tidak boleh tampil dalam pengadilan tanpa bantuan suaminya, meskipun dia kawin
tidak dengan harta bersama, atau dengan harta terpisah, atau meskipun dia
secara mandiri menjalankan pekerjaan bebas.
Pasal
111
Bantuan
suami tidak diperlukan:
1.bila
si isteri dituntut dalam perkara pidana;
2.dalam
perkara perceraian, pisah meja dan ranjang, atau pemisahan harta.
Bila
suami menolak memberi kuasa kepada isterinya untuk membuat akta, atau menolak
tampil di Pengadilan, maka si isteri boleh memohon kepada Pengadilan Negeri di
tempat tinggi mereka bersama supaya dikuasakan untuk itu.
Pasal
113
Seorang
isteri yang atas usaha sendiri melakukan suatu pekerjaan dengan izin suaminya,
secara
tegas
atau secara diam-diam, boleh mengadakan perjanjian apa pun yang berkenaan
dengan
usaha
itu tanpa bantuan suaminya. Bila ia kawin dengan suaminya dengan penggabungan harta,
maka si suami juga terikat pada perjanjian itu. Bila si suami menarik kembali
izinnya, dia wajib mengumumkan penarikan kembali itu.
Pasal
114
Bila
si suami, karena sedang tidak ada atau karena alasan-alasan lain, terhalang
untuk membantu isterinya atau memberinya kuasa, atau bila ia mempunyai
kepentingan yang berlawanan, maka Pengadilan Negeri di tempat tinggal suami
isteri itu boleh memberikan wewenang kepada siisteri untuk tampil di muka
Pengadilan, mengadakan perjanjian, melakukan pengurusan, dan membuat akta-akta
lain.
Pasal
115
Pemberian
kuasa umum, pun jika dicantumkan pada perjanjian perkawinan, berlaku tidak
lebih daripada yang berkenaan dengan pengurusan harta kekayaan si isteri itu
sendiri.
Pasal
116
Batalnya
suatu perbuatan berdasarkan tidak adanya kuasa, hanya dapat dituntut oleh si
isteri,
suaminya
atau oleh para ahli waris mereka.
Pasal
117
Bila
seorang isteri, setelah pembubaran perkawinan melaksanakan perjanjian atau
akta,
seluruhnya
atau sebagian, yang telah dia adakan tanpa kuasa yang disyaratkan, maka dia
tidak berwenang untuk meminta pembatalan perjanjian atau akta itu.
Pasal
118
Isteri
dapat membuat wasiat tanpa izin suami.
BAB VI
HARTA BERSAMA MENURUT UNDANG-UNDANG
DAN PENGURUSANNYA
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur
Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
BAGIAN
1
Harta
Bersama Menurut Undang-Undang
Sejak
saat dilangsungkannya perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta bersama
menyeluruh antarà suami isteri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan
ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta bersama itu, selama
perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan suatu
persetujuan antara suami isteri.
Pasal
120
Berkenaan
dengan soal keuntungan, maka harta bersama itu meliputi barang-barang bergerak dan
barang-barang tak bergerak suami isteri itu, baik yang sudah ada maupun yang
akan ada,
juga
barang-barang yang mereka peroleh secara cuma-cuma, kecuali bila dalam hal
terakhir ini
yang
mewariskan atau yang menghibahkan menentukan kebalikannya dengan tegas.
Pasal
121
Berkenaan
dengan beban-beban, maka harta bersama itu meliputi semua utang yang dibuat oleh
masing-masing suami isteri, baik sebelum perkawinan maupun setelah perkawinan maupun
selama perkawinan.
Pasal
122
Semua
penghasilan dan pendapatan, begitu pula semua keuntungan-keuntungan dan
kerugian-
kerugian
yang diperoleh selama perkawinan, juga menjadi keuntungan dan kerugian harta bersama
itu.
Pasal
123
Semua
utang kematian, yang terjadi setelah seorang meninggal dunia, hanya menjadi
beban para ahli waris dan yang meninggal itu.
BAGIAN
2
Pengurusan
Harta Bersama (Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi
Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal
124
Hanya
suami saja yang boleh mengurus harta bersama itu. Dia boleh menjualnya,
memindahtangankannya dan membebaninya tanpa bantuan isterinya, kecuali dalam
hal yang diatur dalam Pasal 140. Dia tidak boleh memberikan harta bersama
sebagai hibah antara mereka yang sama-sama masih hidup, baik barang-barang tak
bergerak maupunkeseluruhannya atau suatu bagian atau jumlah yang tertentu dan
barang-barang bergerak, bila bukan kepada anak-anak yang lahir dan perkawinan
mereka, untuk memberi suatu kedudukan. Bahkan dia tidak boleh menetapkan ketentuan
dengan cara hibah mengenai sesuatu barang yang khusus, bila dia memperuntukkan untuk
dirinya hak pakai hasil dari barang itu.
Pasal
125
Bila
si suami tidak ada, atau berada dalam keadaan tidak mungkin untuk menyatakan kehendaknya,
sedangkan hal ini dibutuhkan segera, maka si isteri boleh mengikatkan atau memindahtangankan barang-barang dan harta bersama itu, setelah
dikuasakan untuk itu oleh Pengadilan Negeri.
BAGIAN
3
Pembubaran
Gabungan Harta Bersama dan Hak untuk Melepaskan Diri Padanya (Tidak Berlaku Bagi
Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal
126
Harta
bersama bubar demi hukum:
1.karena
kematian;
2.karena
perkawinan atas izin hakim setelah suami atau isteri tidak ada;
3.karena
perceraian;
4.karena
pisah meja dan ranjang;
5.karena
pemisahan harta. Akibat-akibat khusus dan pembubaran dalam hal-hal tersebut
pada nomor 2°, 3°, 4°, dan 5°pasal ini, diatur dalam bab-bab yang membicarakansoal
ini.
Pasal
127
Setelah
salah seorang dan suami isteri meninggal, maka bila ada meninggalkan anak yang
masih di bawah umur, pihak yang hidup terlama wajib untuk mengadakan
pendaftaran harta benda yang merupakan harta bersama dalam waktu empat bulan.
Pendaftaran harta bersama itu boleh dilakukan di bawah tangan, tetapi harus dihadiri
oleh wali pengawas. Bila pendaftaran harta bersama itu tidak diadakan, gabungan
harta bersama berlangsung terus untuk keuntungan si anak yang masih di bawah
umur dan sekali-kali tidak boleh merugikannya.
Pasal
128
Setelah
bubarnya harta bersama,. kekayaan bersama mereka dibagi dua antara suami dan
isteri, atau antara para ahli waris mereka, tanpa mempersoalkan dan pihak mana
asal barang-barang itu.
Ketentuan-ketentuan
yang tercantum dalam Bab XVII Buku Kedua, mengenai pemisahan harta peninggalan,
berlaku terhadap pembagian hartabersama menurut undang-undang.
Pasal
129
Pakaian,
perhiasan dan perkakas untuk mata pencaharian salah seorang dari suami isteri
itu, beserta buku-buku dan koleksi benda-benda kesenian dan keilmuan, dan
akhirnya surat-surat atau tanda kenang-kenangan yang bersangkutan dengan asal
usul keturunan salah seorang dari
suami
isteri itu, boleh dituntut oleh pihak asal benda itu, dengan membayar harga
yang ditaksir secara musyawarah atau oleh ahli-ahli.
Pasal
130
Setelah
pembubaran harta bersama, suami boleh ditagih atas utang dan harta bersama
seluruhnya, tanpa mengurangi haknya untuk minta penggantian setengah dan utang
itu kepada isterinya atau kepada para ahli waris si isteri.
Pasal
131
Suami
atau isteri, setelah pemisahan dan pembagian seluruh harta bersama, tidak boleh
dituntut oleh para kreditur untuk membayar utang-utang yang dibuat oleh pihak
lain dari suami atau isteri itu sebelum perkawinan, dan utang-utang itu tetap
menjadi tanggungan suami atau isteri yang telah membuatnya atau para alih warisnya;
hal ini tidak mengurangi hak pihak yang satu untuk minta ganti rugi kepada
pihak yang lain atau ahli warisnya.
Pasal
132
Isteri
berhak melepaskan haknya atas harta bersama;segala perjanjian yang bertentangan
dengan ketentuan ini batal; sekali melepaskan haknya, dia tidak boleh menuntut
kembali apa pun dari harta bersama, kecuali kain seprai dan pakaian pribadinya.
Dengan pelepasan ini dia dibebaskan dan kewajiban untuk ikut membayar utang-utang
harta bersama. Tanpa mengurangi hak para kreditur atas harta bersama, siisteri
tetap wajib untuk melunasi utang-utang yang dari pihaknya telah jatuh ke dalam
harta bersama; hal ini tidak mengurangi haknya untuk minta penggantian
seluruhnya kepada suaminya atau ahli warisnya.
Pasal
133
Isteri
yang hendak menggunakan hak tersebut dalam pasal yang lalu, wajib untuk
menyampaikan akta pelepasan, dalam waktu satu bulan setelah pembubaran harta
bersama itu, kepada panitera Pengadilan Negeri di tempat tinggal bersama yang
terakhir, dengan ancaman akan kehilangan hak itu (bila lalai). Bila gabungan itu
bubar akibat kematian suaminya, maka tenggang waktu satu bulan berlaku sejak si
isteri mengetahui kematian itu.
Pasal
134
Bila
dalam jangka waktu tersebut di atas isteri meninggal dunia, sebelum menyampaikan
akta
pelepasan.
para ahli warisnya berhak melepaskan hak mereka atas harta bersama itu dalam waktu
satu bulan setelah kematian itu, atau setelah mereka mengetahui kematian itu,
dan dengan cara seperti yang diuraikan dalam pasal terakhir. Hak isteri untuk
menuntut kembali
kain
seprai dan pakaiannya dan harta bersama itu, tidak dapat diperjuangkan oleh
para ahli warisnya.
Pasal
135
Bila
para ahli waris tidak sepakat dalam tindakan, sehingga sebagian menerima dan
yang lain
melepaskan
diri dari harta bersama itu, maka yang menerima itu, tidak dapat memperoleh
lebih
dari
bagian warisan yang menjadi haknya atas barang-barang yang sedianya menjadi
bagian isteri itu seandainya terjadi pemisahan harta. Sisanya dibiarkan tetap
pada si suami, atau para
ahli
warisnya, yang sebaliknya berkewajiban terhadap ahli waris yang melakukan
pelepasan, untuk memenuhi apa saja yang sedianya akan dituntut oleh si isteri
dalam hal pelepasan, tetapi
hanya
sebesar bagian warisan yang menjadi hak ahli waris yang melakukan pelepasan.
Pasal
136
Tindakan-tindakan
yang menyangkut pengurusan semata-mata atau penyelamatan, tidak membawa akibat
seperti itu.
Pasal
137
Isteri
yang telah menghilangkan atau menggelapkan barang-barang dan harta bersama,
tetap berada dalam penggabungan meskipun telah melepaskandirinya; hal yang sama
berlaku bagi para ahli warisnya.
Pasal
138
Dalam
hal gabungan harta bersama berakhir karena kematian si isteri para ahli
warisnya dapat melepaskan diri dari harta bersama itu, dalam waktudan dengan
cara seperti yang diatur mengenai si isteri sendiri.
BAB VII
PERJANJIAN KAWIN
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur
Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
BAGIAN
1
Perjanjian
Kawin pada Umumnya
Pasal
139
Para
calon suami isteri dengan perjanjian kawin dapat menyimpang dan peraturan
undang-undang mengenai harta bersama asalkan hal itu tidak bertentangan dengan
tata susila yang baik atau dengan tata tertib umum dan diindahkan pula ketentuan-ketentuan
berikut.
Pasal
140
Perjanjian
itu tidak boleh mengurangi hak-hak yang bersumber pada kekuasaan si suami sebagai
suami, dan pada kekuasaan sebagai bapak, tidak pula hak-hak yang oleh
undang-undang diberikan kepada yang masih hidup paling lama. Demikian pula
perjanjian itu tidak boleh mengurangi hak-hak yang diperuntukkan bagi si suami
sebagai kepala persatuan suami isteri; namun hal mi tidak mengurangi wewenang
isteri untuk mensyaratkañ bagi dirinya pengurusan harta kekayaan pribadi, baik
barang-barang bergerak maupun barang-barang tak bergerak di samping penikmatan
penghasilannya pribadi secara bebas. Mereka juga berhak untuk membuat
perjanjian, bahwa meskipun ada golongan harta bersama, barang-barang tetap,
surat-surat pendaftaran dalam buku besar pinjaman-pinjaman negara, surat-surat
berharga lainnya dan piutang-piutang yang diperoleh atas nama isteri, atau yang
selama perkawinan dan pihak isteri jatuh ke dalam harta bersama, tidak boleh
dipindahtangankan atau dibebani oleh suaminya tanpa persetujuan si isteri.
Pasal
141
hak
yang diberikan oleh undang-undang kepada mereka atas warisan keturunan mereka,
pun tidak boleh mengatur warisan itu.
Pasal
142
Mereka
tidak boleh membuat perjanjian, bahwa yang satu mempunyai kewajiban lebih besar
dalam utang-utang daripada bagiannya dalam keuntungan-keuntungan harta bersama.
Pasal
143
Mereka
tidak boleh membuat perjanjian dengan kata-kata sepintas lalu, bahwa ikatan
perkawinan mereka akan diatur oleh undang-undang, kitab undang-undang luar
negeri, atau
oleh
beberapa adat kebiasaan, undang-undang, kitab undang-undang atau peraturan
daerah, yang pernah berlaku di Indonesia.
Pasal
144
Tidak
adanya gabungan harta bersama tidak berarti tidak adanya keuntungan dan
kerugian
bersama,
kecuali jika hal mi ditiadakan secara tegas. Penggabungan keuntungan dan
kerugian diatur dalam Bagian 2 bab ini.
Pasal
145
Juga
dalam hal tidak digunakannya atau dibatasinya gabungan harta bersama, boleh
ditetapkan
dalam
jumlah yang harus disumbangkan oleh si isterisetiap tahun dan hartanya untuk
biaya rumah tangga dan pendidikan anak-anak.
Pasal
146
Bila
tidak ada perjanjian mengenai hal itu, hasil-hasil dan pendapatan dan harta
isteri masuk penguasaan suami.
Pasal
147
Perjanjian
kawin harus dibuat dengan akta notaris sebelum pernikahan berlangsung, dan akan
menjadi batal bila tidak dibuat secara demikian. Perjanjian itu akan mulai
berlaku pada saat pernikahan dilangsungkan, tidak boleh ditentukan saat lain
untuk itu.
Pasal
148
Perubahan-perubahan
dalam hal itu, yang sedianya boleh diadakan sebelum perkawinan dilangsungkan,
tidak dapat diadakan selain dengan akta, dalam bentuk yang sama seperi akta perjanjian
yang dulu dibuat. Lagi pula tiada perubahan yang berlaku jika diadakan tanpa kehadiran
dan izin orang-orang yang telah menghadiri dan menyetujui perjanjian kawin itu.
Pasal
149
Setelah
perkawinan berlangsung, perjanjian kawin tidak boleh diubah dengan cara apa
pun.
Pasal
150
Jika tidak ada gabungan harta bersama, maka masuknya barang-barang
bergerak, terkecuali surat-surat pendaftaran pinjaman-pinjaman negara dan
efek-efek dan surat-surat piutang atas nama, tidak dapat dibuktikan dengan cara
lain daripada dengan cara mencantumkannya dalam
perjanjian
kawin, atau dengan pertelaan yang ditandatangani oleh notaris dan pihak-pihak
yang
bersangkutan,
dan dilekatkan pada surat asli perjanjian kawin, yang di dalamnya hal itu harus
tercantum.
Pasal
151
Anak
di bawah umur yang memenuhi syarat-syarat untuk melakukan perkawinan, juga
cakap
untuk
memberi persetujuan atas segala perjanjian yang boleh ada dalam perjanjian
kawin,
asalkan
dalam pembuatan perjanjian itu, anak yang masih di bawah umur itu dibantu oleh
orang yang persetujuannya untuk melakukan perkawinan itu diperlukan. Bila
perkawinan itu harus berlangsung dengan izin tersebut dalam Pasal 38 dan Pasal
41, maka rencana perjanjian kawin itu harus dilampirkan pada permohonan izin
itu, agar tentang hal itu dapat sekalian diambil ketetapan.
Pasal
152
Ketentuan
yang tercantum dalam perjanjian kawin, yang menyimpang dan harta bersama menurut
undang-undang, seluruhnya atau sebagian, tidak akan berlaku bagi pihak ketiga sebelum
hari pendaftaran ketentuan-ketentuan itu dalam daftar umum, yang harus
diselenggarakan di kepaniteraan pada Pengadilan Negeri, yang di daerah hukumnya
perkawinan itu dilangsungkan. atau kepaniteraan di mana akta perkawinan itu
didaftarkan, jika perkawinan berlangsung di luar negeri.
Pasal
153
Segala
ketentuan mengenai gabungan harta bersama selalu berlaku selama tidak ada
penyimpangan daripadanya, baik yang dibuat secara tertulis, maupun secara
tersirat, dalam perjanjian kawin. Bagaimanapun sifat dan cara gabungan harta
bersama diperjanjikan, isteri atau para ahli warisnya berhak untuk melepaskan
diri daripadanya, dengan cara dan dalam hal-hal seperti yang diatur dalam bab
yang lalu.
Pasal
154
Perjanjian
kawin, demikian pula hibah-hibah yang berkenaan dengan perkawinan, tidak berlaku
bila tidak diikuti oleh perkawinan.
BAGIAN
2
Gabungan
Keuntungan dan Kerugian dan Gabungan Hasildari Pendapatan (Tidak Berlaku
Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa,Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal
155
Bila
para calon suami isteri hanya memperjanjikan, bahwa harus ada gabungan
keuntungan dan kerugian, maka persyaratan mi menutup jalan untuk mengadakan
gabungan harta bersama secara menyeluruh menurut undang-undang dan segala keuntungan
yang diperoleh suami isteri selama perkawinan harus dibagi antara mereka, sedangkan
segala kerugian harus dipikul bersama, bila gabungan harta bersama bubar.
Masing-masing
dan suami isteri mendapat separuh keuntungan dan memikul separuh kerugian, bila
mengenai hal itu dalam perjanjian kawin tidak ada ketentuan-ketentuan lain.
Pasal
157
Yang
dianggap sebagai keuntungan pada harta bersama suami isteri ialah bertambahnya
harta
kekayaan
mereka, berdua, yang selama perkawinan timbul dan hasil harta kekayaan mereka
dan
pendapatan
masing-masing, dan usaha dan kerajinan masing-masing dan penabungan pendapatan
yang tidak dihabiskan, yang dianggap sebagai kerugian ialah berkurangnya harta benda
itu akibat pengeluaran yang lebih tinggi dan pendapatan.
Pasal
158
Apa
saja yang diperoleh seorang suami atau isteri selama perkawinan dan warisan,
wasiat atau hibah, entah berasal dan keluarga entah dan orang lain, tidak
termasuk keuntungan, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 167.
Pasal
159
Barang-barang
tetap dan efek-efek yang dibeli selama perkawinan, atas nama siapa pun juga dianggap
sebagai keuntungan, kecuali bila terbukti sebaliknya.
Pasal
160
Naik
atau turunnya harga barang salah seorang dan suami isteri itu, tidak dihitung
sebagai keuntungan atau kerugian bersama.
Pasal
161
Perbaikan
barang-barang tetap, yang terjadi karena pertumbuhan tanah, perdamparan lumpur,
penanganan oleh tukang kayu atau karena hal-hal lain, tidak dianggap sebagai
keuntungan bersama, melainkan hanya menguntungkan pemilik barang-barang itu.
Pasal
162
Kerusakan
atau pengurangan karena kebakaran, kebanjiran, hanyut atau lain sebagainya,
tidak termasuk kerugian bersama, tetapi menjadi beban si pemilik barang yang
rusak atau berkurang
itu.
Pasal
163
Semua
utang kedua suami isteri itu bersama-sama, yang dibuat selama perkawinan, harus
dihitung sebagai kerugian bersama. Apa yang dirampas akibat kejahatan salah
seorang dan suami isteri itu, tidak termasuk kerugian bersama itu.
Pasal
164
Perjanjian, bahwa antara suami isteri hanya akan ada gabungan
penghasilan dan pendapatan saja, mengandung arti secara diam-diam bahwa tiada gabungan
harta bersama secara menyeluruh menurut undang-undang dan tiada pula gabungan
keuntungan dan kerugian.
Pasal
165
Barang-barang
bergerak kepunyaan masing-masing suami isteri sewaktu melakukan perkawinan,
harus dinyatakan dengan tegas dalam akta perjanjian kawin sendiri, atau dalam
surat pertelaan yang ditandatangani oleh Notaris dan para pihak yang berjanji,
dan dilekatkan pada akta asli perjanjian kawin, yang di dalamnya harus tercantum
hal itu, baik jika gabungan keuntungan dan kerugian saja yang dipersyaratkan, maupun
jika dipersyaratkan gabungan penghasilan dan pendapatan seperti yang diuraikan
dalam Pasal 155 dan Pasal 164; tanpa bukti ini barang-barang bergerak itu
dianggap sebagai keuntungan.
Pasal
166
Adanya
barang-barang bergerak yang diperoleh masing-masing pihak dan suami isteri
dengan
pewarisan,
hibah wasiat atau hibah biasa selama perkawinan harus diperlihatkan dengan
surat
pertelaan.
Bila tidak ada surat pertelaan barang-barang bergerak yang diperoleh si suami
selama
perkawinan
atau bila tidak ada surat yang memperlihatkan apa saja barang-barang itu dan berapa
harga masing-masing, istri itu atau para ahli warisnya berwenang untuk
membuktikan
adanya
dan harga barang-barang itu dengan saksi-saksi, dan jika perlu, dengan
menunjukkan bahwa umum mengetahuinya.
Pasal
167
Yang
termasuk penghasilan dan pendapatan ialah segala hibah wasiat atau hibah
penerimaan
uang
tahunan, bulanan, mingguan dan sebagainya seperti juga cagak hidup, dan dengan demikian
tercakup kedua jenis golongan yang dibicarakan dalam bagian ini.
BAGIAN
3
Hibah-Hibah
Antara Kedua Calon Suami Isteri
(Tidak
Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan
Tionghoa)
Pasal
168
Dalam
mengadakan perjanjian kawin, kedua calon suami isteri, secara timbal balik atau
secara sepihak, boleh memberikan hibah yang menurut pertimbangan mereka pantas
diberikan, tanpa
mengurangi
pemotongan hibah itu sejauh penghibahan itu kiranya akan merugikan mereka yang
berhak atas suatu bagian menurut undang-undang
.
Pasal
169
Hibah-hibah
itu dapat berkenaan dengan barang-barang yang telah ada seperti yang dirinci dalam
akta hibahnya, dapat pula dengan seluruh atau sebagian harta warisan si
penghibah.
Pasal
170
tegas
oleh pihak yang diberi hibah.
Pasal
171
Hibah-hibah
itu dapat diberikan dengan persyaratan-persyaratan, yang pelaksanaannya tergantung
pada kehendak si penghibah.
Pasal
172
Hibah
yang terdiri dan barang-barang yang telah ada dan tertentu tidak dapat ditarik
kembali,
kecuali
jika tidak dipenuhi persyaratan-persyaratan Hibah itu.
Pasal
173
Hibah
yang mencakup seluruh atau sebagian warisan si penghibah tidak dapat ditarik
kembali,
dengan
pengertian, bahwa dia tidak lagi menguasai barang-barang yang termasuk dalam
hibah itu, kecuali uang dalam jumlah-jumlah kecil untuk upah, atau untuk
soal-soal lain menurut pertimbangan hakim. Bila syarat-syarat tidak dipenuhi,
hibah-hibah itu dapat ditarik kembali.
Pasal
174
Hibah
yang terdiri dari barang-barang yang telah ada dan terinci secara tertentu, dan
diberikan antara suami isteri dalam perjanjian kawin, tak dapat dianggap diberikan
dengan syarat, bahwa penerimaan hibah harus hidup lebih lama daripada pemberinya,
kecuali bila syarat yang dibuat secara tegas dalam perjanjian.
Pasal
175
Tiada
hibah seluruh atau sebagian dan warisan si penghibah, yang diberikan dalam
perjanjian kawin, baik yang diberikan oleh yang seorang dan suami isteri kepada
yang lain, maupun yang
diberikan
secara timbal balik, akan beralih kepada anak-anak yang lahir dan perkawinan
mereka,
bila yang diberi hibah meninggal sebelum sipenghibah.
BAGIAN
4
Hibah-Hibah
yang Diberikan Kepada Kedua Calon Suami Isteri atau Kepada Anak-anak dan
Perkawinan Mereka (Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa,
Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal
176
Baik
dalam penjanjian kawin, maupun dengan akta Notaris tersendiri, yang dibuat
sebelum pelaksanaan perkawinan, pihak ketiga boleh memberikan hibah, yang
menurut pendapat mereka pantas diberikan kepada kedua calon suami isteri atau
kepada salah seorang dan mereka, dengan tidak mengurangi kemungkinan untuk mengurangi
hibah itu bila dengan hibah itu orang yang mempunyai hak atas suatu bagian menurut
undang-undang dirugikan.
Pasal
177
Bila
hibah-hibah itu diberikan dalam perjanjian kawin, maka untuk berlakunya secara
sah tidak perlu ada persetujuan tegas dan yang diberi hibah; sebaliknya bila
hibah itu diberikan dengan
akta
tersendiri, maka hal itu tidak mempunyai akibat kecuali setelah ada persetujuan
tegas untuk menerima.
Pasal
178
Suatu
hibah yang terdiri dan seluruh atau sebagian warisan si penghibah, meskipun
diberikan
hanya
untuk kedua suami isteri atau untuk salah seorang dan mereka, selalu dianggap
diberikan
untuk
anak-anak dan keturunan mereka, bila si penghibah hidup lebih lama daripada
yang
diberi
hibah, dan bila dalam akta tidak ditentukan lain. Hibah seperti itu hapus, bila
si
penghibah
hidup lebih lama daripada anak-anak dan keturunan mereka selanjutnya yang
diberi hibah.
Pasal
179
Ketentuan-ketentuan
dalam pasal-pasal 169, 171, 172, dan 173, berlaku juga pada hibah-hibah yang
dibicarakan dalam bagian ini.
BAB VIII
GABUNGAN HARTA BERSAMA ATAU
PERJANJIAN KAWIN PADA PERKAWINAN KEDUA ATAU SELANJUTNYA
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur
Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal
180
Juga
dalam perkawinan kedua dan berikutnya,menurut hukum ada gabungan harta benda
menyeluruh
antara suami isteri, bila dalam perjanjian kawin tidak diadakan ketentuan lain.
Pasal
181
Akan
tetapi pada perkawinan kedua atau berikutnya, bila ada anak dan keturunan dan
perkawinan
yang sebelumnya, suami atau isteri yang baru, oleh percampuran harta dan utang-
utang
pada suatu gabungan, tidak boleh memperoleh keuntungan yang lebih besar
daripada jumlah bagian terkecil yang diperoleh seorang anak atau bila anak itu
telah meninggal lebih dahulu, oleh turunannya dalam penggantian ahli waris,
dengan ketentuan, bahwa keuntungan ini sekali-kali tidak boleh melebihi
seperempat bagian dan harta benda suami atau isteri yang kawin lagi itu.
Anak-anak dan perkawinan terdahulu atau keturunan mereka, pada waktu terbukanya
warisan dan suami atau isteri yang kawin lagi berhak menuntut pemotongan atau
pengurangan; dan apa yang melebihi bagian yang diperkenankan, masuk ke dalam
warisan itu.
Pasal
182
Suami
atau isteri, yang mempunyai anak-anak dan perkawinan yang terdahulu dan
melakukan perkawinan berikutnya, tidak boleh menyediakan kepada suami atau
isteri yang baru, dengan
perjanjian
kawin itu, keuntungan-keuntungan yang lebih daripada yang tersebut dalam pasal sebelum
ini.
Suami
isteri tidak diperkenankan dengan cara yang berliku-liku saling memberi hibah
lebih
daripada
yang diperkenankan dalam ketentuan-ketentuan di atas. Semua hibah yang
diberikan dengan dalih yang dikarang-karang, atau diberikan kepada orang-orang
perantara, adalah batal.
Pasal
184
Yang
dimaksud dengan hibah yang diberikan kepada perantara ialah hibah yang
diberikan oleh seorang suami atau isteri kepada semua anak atau salah seorang
anak dan perkawinan terdahulu isteri atau suaminya, demikian pula hibah yang
diberikan kepada keluarga sedarah penghibah dan pada waktu penghibahan diperkirakan
akan menjadi warisan isteri atau suami penghibah itu, meskipun suami atau
isteri penghibah ini mungkin tidak hidup lebih lama dan penerima hibah.
Pasal
184a
Pasal-pasal
181-184, dalam hal suami isteri yang kawin kembali satu sama lain, tidak berlaku
bagi
anak-anak atau keturunan dan perkawinan mereka yang terdahulu.
Pasal
185
Juga
jika ada anak-anak dan perkawinan yang dulu, maka keuntungan dan kerugian harus
dibagi rata antara suami isteri, kecuali bila peraturan tentang itu ditiadakan
atau diubah oleh perjanjian kawin.
BAB IX
PEMISAHAN HARTA BENDA
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur
Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal
186
Selama
perkawinan, si isteri boleh mengajukan tuntutan akan pemisahan harta benda
kepada Hakim, tetapi hanya dalam hal-hal:
1.bila
suami, dengan kelakuan buruk memboroskan barang-barang dan gabungan harta
bersama,
dan membiarkan rumah tangga terancam bahaya kehancuran.
2.bila
karena kekacau-balauan dan keburukan pengurusan harta kekayaan si suami, jaminan
untuk harta perkawinan isteri serta untuk apa yang menurut hukum menjadi hak isteri
akan hilang, atau jika karena kelalaian besar dalam pengurusan harta perkawinan
si isteri, harta itu berada dalam keadaan bahaya. Pemisahan harta benda yang dilakukan
hanya atas persetujuan bersama adalah batal.
Pasal
187
Tuntutan
akan pemisahan harta benda harus diumumkansecara terbuka.
Pasal
188
Orang yang berpiutang kepada si suami dapat ikut campur dalam
penyidangan perkara untuk menentang tuntutan akan pemisahan harta benda itu.
Pasal
189
Putusan
Hakim yang mengabulkan tuntutan akan pemisahan harta benda itu, sebelum
pelaksanaannya, harus diumumkan secara terbuka, dengan ancaman menjadi batal pelaksanaannya
bila tidak dipenuhi persyaratan pengumuman itu. Putusan tentang dikabulkannyapemisahan
harta benda itu, dalam hal akibat hukumnya, mempunyai kekuatan berlaku surut,
terhitung dari hari gugatan diajukan
.
Pasal
190
Selama
penyidangan, isteri boleh melakukan tindakan-tindakan, dengan seizin Hakim,
untuk menjaga agar barang-barangnya tidak hilang atau diboroskan si suami.
Pasal
191
Keputusan
di mana pemisahan harta benda diizinkan, hapus menurut hukum, bila hal itu
tidak dilaksanakan secara sukarela dengan pembagian barang-barang itu, seperti
yang ternyata dan akta otentik tentang itu; atau bila dalam waktu satu bulan setelah
putusan itu memperoleh kekuatan hukum tetap, si isteri tidak mengajukan tuntutan
untuk pelaksanaannya kepada Hakim dan tidak melanjutkan penuntutan secara teratur
Pasal
192
Para
kreditur si suami yang tidak turut campur dalam penyidangan, boleh menentang pemisahan
itu, meskipun hal itu telah dilaksanakan,bila hak-hak mereka dengan adanya
pelaksanaan itu,secara sengaja dirugikan.
Pasal
193
Meskipun
ada pemisahan harta benda, si isteri wajib memberi sokongan untuk biaya rumah
tangga
dan pendidikan anak-anak yang dilahirkan olehnya karena perkawinan dengan si
suami, menurut perbandingan antara harta si isteri dan harta si suami. Bila si
suami ada dalam keadaan tidak mampu, biaya-biaya itu menjadi tanggungan si isteri
saja.
Pasal
194
Isteri
yang berpisah harta benda dengan suaminya, memperoleh kembali kebebasan untuk mengurusnya,
dan meskipun ada ketentuan-ketentuan Pasal 108, dia dapat memperoleh izin umum
dan hakim untuk menguasai barang-barang bergeraknya.
Pasal
195
Suami
tidak bertanggung jawab kepada isterinya, bila si isteri setelah berpisah harta
bendanya, telah lalai untuk memanfaatkan atau menanamkan kembali uang penjualan
barang tetap yang telah dipindahtangankannya atas izin yang diperolehnya dan
Hakim, kecuali bila si suami ikut membantu dalam mengadakan kontrak, atau bila
dapat dibuktikan, bahwa uang itu telah diterima oleh suami, atau telah
dipergunakan untuk kepentingan suami.
Gabungan
harta benda yang telah dibubarkan, dapat dipulihkan kembali atas persetujuan kedua
suami isteri. Persetujuan yang demikian tidak boleh diadakan selain dengan akta
otentik.
Pasal
197
Bila
gabungan harta bersama itu telah pulih kembali, barang-barangnya dikembalikan
ke keadaan semula, seakan-akan tidak pernah ada pemisahan, tanpa mengurangi
kewajiban si isteri untuk memenuhi perjanjian, yang dibuatnya selama waktu
sejak pemisahan sampai dengan pemulihan kembali gabungan harta bersama itu. Segala
perjanjian yang oleh suami isteri itu dipergunakan untuk memulihkan kembali gabungan
harta bersama itu dengan syarat-syarat yang semula, adalah batal.
Pasal
198
Suami
isteri itu wajib untuk mengumumkan pemulihan kembali gabungan harta bersama itu
secara terbuka. Selama pengumuman seperti itu seperti itu belum dilaksanakan,
suami isteri itu tidak boleh mempersoalkan akibat-akibat pemulihan gabungan
harta bersama itu dengan pihak-pihak ketiga.
BAB X
PEMBUBARAN PERKAWINAN
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur
Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
BAGIAN
1
Pembubaran
Perkawinan pada Umumnya
Pasal
199
Perkawinan
bubar:
1.oleh
kematian;
2.oleh
tidak hadirnya si suami atau si isteri selama sepuluh tahun, yang disusul oleh perkawinan
baru isteri atau suaminya. sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bagian 5 Bab 18;
3.oleh
keputusan Hakim setelah pisah meja dan ranjangdan pendaftaran Catatan Sipil, sesuai
dengan ketentuan-ketentuan Bagian 2 bab ini;
4.oleh
perceraian, sesuai dengan ketentuan-ketentuan
Bagian
3 bab ini.
BAGIAN
2
Pembubaran
Perkawinan Setelah Pisah Meja dan Ranjang
(Tidak
Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan
Tionghoa)
Pasal
200
tahun.
Pasal
237
Sebelum
meminta pisah meja dan ranjang, suami isteri itu wajib mengatur dengan akta
otentik semua persyaratan untuk itu, baik yang bercerai pelaksanaan kekuasaan
orang tua dan urusan
pemeliharaan
dan pendidikan anak-anak mereka. Tindakan-tindakan yang telah mereka rancang
untuk dilaksanakan selama pemeriksaan Pengadilan, harus dikemukakan supaya dikuatkan
oleh Pengadilan Negeri, dan jika perlu, supaya diatur olehnya.
Pasal
238
Permintaan
kedua suami isteri harus diajukan dengansurat permohonan kepada Pengadilan
Negeri
tempat tinggal mereka; dan dalam surat itu harus dilampirkan baik salinan akta perkawinan
maupun salinan perjanjian yang dibicarakan dalam alinea pertama pasal yang
lalu.
Pasal
239
Berkenaan
dengan itu Pengadilan Negeri akan memerintahkan kedua suami isteri untuk bersama-sama
secara pribadi menghadap seorang atau Iebih anggota yang akan memberi
wejangan-wejangan seperlunya kepada mereka. Bila suami isteri itu bertahan
dengan niat mereka, Hakim akan memerintahkan mereka untuk menghadap lagi setelah
lewat enam bulan. Bila ternyata ada alasan sah yang menghalangi mereka untuk
menghadap, maka Hakim yang ditunjukkanharus pergi ke rumah suami isteri itu.
Bila suami isteri itu bertempat tinggal di luar daerah di mana Pengadilan Negeri
itu bertempat kedudukan, Pengadilan Negeri dapat menunjuk kepada kepaladaerah
setempat untuk melakukan tindakan-tindakan yang dimaksud dalam tiga alinea yang
lalu. Pejabat yang telah ditunjuk itu akan membuat berita acara tentang apa yang
telah dilakukannya dan mengirimkannya ke Pengadilan Negeri. Bila salah seorang
dan suami isteri atau kedua-duanya bertempat tinggal di luar Indonesia, Pengadilan
Negeri itu boleh memohon kepada seorang Hakim di negara tempat suami isteri itu
berdiam, untuk memanggil kedua suami isteri atau salah seorang menghadap
kepadanya dengan tujuan melakukan ikhtiar perdamaian, atau menugaskan hal itu
kepada pejabat perwakilan Indonesia di wilayah tempat suami isteriitu berdiam.
Berita acara yang dibuat mengenai hal itu harus dikirimkan kepada PengadilanNegeri
itu.
Pasal
240
Pengadilan
Negeri harus mengambil keputusan enam bulan setelah berlangsungnya pertemuan kedua.
Ketentuan-ketentuan Pasal-pasal 230b dan 230c berlaku sama terhadap ibu dan
bapak,
yang
tidak ditugaskan untuk melakukan kekuasaan orang tua.
Pasal
241
Bila
permohonan yang diajukan ditolak, paling lambat satu bulan setelah diberikan
keputusan, suami isteri itu bersama-sama boleh mengajukan permohonan banding
dengan surat permohonan.
Dengan
pisah meja dan ranjang, perkawinan tidak dibubarkan, tetapi dengan itu suami
isteri tidak lagi wajib untuk tinggal bersama.
Pasal
243
Pisah
meja dan ranjang selalu berakibat perpisahan harta, dan akan menimbulkan dasar
untuk pembagian harta bersama, seakan-akan perkawinan itudibubarkan.
Pasal
244
Karena
pisah meja dan ranjang, pengurusan suami atas harta isterinya ditangguhkan. Si
isteri mendapat kembali kekuasaan untuk mengurus hartanya,dan dapat memperoleh
kuasa umum dan Hakim untuk menggunakan barang-barangnya yang bergerak.
Pasal
245
Putusan-putusan
mengenai pisah meja dan ranjang harus diumumkan secara terang-terangan. Selama
pengumuman terang-terangan ini belum berlangsung, putusan tentang pisah meja
dan ranjang tidak berlaku bagi pihak ketiga.
Pasal
246
Ketentuan
- ketentuan Pasal 210 sampai dengan 220, Pasal 222 sampai dengan 228, dan Pasal
231, berlaku juga terhadap pisah meja dan ranjang yang diminta oleh salah
seorang dan suami
isteri
terhadap yang lain. Setelah mengucapkan putusan tentang pisah meja dan ranjang,
Pengadilan Negeri setelah mendengar dan memanggil dengan sah orang tua dan keluarga
sedarah dan semenda anak-anak yang masih di bawah umur, harus menetapkan siapa
dan kedua orang tua itu yang akan melakukan kekuasaan orang tua atas diri
tiap-tiap anak, kecuali bila kedua orang tua itu telah dipecat atau dilepaskan
dan kekuasaan orang tua, dengan mengindahkan putusan-putusan Hakim yang
terdahulu yang mungkin telah memecat atau melepaskan merekadan kekuasaan orang
tua. Ketetapan ini berlaku setelah hari putusan tentang pisah meja dan ranjang
memperoleh kekuatan hukum yang pasti. Sebelum hari itu tidak usah dilakukan
pemberitahuan, dan perlawanan serta banding pun tidak diperbolehkan. Terhadap penetapan
ini,pihak orang tua yang tidak ditugaskan untuk melaksanakan kekuasaan orang
tua, boleh melakukan perlawanan, bila atas panggilan termaksud dalam alinea
kedua dia tidak menghadap. Perlawanan ini harus dilakukan dalam waktu tiga
puluh hari setelah penetapan itu diberitahukan kepadanya. Pihak orang tua yang
telah menghadap atas pemanggilan dan tidak ditugaskan untuk melakukan kekuasaan
orang tua, atau yang perlawanannya ditolak, boleh mohon banding terhadap penetapan
itu dalam waktu tiga puluh hari setelah hari termaksud dalam alinea ketiga. Ketentuan
Pasal 230b dan Pasal 230c berlaku sama terhadap bapak dan ibu yang tidak
diserahi tugas melakukan kekuasaan orang tua. Terhadap pemeriksaan para orang
tua berlaku alinea keempat Pasat 206.
Pasal
246a
Bila
anak-anak yang masih di bawah umur itu belum berada dalam kekuasaan nyata orang
yang
berdasarkan
Pasal 246 dan Pasal 246a diserahi tugas melaksanakan kekuasaan orang tua, atau
berdasarkan
alinea pertama Pasal 246 dan sesuai dengan Pasat 214, maka dalam penetapan itu juga
harus diperintahkan penyerahan anak-anak itu. Ketentuan-ketentuan alinea kedua,
ketiga
dan
keempat serta kelima Pasat 319h dalam hal ini berlaku.
Pasal
246b
Berdasarkan
keadaan yang timbul setelah putusan pisah meja dan ranjang mendapat kekuatan hukum
yang pasti, Pengadilan Negeri boleh mengadakan perubahan pada
penetapan-penetapan, yang telah diberikan berdasarkan alinea kedua pasal yang
lalu, atas permohonan kedua orang tua atau salah seorang dan mereka, setelah
mendengar dan memanggil dengan sah kedua orang tua dan para keluarga sedarah
atau semenda dan anak-anak yang masih di bawah umur. Penetapanini boleh dinyatakan
dapat dilaksanakan segera meskipun ada perlawanan atau banding, dengan
atautanpa jaminan. Ketentuan alinea keempat dan kelima Pasal 206 dalamhal ini
berlaku.
Pasal
247
setelah
mempertimbangkan perjanjian yang dibicarakan dalam alinea pertama Pasal 237,
Hakim mengabulkan permintaan pisah meja dan ranjang atas permohonan kedua suami
isteri,
maka
pisah meja dam ranjang itu memperoleh segala akibat yang dijanjikan dalam
perjanjian itu.
Pasal
248
Pisah
meja dan ranjang menurut hukum dengan sendirinya batal karena perdamaian suami isteri,
dan perdamaian ini menghidupkan kembali segala akibat dan perkawinan mereka,
tanpa mengurangi berlangsungnya terus kekuatan perbuatan-perbuatan terhadap
pihak-pihak ketiga, yang sekiranya telah dilakukan dalam tenggang waktuantara
perpisahan itu dan perdamaiannya. Semua persetujuan suami isteri yang bertentangan
dengan ini adalah batal.
Pasal
249
Bila
putusan yang menyatakan suami isteri pisah meja dan ranjang sudah diumumkan
secara jelas, suami isteri itu tidak boleh menerapkan berlakunya akibat-akibat
perdamaian mereka terhadap pihak ketiga, bila mereka tidak mengumumkan secara
jelas, bahwa pisah meja dan ranjang itu telah tiada.
BAB XII
KEBAPAKAN DAN ASAL KETURUNAN
ANAK-ANAK
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur
Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
BAGIAN
1
Anak-anak
Sah
Pasal
250
Pasal
251
Sahnya
anak yang dilahirkan sebelum hari keseratus delapan puluh dari perkawinan,
dapat
diingkari
oleh suami. Namun pengingkaran itu tidak boleh dilakukan dalam hal-hal berikut:
1.bila
sebelum perkawinan suami telah mengetahui kehamilan itu;
2.bila
pada pembuatan akta kelahiran dia hadir, dan akta ini ditandatangani olehnya,
atau memuat suatu keterangan darinya yang berisi bahwa dia tidak dapat
menandatanganinya;
3.bila
anak itu dilahirkan mati.
Pasal
252
Suami
tidak dapat mengingkari keabsahan anak, hanya bila dia dapat membuktikan bahwa
sejak
hari ketiga ratus dan keseratus delapan puluhhari sebelum lahirnya anak itu,
dia telah
berada
dalam keadaan tidak mungkin untuk mengadakan hubungan jasmaniah dengan
isterinya, baik karena keadaan terpisah maupun karena sesuatu yang kebetulan
saja. Dengan menunjuk kepada kelemahan alamiah jasmaninya, suami tidak dapat
mengingkari anak itu sebagai anaknya.
Pasal
253
Suami
tidak dapat mengingkari keabsahan anak atas dasar perzinaan, kecuali bila
kelahiran anak telah dirahasiakan terhadapnya, dalam hal itu,dia harus diperankan
untuk menjadikan hal itu sebagai bukti yang sempurna, bahwa dia bukan ayah anak
itu.
Pasal
254
Dia
dapat mengingkari keabsahan seorang anak, yang dilahirkan tiga ratus hari
setelah putusan
pisah
meja dan ranjang memperoleh kekuatan hukum yang pasti, tanpa mengurangi hak
isterinya untuk mengemukakan peristiwa-peristiwa yang cocok kiranya untuk menjadikan
bukti bahwa suaminya adalah bapak anak itu. Bila pengingkaran itu telah
dinyatakan sah, perdamaian antara suami isteri itu tidak menyebabkan si anak memperoleh
kedudukan sebagai anak yang sah.
Pasal
255
Anak
yang dilahirkan tiga ratus hari setelah bubarnya perkawinan adalah tidak sah. Bila
kedua orang tua seorang anak yang dilahirkan tiga ratus hari setelah putusnya
perkawinan kawin kembali satu sama lain, si anak tidak dapat memperoleh
kedudukan anak sah selain dengan cara yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bagian
2 bab ini.
Pasal
256
Dalam
hal-hal yang diatur dalam Pasal-pasal 251,252,253, dan 254, pengingkaran
keabsahan
anak
harus dilakukan suami dalam waktu satu bulan, bila dia berada di tempat
kelahiran anak itu,atau di sekitar itu; dalam waktu dua bulan setelah dia
kembali, bila diatelah tidak berada di situ; dalam waktu dua
bulan setelah diketahuinya penipuan, bila kelahiran anak itu telah disembunyikan
terhadapnya. Semua akta yang dibuat di luar Pengadilan, yang berisi pengingkaran
suami, tidak mempunyai kekuatan hukum, bila dalam dua bulan tidak diikuti oleh
suatu tuntutan di muka Hakim. Bila suami, setelah melakukan pengingkaran dengan
akta dibuat di luar Pengadilan, meninggal dunia dalam jangka waktu tersebut di
atas, maka bagi para ahli warisnya terbuka jangka waktu baru selama dua bulan
untuk mengajukan tuntutan hokum mereka.
Pasal
257
Tuntutan
hukum yang diajukan oleh suami itu gugur bila para ahli waris tidak
melanjutkannya dalam waktu dua bulan, terhitung dari hari meninggalnya suami.
Pasal
258
Bila
suami meninggal dia menerapkan haknya dalam hal ini, padahal waktunya untuk itu
masih berjalan, maka para ahli warisnya tidak dapat mengingkari keabsahan anak
itu selain dalam hal tersebut Pasal 252. Gugatan untuk membantah keabsahan anak
itu harus dimulai dalam waktu dua bulan terhitung sejak anak itu memiliki harta
benda suami, atau sejak para ahli warisnya terganggu dalam memilikinya oleh
anak.
Pasal
259
Dalam
hal-hal di mana para ahli warisnya, berkenaan dengan pasal-pasal 256,257,dan
258 mempunyai wewenang untuk memulai atau melanjutkan suatu gugatan untuk
membantah keabsahan seorang anak, mereka akan memperoleh jangka waktu satu
tahun, bila salah seorang
atau
lebih dari mereka bertempat tinggal di luar negeri. Dalam hal ada perang di
laut, jangka waktu itu dilipatduakan. Dengan S.1946-67 yang berlaku 13 Juli
1946, ditentukan:
1.Hakim
yang menangani gugatan yang dilakukan atau memungkinkan dilakukan untuk mengingkari
keabsahan anak, berwenang sampai pada waktu yang akan ditentukan oleh Presiden,
untuk memperpanjang jangka waktu yang diatur dalam Pasal 256 sampai 259 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata untuk mengingkari keabsahan seorang anak dengan
akta yang dibuat di luar pengadilan, untuk mengajukan suatu gugatan pengingkaran
semacam itu, atau untuk melanjutkan gugatan demikian dengan jangka waktu
tertentu, ataupun sampai saat tertentu, bila pengindahan jangka waktu tersebut
di atas karena keadaan-keadaan luar biasa, selayaknya tidak dapat diharapkan.
2.Perpanjangan
waktu termaksud dalam ayat (1) boleh diberikan oleh Hakim karena jabatan.
Pasal
260
Semua
gugatan untuk mengingkari keabsahan seorang anak harus ditujukan kepada wali
yang
secara
khusus diperbantukan kepada anak itu, dan ibunya harus dipanggil dengan sah
untuk sidang itu.
Pasal
261
daftar-daftar
Catatan Sipil. Bila tidak ada akta demikian, cukuplah bila seoranganak telah
mempunyai kedudukan tak terganggu sebagai anak sah.
Pasal
262
Pemilikan
kedudukan demikian dapat dibuktikan dengan peristiwa-peristiwa yang, baik bersama-sama
maupun sendiri-sendiri, menunjukkan hubungan karena kelahiran dan karena perkawinan
antara orang tertentu dan keluarga yang diakui olehnya, bahwa dia termasuk di dalamnya.
Yang terpenting dari peristiwa-peristiwa ini antaralain adalah: bahwa orang itu
selalu memakai nama bapak yang dika takannya telah menurunkannya; bahwa bapak
itu telah memperlakukan dia sebagai anaknya, dan dia sebagai anak telah diurus dalam
hal pendidikan, pemeliharaan dan penghidupannya; bahwa masyarakat senantiasa
mengakui dia selaku anak bapaknya; bahwa sanak saudaranya mengakui dia sebagai
anak bapaknya.
Pasal
263
Tiada
seorang pun dapat menyandarkan diri pada kedudukan yang bertentangan dengan kedudukan
yang nyata dinikmatinya dan sesuai dengan akta kelahirannya, dan sebaliknya
tiada
seorang
pun dapat menyanggah kedudukan yang dimiliki seorang anak sesuai dengan akta kelahirannya.
Pasal
264
Bila
tidak ada akta kelahiran dan tidak nyata pemilikan kedudukan yang tak
terputus-putus, dan
bila
anak itu didaftarkan dengan nama-nama palsu dalam daftar-daftar Catatan Sipil
atau seakan-akan dilahirkan dari bapak ibu yang tidak dikenal, maka asal
keturunannya dapat dibuktikan dengan saksi-saksi. Namun pembuktian dengan cara
demikian tidak boleh diperkenankan, kecuali bila ada bukti permulaan tertulis, atau
bila dugaan-dugaan atau petunjuk-petunjuk dari peristiwa-peristiwa yang tidak
dapat dibantah lagi kebenarannya, dapat dianggap cukup berbobot untuk
memperkenankan pembuktian demikian.
Pasal
265
Bukti
permulaan tertulis adalah surat-surat ke luar, daftar-daftar dan surat-surat
rumah tangga bapak atau ibu, atau akta-akta notaris atau akta-akta di bawah
tangan yang berasal dari pihak-pihak yang tersangkut dalam perselisihan, atau
bilamasih hidup, mereka yang sedianya berkepentingan dalam perselisihan itu.
Pasal
266
Bukti
lawan itu terdiri dari segala alat bukti yang cocok untuk menunjukkan, bahwa
orang yang
menyandarkan
diri pada asal keturunannya bukan anak dari ibu yang diakuinya sebagai ibunya,
atau
juga bila soal ibu telah dibuktikan bahwa dia bukan anak dari suami ibu itu.
Hanya
Hakim perdatalah yang berwenang untuk mengadili tuntutan-tuntutan akan suatu kedudukan.
Pasal
268
Tuntutan
pidana karena kejahatan penggelapan kedudukan tidak dapat dilancarkan sebelum
keputusan
akhir atas sengketa mengenai kedudukan itu diucapkan. Akan tetapi kejaksaan
bebasuntuk melancarkan suatutuntutan pidana seperti itu, bila pihak-pihak yang
berkepentingan tinggal diam, asalkan ada bukti permulaan tertulis, sesuai
dengan ketentuan Pasal 265, dan pada permulaan pemeriksaan pidana telah
dinyatakan adanya bukti permulaan.
Pasal
269
Gugatan
untuk menarik kembali kedudukan terhadap anak, tidak terkena ketentuan lewat waktu.
Pasal
270
Para
ahli waris anak yang tidak memperjuangkan kedudukannya, tidak dapat melancarkan
gugatan seperti itu, kecuali bila anak meninggal waktu masih di bawah umur atau
dalam tiga tahun setelah menjadi dewasa.
Pasal
271
Namun
para ahli waris dapat melanjutkan tuntutan hukum demikian, bila hal itu telah
dimulai oleh anak itu, kecuali bila anak itu tidak melanjutkan tuntutannya
selama tiga tahun sejak
tindakan
acara yang terakhir dilakukan.
Pasal
271a
Orang
yang gugatannya untuk memperjuangkan suatu kedudukan perdata atau untuk
mengingkari keabsahan seorang anak dikabulkan, setelah putusan itu memperoleh
kekuatan hukum yang pasti, harus menyeluruh melakukan pendaftaran putusan itu
dalam daftar kelahiran yang sedang berjalan di tempat kelahiran anak itu didaftar.
Hal ini harus diterangkan pula pada margin akta kelahiran itu.
BAGIAN
2
Pengesahan
Anak-anak Luar Kawin (Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa,
Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal
272
Anak
di luar kawin, kecuali yang dilahirkan dari perzinaan atau penodaan darah,
disahkan oleh
perkawinan
yang menyusul dari bapak dan ibu mereka,bila sebelum melakukan perkawinan mereka
telah melakukan pengakuan secara sah terhadap anak itu, atau bila pengakuan itu
terjadi dalam akta perkawinannya sendiri.
Anak
yang dilahirkan dari orang tua, yang tanpa memperoleh dispensasi dari
Pemerintah tidak
boleh
kawin satu sama lainnya, tidak dapat disahkan selain dengan cara mengakui anak
itu dalam akta kelahiran.
Pasal
274
Bila
orang tua, sebelum atau pada waktu melakukan perkawinan telah lalai untuk
mengakui anak di luar kawin, kelalaian mereka ini dapat diperbaiki dengan surat
pengesahan dari
Presiden,
yang diberikan setelah mendengar nasihat Mahkamah Agung.
Pasal
275
Dengan
cara yang sama seperti yang diatur dalam pasal yang lalu, dapat juga disahkan
anak di luar kawin yang telah diakui menurut undang-undang;
1.bila
anak itu lahir dari orang tua, yang karena kematian salah seorang dari mereka, perkawinan
mereka tidak jadi dilaksanakan;
2.bila
anak itu dilahirkan oleh seorang ibu, yang termasuk golongan Indonesia atau
yang disamakan dengan golongan itu; bila ibunya meninggal dunia atau bila ada
keberatan-keberatan penting terhadap perkawinan orang tua itu, menurut
pertimbangan Presiden.
Pasal
276
Dalam
hal-hal seperti yang dinyatakan dalam dua pasal yang tersebut terakhir,
Mahkamah Agung, bila menganggap perlu, sebelum memberikan nasihatnya, harus
mendengar atau memerintahkan untuk mendengar keluarga sedarah si pemohon, dan
bahkan dapat memerintahkan bahwa permohonan pengesahan itu diumumkan dalam
Berita Negara.
Pasal
277
Pengesahan
anak, baik dengan menyusulnya perkawinan orang-tuanya maupun dengan surat pengesahan
menurut Pasal 274, menimbulkan akibat, bahwa terhadap anak-anak itu berlaku ketentuan
undang-undang yang sama, seakan-akan mereka dilahirkan dalam perkawinan itu.
Pasal
278
Dalam
hal-hal yang diatur dalam Pasal 275, pengesahan itu hanya berlaku mulai dari diberikannya
surat pengesahan Presiden; hal itu tidak boleh berakibat merugikan anak-anak sah
sebelumnya dalam hal pewarisan, demikian pula hal itu tidak berlaku bagi
keluarga sedarah lainnya dalam hal pewarisan, kecuali bila mereka yang terakhir
ini telah menyetujui pemberian surat pengesahan itu.
Pasal
279
Dengan
cara yang sama dan menurut ketentuan yang sama seperti yang tercantum dalam pasal-pasal
yang lalu, anak yang telah meninggal dan meninggalkan keturunan, boleh juga disahkan;
pengesahannya itu berakibat menguntungkanketurunan itu.
BAGIAN
3
Pengakuan
Anak-anak Luar Kawin (Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing
Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal
280
Dengan
pengakuan terhadap anak di luar kawin, terlahirlah hubungan perdata antara anak
itu dan bapak atau ibunya.
Pasal
281
Pengakuan
terhadap anak di luar kawin dapat dilakukan dengan suatu akta otentik, bila
belum diadakan dalam akta kelahiran atau pada waktu pelaksanaan perkawinan. Pengakuan
demikian dapat juga dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pegawai Catatan
Sipil, dan didaftarkan dalam daftar kelahiran menurut hari penandatanganan.
Pengakuan itu harus dicantumkan pada margin akta kelahirannya, bila akta itu
ada. Bila pengakuan anak itu dilakukan dengan akta otentik lain tiap-tiap orang
yang berkepentingan berhak minta agar hal itu dicantumkan pada margin akta
kelahirannya. Bagaimanapun kelalaian mencatatkan pengakuan pada margin akta
kelahiran itu tidak boleh dipergunakan untuk membantah kedudukan yang telah
diperoleh anak yang diakui itu.
Pasal
282
Pengakuan
anak di luar kawin oleh orang yang masih di bawah umur tidak ada harganya, kecuali
jika orang yang masih di bawah umur itu telah mencapai umur genap sembilan
belas tahun, dan pengakuan itu bukan akibat dari paksaan,kekeliruan, penipuan
atau bujukan. Namun anak perempuan di bawah umur boleh melakukan pengakuan itu,
sebelum dia mencapai umur sembilan belas tahun.
Pasal
283
Anak
yang dilahirkan karena perzinaan atau penodaan darah (incest, sumbang), tidak
boleh
diakui
tanpa mengurangi ketentuan Pasal 273 mengenai anak penodaan darah.
Pasal
284
Tiada
pengakuan anak di luar kawin dapat diterima selama ibunya masih hidup, meskipun
ibu termasuk golongan Indonesia atau yang disamakan dengan golongan itu, bila
ibu tidak menyetujui pengakuan itu. Bila anak demikian itu diakui setelah
ibunya meninggal, pengakuan itu tidak mempunyai akibat lain daripada terhadap
bapaknya. Dengan diakuinya seorang anak di luar kawin yang ibunya termasuk
golongan Indonesia atau golongan yang disamakan dengan itu, berakhirlah hubungan
perdata yang berasal dari hubungan keturunan yang alamiah, tanpa mengurangi akibat-akibat
yang berhubungan dengan pengakuan oleh ibu dalam hal-hal dia diberi wewenang untuk
itu karena kemudian kawin dengan bapak.
Pasal
285
Pengakuan
yang diberikan oleh salah seorang dari suami isteri selama perkawinan untuk kepentingan
seorang anak di luar kawin, yang dibuahkan sebelum perkawinan dengan orang lain dari isteri atau suaminya, tidak dapat mendatangkan kerugian,
baik kepada suami atau isteri maupun kepada anak-anak yang dilahirkan dari
perkawinan itu. Walaupun demikian, pengakuan yang dilakukan oleh bapak ibunya,
demikian juga semua tuntutan akan kedudukan yang dilakukan oleh pihak si anak,
dapat dibantah oleh setiap orang yang mempunyai kepentingan dalam hal itu.
Pasal
286
Setiap
pengakuan yang dilakukan oleh bapak atau ibu, begitupun setiap tuntutan yang dilancarkan
oleh pihak anak, boleh ditentang oleh semua mereka yang berkepentingan dalam hal
itu.
Pasal
287
Dilarang
menyelidiki siapa bapak seorang anak. Namun dalam hal kejahatan tersebut dalam
Pasal 285
sampai
dengan 288, 294, dan 332 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, bila saat
dilakukannya
kejahatan
itu bertepatan dengan saat kehamilan perempuan yang terhadapnya dilakukan kejahatan
itu, maka atas gugatan pihak yang berkepentingan orang yang bersalah boleh
dinyatakan sebagai bapak anak itu.
Pasal
288
Menyelidiki
siapa ibu seorang anak, diperkenankan. Namun dalam hal itu, anak wajib
melakukan pembuktian dengan saksi-saksi kecuali bila telah ada bukti permulaan
tertulis.
Pasal
289
Tiada
seorang anak pun diperkenankan menyelidiki siapa bapak atau ibunya, dalam
hal-hal di
mana
menurut Pasal 283 pengakuan tidak boleh dilakukan.
BAB XIII
KEKELUARGAAN SEDARAH DAN SEMENDA
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur
Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal
290
Kekeluargaan
sedarah adalah pertalian kekeluargaan antara orang-orang di mana yang seorang adalah
keturunan dan yang lain, atau antara orang-orang yang mempunyai bapak asal yang
sama.
Hubungan
kekeluargaan sedarah dihitung dengan jumlah kelahiran, setiap kelahiran disebut
derajat.
Pasal
291
Urusan
derajat yang satu dengan derajat yang lain disebut garis. Garis lurus adalah
urutan derajat antara orang-orang, di mana yang satu merupakan keturunan yang
lain, garis menyimpang ialah urutan derajat antara orang-orang,di
mana yang seorang bukan keturunan dari yang lain tetapi mereka mempunyai bapak
asal yang sama.
Pasal
292
Dalam
garis lurus, dibedakan garis lurus ke bawah dan garis lurus ke atas. Yang
pertama merupakan hubungan antara bapak asal dan keturunannya dan yang terakhir
adalah hubungan antara seorang dan mereka yang menurunkannya.
Pasal
293
Dalam
garis lurus derajat-derajat antara dua orang dihitung menurut banyaknya
kelahiran; dengan demikian, dalam garis ke bawah, seorang anak, dalam pertalian
dengan bapaknya ada
dalam
derajat pertama, seorang cucu ada dalam derajat kedua, dan demikianlah
seterusnya; sebaliknya dalam garis ke atas, seorang bapak dan seorang kakek,
sehubungan dengan anak dan cucu, ada dalam derajat pertama dan kedua, dan demikianlah
seterusnya.
Pasal
294
Dalam
garis menyimpang, derajat-derajat dihitung dengan banyaknya kelahiran,
mula-mula antara keluarga sedarah yang satu dan bapak asal yang sama dan
terdekat dan selanjutnya
antara
yang terakhir ini dan keluarga sedarah yang lain; dengan demikian, dua orang
bersaudara
ada
dalam derajat kedua paman dan keponakan ada dalam derajat ketiga, saudara
sepupu ada dalam derajat keempat, dan demikian seterusnya.
Pasal
295
Kekeluargaan
semenda adalah satu pertalian kekeluar gaan karena perkawinan, yaitu pertalian
antara
salah seorang dari suami isteri dan keluarga sedarah dari pihak lain. Antara
keluarga sedarah pihak suami dan keluarga sedarah pihak isteri dan sebaliknya
tidak ada kekeluargaan semenda.
Pasal
296
Derajat
kekeluargaan semenda dihitung dengan cara yang sama seperti cara menghitung
derajat
kekeluargaan
sedarah.
Pasal
297
Dengan
terjadinya suatu perceraian, kekeluargaan semenda antara salah satu dari suami
isteri dan para keluarga sedarah dari pihak yang lain tidak dihapuskan.
BAB XIV
KEKUASAAN ORANG TUA
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur
Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
BAGIAN
1
Akibat-akibat
Kekuasaan Orang tua Terhadap Pribadi Anak
Setiap
anak, berapa pun juga umurnya, wajib menghormati dan menghargai orang tuanya. Orang
tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka yang masih di bawah umur. Kehilangan
kekuasaan orang tua atau kekuasaan wali tidak membebaskan mereka dari kewajiban
untuk memberi tunjangan menurut besarnya pendapat mereka guna membiayai pemeliharaan
dan pendidikan anak-anak mereka itu. Bagi yang sudah dewasa berlaku ketentuan-ketentuan
yang terdapat dalam Bagian 3 bab ini.
Pasal
299
Selama
perkawinan orang tuanya, setiap anak sampai dewasa tetap berada dalam kekuasaan
kedua orang tuanya, sejauh kedua orang tua tersebuttidak dilepaskan atau
dipecat dari kekuasaan itu.
Pasal
300
Kecuali
jika terjadi pelepasan atau pemecatan dan berlaku ketentuan-ketentuan mengenai
pisah meja dan ranjang, bapak sendiri yang melakukan kekuasaan itu. Bila bapak
berada dalam keadaan tidak mungkin untuk melakukan kekuasaan orang tua, kekuasaan
orang tua, kekuasaan itu dilakukan oleh ibu, kecuali dalam hal adanya pisah
meja dan ranjang. Bila ibu juga tidak dapat atau tidak berwenang, maka oleh
Pengadilan Negeri diangkat seorang wali sesuai dengan Pasal 359.
Pasal
301
Tanpa
mengurangi ketentuan dalam hal pembubaran perkawinan setelah pisah meja dan ranjang,
perceraian perkawinan, serta pisah meja dan ranjang, orang tua itu wajib untuk
tiap-tiap minggu, tiap-tiap bulan dan tiap-tiap tiga bulan, membayar kepada
dewan wali sebanyak yang ditetapkan oleh Pengadilan Negeri atas tuntutan dewan
itu, untuk kepentingan pemeliharaan dan pendidikan anak mereka yang di bawah umur,
pun sekiranya mereka tidak mempunyai kekuasaan orang tua atau perwalian atas anak
itu dan tidak dibebaskan atau dipecat dari itu.
Pasal
302
Bila
bapak atau ibu yang melakukan kekuasaan orang tua mempunyai alasan-alasan yang
sungguh-sungguh
untuk merasa tidak puas akan kelakuan anaknya, maka Pengadilan Negeri,
atas
permohonannya atau atas permohonan dewan wali,asal dewan ini diminta olehnya
untuk itu dan melakukannya untuk kepentingannya, boleh memerintahkan
penampungan anak itu selama waktu tertentu dalam suatu lembaga negara atau swasta
yang ditunjuk oleh Menteri Kehakiman. Penampungan ini dibiayai oleh anak itu; penampungan
itu tidak boleh diperintahkan untuk lebih lama dari enam bulan berturut-turut,
bila pada waktu penetapan itu anak belum mencapai umur empat belas tahun, atau
bila pada waktu penetapan itu dicapai umur tersebut, paling lama satu tahun dan
sekali-kali tidak boleh melewati saat dia mencapai kedewasaan. Pengadilan
Negeritidak boleh memerintahkan penampungan sebelum mendengar dewan perwalian
dan dengan tidak mengurangi ketentuan alinea pertama Pasal 303, sebelum mendengar anak itu; bila orang tua yang satu lagi tidak kehilangan
kekuasaan orang tua, maka dia pun harus didengar lebih dahulu setidak-tidaknya
dipanggil dengan sah. Alinea keempat Pasal 206 berlaku terhadap pemeriksaan
tersebut terakhir.
Pasal
303
Bila
anak itu tidak menghadap untuk didengar pada hari yang ditentukan, Pengadilan
Negeri harus menunda pemeriksaan itu sampai hari yang kemudian ditentukan, dan
harus memerintahkan agar hari itu anak dibawa kehadapannya oleh juru sita atau
polisi; penetapan ini dilaksanakan atas perintah kejaksaan; bila ternyata hari itu
anak tidak menghadap, maka Pengadilan Negeri tanpa mendengar anak, boleh
memerintahkan penampungan atau menolaknya. Dalam hal ini tidak usah diindahkan
tertib acara selanjutnya, kecuali perintah untuk
penampungan
yang tidak usah dinyatakan alasan-alasannya. Apabila Pengadilan dalam
penetapannya memutuskan, bahwa orang yang melakukan kekuasaan orang tua dan
anak itu tidak mampu membiayai penampungan itu, maka segala biaya dibebankan
kepada negara. Penetapan yang memerintahkan penampungan itu harus dilaksanakan
atas perintah kejaksaan atas permohonan orang yang melakukan kekuasaan orang
tua.
Pasal
304
Dengan
penetapan Menteri Kehakiman, anak itu sewaktu-waktu boleh dilepaskan dan
lembaga seperti yang dimaksud Pasal 302, bila alasan penampungan itu tidak ada
lagi atau bila keadaan jasmaninya atau keadaan rohaninya tidak mengizinkanuntuk
tinggal lebih lama lagi di situ. Orang yang menjalankan kekuasaan orang tua
tetap bebas untuk memperpendek waktu penampungan yang ditentukan dalam
perintah. Untuk perpanjangan, harus diindahkan lagi apa yang ditentukan dalam
Pasal 302 dan 303. Pengadilan Negeri hanya boleh memerintahkan perpanjangan itu
setiap kali untuk jangka waktu yang lebih dan enam bulan berturut-turut, perintah
itu tidak boleh diberikan sebelum kepala lembaga tempat anak tinggal waktu
permohonanuntuk perpanjangan diajukan, atau orang yang menggantikannya didengar
atas permohonanitu, jika perlu secara tertulis.
Pasal
305
Dihapus
dengan S. 1927- 31 jis. 390,421.
Pasal
306
Anak
di luar kawin yang diakui sebagai sah sama sekali berada di bawah perwalian. Pasal
298 berlaku baginya. Ketentuan Pasal 301 berlaku bagi orang yang telah mengakui
anak luar kawin yang belum dewasa, bila ía tidak melakukan kekuasaan perwalianatas
anak itu tanpa dibebaskan atau dipecat dari itu.
BAGIAN
2
Akibat-akibat
Kekuasaan Orang Tua Terhadap Barang-barang Anak
Orang
yang melakukan kekuasaan orang tua terhadap seorang anak yang masih di bawah umur,
harus mengurus barang-barang kepunyaan anak tersebut, dengan tidak mengurangi ketentuan
Pasal 237 dan alinea terakhir Pasal 319e.Ketentuan ini tidak berlaku terhadap
barang-barang yang dihibahkan atau diwasiatkan kepada anak-anak, baik dengan
akta antar yang sama-sama masih hidup maupun dengan surat wasiat, dengan
ketentuan bahwa pengurusan atas barang-barang itu akan dilakukan oleh seorang pengurus
atau lebih yang ditunjuk untuk itu di luar
orang
yang melakukan kekuasaan orang tua. Bila pengurusan yang diatur demikian,
karena alas an apa pun juga sekiranya hapus, maka barang-barang termaksud
beralih pengelolaannya kepa
da
orang yang melakukan kekuasaan orang tua. Meskipun ada pengangkatan
pengurus-pengurus khusus seperti di atas, orang yang melakukan kekuasaan orang
tua mempunyai hak untuk minta perhitungan dan pertanggungjawaban dari orang-orang
tersebut selama anaknya belum dewasa.
Pasal
308
Orang
yang berdasarkan kekuasaan orang tua wajib mengurus barang-barang anak-anaknya,
harus bertanggung jawab, baik atas hak milik barang-barang itu maupun atas
pendapatan dari barang-barang demikian yang tidak boleh dinikmatinya. Mengenai
barang-barang yang hasilnya menurut undang-undang boleh dinikmatinya, ia hanya bertanggung
jawab atas hak miliknya.
Pasal
309
Dia
tidak boleh memindahtangankan barang-barang anak-anaknya yang masih di bawah
umur, kecuali dengan mengindahkan peraturan-peraturan yang diatur dalam Bab XV
Buku Pertama
mengenai
pemindahtanganan barang-barang kepunyaan anak-anak di bawah umur.
Pasal
310
Dalam
hal-hal di mana dia mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan anak-anaknya
yang masih di bawah umur, maka anak-anak ini harus diwakili oleh pengampu khusus
yang diangkat untuk itu oleh Pengadilan Negeri.
Pasal
311
Bapak
atau ibu yang melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian, berhak menikmati
hasil
dan
barang-barang anak-anaknya yang belum dewasa. Dalam hal orang tua itu, baik
bapak maupun ibu, dilepaskan dari kekuasaan orang tua atau perwalian, kedua orang
tua itu berhak untuk menikmati hasil dan kekayaan anak-anak mereka yang masih
di bawah umur. Pembebasan bapak atau ibu yang melakukan kekuasaan orang tua
atau perwalian, sedang orang tua yang lainnya telah meninggal atau dibebaskan
atau dipecat dan kekuasaan orang tua atau perwalian tidak berakibat terhadap hak
menikmati hasil.
Pasal
312
1.hal-hal
yang diwajibkan bagi pemegang hak pakai hasil.
2.pemeliharaan
dan pendidikan anak-anak itu, sesuai dengan harta kekayaan mereka yang disebut
terakhir;
3.pembayaran
semua angsuran dan bunga atas uang pokok;
4.biaya
penguburan anak.
Pasal
313
Hak
menikmati hasil tidak terjadi:
1.terhadap
barang-barang yang diperoleh anak-anak itusendiri dari pekerjaan dan usaha sendiri:
2.terhadap
barang-barang yang dihibahkan dengan akta semasa pewaris masih hidup atau
dihibahkan
dengan wasiat kepada mereka, dengan persyaratan tegas, bahwa kedua orang tua
mereka tidak berhak menikmati hasilnya.
Pasal
314
Hak
menikmati hasil terhenti dengan kematian anak-anak itu.
Pasal
315
Bapak
atau ibu yang hidup terlama, sekiranya telah lalai untuk menyelenggarakan
pendaftaran sesuai dengan Pasal 127, oleh kelalaian itu kehilangan hak menikmati
hasil atas seluruh barang-barang kepunyaan anak-anaknya yang masih di bawah umur.
Pasal
316
Dihapus
dengan S. 1927 - 31 jis. 390,421.
Pasal
317
Dihapus
dengan S. 1927 - 31 jis. 390,421.
Pasal
318
Bila
hak menikmati hasil itu hilang berdasarkan Pasal 315, Pengadilan Negeri
menetapkan pembayaran kepada orang tua yang hidup terlama suatu tunjangan
tahunan dan pendapatan anak-anaknya agar dipergunakan untuk mengajukan pendidikan
mereka selama mereka masih di bawah umur.
Pasal
319
Bapak
atau ibu anak-anak di luar kawin yang diakui secara sah, tidak mempunyai hak menikmati
hasil atas barang-barang kepunyaan anak-anak itu.
BAGIAN
2A
Pembebasan
dan Pemecatan dan Kekuasaan Orang tua (Tidak Berlaku Bagi Golongan
Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal
319a
Bapak
atau ibu yang melakukan kekuasaan orang tua dapat dibebaskan dan kekuasaan
orang tua, baik terhadap semua anak-anak maupun terhadap seorang anak atau
lebih, atas permohonan dewan perwalian atau atas tuntutan kejaksaan, bila
ternyata bahwa dia tidak cakap atau tidak mampu memenuhi kewajibannya untuk memelihara
dan mendidik anak-anaknya dan kepentingan anak-anak itu tidak berlawanan dengan
pembebasan ini berdasarkan hal lain. Bila Hakim menganggap perlu untuk
kepentingan anak-anak, masing-masing dan orang tua, sejauh belum kehilangan
kekuasaan orang tua, boleh dipecat dan kekuasaan orang tua, baik terhadap semua
anak maupun terhadap seorang anak atau lebih, atas permohonan orang tua yang
lainnya atau salah seorang keluarga sedarah atau semenda dan anak-anak itu,
sampai dengan derajat keturunan keempat, atau dewan perwalian, atau Kejaksaan
atas dasar:
1.menyalahgunakan
kekuasaan orang tua atau terlalu mengabaikan kewajiban memelihara dan mendidik
seorang anak atau lebih;
2.berkelakuan
buruk;
3.dijatuhi
hukuman yang tidak dapat ditarik kembali karena sengaja ikut serta dalam suatu
kejahatan
dengan seorang anak yang masih di bawah umur yang ada dalam kekuasaannya;
4.dijatuhi
hukuman yang tidak dapat ditarik kembali karena melakukan kejahatan yang tercantum
dalam Bab 13, 14, 15, 18, 19, dan 20, Buku Kedua Kitab Undang-undang Hukum
Pidana, terhadap seorang di bawah umur yang ada dalam kekuasaannya;
5.dijatuhi
hukuman badan yang tidak dapat ditarik kembali untuk dua tahun atau lebih.
6.Dalam
pasal ini pengertian kejahatan meliputi juga keikutsertaan membantu dan percobaan
melakukan kejahatan.
Pasal
319b
Permohonan
atau tuntutan yang dimaksud dalam pasal yang lalu, harus memuat peristiwa-peristiwa
dan keadaan-keadaan yang menjadi dasarnya, dan diajukan bersama dengan surat-surat
yang diperlukan sebagai bukti kepada Pengadilan Negeri di tempat tinggal orang
tua yang dimintakan pembebasannya atau pemecatannya, atau bila tidak ada tempat
tinggal yang demikian, kepada pengadilan negeri di tempat tinggalnya yang terakhir,
atau bila permohonan atau tuntutan itu mengenai pembebasan atau pemecatan salah
seorang dan orang tua yang diserahi tugas melakukan kekuasaan orang tua setelah
pisah meja dan ranjang. Dalam
permohonan
atau tuntutan itu oleh Panitera Pengadilan harus dicatat terlebih dahulu pengajuannya.
Kemudian salinan permohonan atau tuntutan itu beserta surat-surat tersebut di
atas
harus disampaikan secepatnya oleh panitera Pengadilan Negeri kepada dewan
perwalian, kecuali bila permohonan atau tuntutan untuk pelepasan atau pemecatan
itu diajukan oleh
dewan
perwalian sendiri. Dalam permohonan atau tuntutan akan pembebasan, sedapat-dapatnya
diberitahukan juga dengan cara bagaimana kekuasaan orang tua atau perwaliannya harus
diatur, dan dalam setiap permohonan atau tuntutan termaksud dalam pasal yanglalu,
harus disebut juga nama kedua orang tua, tempat tinggal dan tempat kediaman
mereka sejauh hal ini diketahui, nama dan tempat tinggal keluarga sedarah atau
semenda, yang menurut Pasal 333 harus dipanggil, demikian pula
nama dan tempat tinggal para saksi yang sekiranya dapat membuktikan peristiwa-peristiwa
yang dikemukakan dalam permohonan atau tuntutan tersebut. Pembebasan tidak
boleh diperintahkan, bila orang yang melakukan kekuasaan orang tua menentangnya.
Pasal
319c
Pengadilan
Negeri mengambil keputusan, setelah mendengar atau memanggil dengan sah kedua
orang tua dan keluarga sedarah atau semenda anak itu dan setelah mendengar
dewan perwalian. Pengadilan Negeri boleh memerintahkan supaya saksi-saksi yang
ditunjuk dan dipilih olehnya, baik dari keluarga sedarah atau semenda maupun
dan luar mereka, dipanggil untuk didengar di bawah sumpah. Bila kedua orang tua
atau saksi-saksi yang harus didengar bertempat tinggal di luar daerah hukum
pengadilan negeri, maka tugas mendengar itu boleh dilimpahkan dengan cara
seperti yang ditentukan bagi keluarga sedarah atau semenda dalam Pasal 333.
Anak
kalimat terakhir alinea keempat Pasal 206 berlaku juga bagi kedua orang tua.
Pasal
319d
Semua
panggilan dilakukan dengan cara seperti yang ditentukan dalam Pasal 333 bagi
keluarga sedarah dan semenda, tetapi bila harus dilakukan panggilan terhadap
seseorang yang tempat tinggalnya tidak diketahui, hal itu harus segera dipasang
oleh Panitera dalam satu atau beberapa
surat
kabar yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri itu. Panggilan terhadap orang yang pembebasannya
atau pemecatannya dan kekuasaan orangtua dimohon atau dituntut, harus disertai
keterangan singkat tentang isi permohonan atau tuntutan itu, kecuali bila
tempat tinggalnya tidak diketahui. Bila perlu Pengadilan Negeri boleh juga
mendengar orang-orang selain mereka yang telah ditunjuk, sebagai saksi di bawah
sumpah, pula orang-orang yang telah menghadap pada hari yang ditentukan itu,
dan boleh pula menetapkan akanmemeriksa saksi-saksi lebih lanjut; saksi-saksi
terakhir ini harus ditunjuk dalam penetapan itu dan harus dipanggil dengan cara
yang sama.
Pasal
319e
Selama
pemeriksaan, setiap penduduk Indonesia yang berwenang untuk melakukan perwalian
itu dan setiap pengurus perkumpulan, yayasan dan lembaga amal boleh mengajukan permohonan
kepada pengadilan negeri supaya ditugaskan memangku perwalian itu. Pengadilan Negeri
boleh memerintahkan pemanggilan mereka untuk didengar tentang surat permohonan itu.
Alinea keempat Pasal 206 berlaku terhadap pemeriksaan orang-orang tersebut. Jika
permohonan atau tuntutan itu dikabulkan, suami atau isteri orang yang
dibebaskan atau dipecat dan kekuasaan orang tua, dengan sendirinya menurut
hukum harus melakukan kekuasaan orang tua, kecuali bila dia juga telah dibebaskan
atau dipecat. Namun demikian, atas permohonan dewan perwalian, at
au
atas tuntutan Kejaksaan atau karena jabatan, Pengadilan Negeri boleh
membebaskannya juga dan kekuasaan orang tua, bila ada alasan untuk itu.
Terhadap pembebasan mi berlaku alinea terakhir Pasal 319b. Bila terjadi
pembebasan seperti itu, demikian pula bila suami atau isterinya juga telah dibebaskan
atau dipecat dan kekuasaan orang tua, maka pengadilan negeri harus mengadakan perwalian
bagi anak-anak yang terlepas dan kekuasaan orang tua. Dalam
penetapan tentang pembebasan atau pemecatan itu, orang tua yang kehilangan kekuasaan
orang tua, harus dijatuhi hukuman memberikan perhitungan dan pertanggungjawaban
kepada isterinya atau suaminya, atau kepada dewan perwalian. Bila anak-anak
yang diserahkan kepada kekuasaan orang tua atau perwalian beberapa orang, mempunyai
hak milik bersama atas barang-barang makaPengadilan Negeri boleh menunjuk
salah
seorang dan mereka atau orang lain untuk mengurus barang-barang itu, dengan
jaminan-
jaminan
yang ditetapkan Pengadilan Negeri, sampai diadakan pemisahan dan pembagian menurut
Bab 17 Buku Kedua.
Pasal
319f
Pemeriksaan
perkara ini berlangsung dalam sidang tertutup. Keputusan beserta
alasan-alasannya harus diucapkan di muka umum sesegera mungkin setelah pemeriksaan
terakhir; keputusan ini boleh dinyatakan dapat dilaksanakan segera meskipun ada
perlawanan atau banding, dengan atau tanpa jaminan,dan semuanya atas naskah
aslinya. Bila orang yang dimohon atau dituntut pembebasannya atau pemecatannya
itu atas panggilan tidak datang, maka ia boleh mengajukan perlawanan dalam tiga
puluh hari setelah keputusan atau akta yang dibuat berdasarkan hal itu atau
yang dibuat untuk melaksanakan hal itu disampaikan kepadanya, atau setelah ia
melakukan suatu perbuatan yang tak dapat tidak memberi kesimpulan bahwa
keputusan atau permulaan pelaksanaannya telah diketahui olehnya. Orang yang
permohonannya atau Kejaksaan yang tuntut
annya
untuk pembebasan atau pemecatan dan kekuasaan orang tua ditolak, dan orang yang
dibebaskan atau dipecat dan kekuasaan orang tua kendati telah menghadap setelah
dipanggil, demikian pula orang yang perlawanannya ditolak, boleh naik banding dalam
waktu tiga puluh hari setelah keputusan diucapkan. Bila tujuan permohonan atau
tuntutan itu adalah pem
bebasan
atau pemecatan dan kekuasaan orang tua, maka selama pemeriksaan Pengadilan
Negeri bebas untuk menghentikan sementara pelaksanaan, kekuasaan orang tua,
seluruhnya atausebagian dan menyerahkan wewenang atas diri dan barang-barang
anak-anak itu, sekiranya Pengadilan Negeri menganggap hal itu perlu, kepada
suami atau isteri orang yang digugat, atau k
epada
orang yang ditunjuk oleh dewan perwalian, atau kepada dewan perwalian. Terhadap
penetapan termaksud dalam alinea yang lalutidak diperkenankan mengajukan perlawanan
atau naik banding. Penetapan itu tetap berlaku sampai keputusan tentang
pemecatan memperoleh kekuatan hukum yang pasti. Biaya untuk pemeliharaan dan
pendidikan anak-anak di bawah umur, yang menurut alinea kelima harus
dikeluarkan oleh orang yang ditunjuk o
leh
pengadilan negeri, atau oleh dewan perwalian, boleh diambil dan harta kekayaan
dan pen
dapatan
anak-anak yang masih di bawah umur, dan jika anak-anak itu tidak mampu, dan
harta kekayaan dan pendapatan orang tua mereka; kedua orang tua ini bertanggung
jawab atas
biaya-biaya
itu secara tanggung-menanggung. Orang yang mengajukan tuntutan di muka Hakim
untuk perhitungan dan pertanggungjawaban demikian, harus dianggap telah
mendapat izin dan Hakim untuk beperkara secara cuma-cuma. Ketentuan ini tidak berlaku
bagi orang yang pernah mengajukan tuntutan demikian tetapi ditolak tuntutannya.
Pasal
319g
Pasal
11
Tiada
seorang pun diperbolehkan mengubah nama depan atau menambahkan nama depan
pada
namanya, tanpa izin Pengadilan Negeri tempat tinggalnya atas permohonan untuk
itu, setelah mendengar jawaban Kejaksaan.
Pasal
12
Bila
Pengadilan Negeri mengizinkan penggantian atau penambahan nama depan, maka
surat
penetapannya
harus disampaikan kepada Pegawai Catatan Sipil tempat tinggal si pemohon, dan
pegawai itu harus membukukannya dalam daftar yang sedang berjalan, dan
mencatatnya pula pada margin akta kelahiran.
BAGIAN
3
Pembetulan
Akta Catatan Sipil dan Penambahannya (Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing
Bukan Tionghoa, dan Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal
13
Bila
daftar tidak pernah ada, atau telah hilang dipalsui, diubah, robek,
dimusnahkan, digelapkan atau dirusak, bila ada akta yang tidak terdapat dalam
daftar itu atau bila dalam akta yang dibukukan terdapat kesesatan, kekeliruan
atau kesalahan lain maka hal-hal itu dapat
menjadi
dasar untuk mengadakan penambahan atau perbaikan dalam daftar itu.
Pasal
14
Permohonan
untuk itu hanya dapat diajukan kepada Pengadilan Negeri, yang di daerah
hukumnya
daftar-daftar itu diselenggarakan atau seharusnya diselenggarakan dan untuk itu
Pengadilan
Negeri akan mengambil keputusan setelah mendengar kejaksaan dan pihak-pihak
yang berkepentingan bila ada cukup alasan dan dengan tidak mengurangi
kesempatan banding.
Pasal
15
Keputusan
ini hanya berlaku antara pihak-pihak yang telah memohon atau yang pernah
dipanggil.
Pasal
16
Semua
keputusan tentang pembetulan atau penambahan pada akta, yang telah memperoleh
kekuatan
tetap, harus dibuktikan oleh Pegawai Catatan Sipil dalam daftar-daftar yang
sedang
berjalan
segera setelah diterbitkan dan bila ada perbaikan hal itu harus diberitakan
pada margin akta yang diperbaiki, sesuai dengan ketentuan-ketentuan Reglemen
tentang Catatan Sipil.
BAB III
TEMPAT TINGGAL ATAU DOMISILI
(Berlaku
Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa,dan Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal
17
Setiap
orang dianggap bertempat tinggal di tempat yang dijadikan pusat kediamannya.
Bila tidak ada tempat kediaman yang demikian, maka tempat kediaman yang
sesungguhnya dianggap sebagai tempat tinggalnya.
Pasal
18
Perubahan
tempat tinggal terjadi dengan pindah rumah secara nyata ke tempat lain disertai
niat untuk menempatkan pusat kediamannya di sana.
Pasal
19
Niat
itu dibuktikan dengan menyampaikan pernyataan kepada Kepala Pemerintahan, baik
di tempat yang ditinggalkan, maupun di tempat tujuan pindah rumah kediaman.
Bila tidak ada
pernyataan,
maka bukti tentang adanya niat itu harus disimpulkan dari keadaan-keadaannya.
Pasal
20
Mereka
yang ditugaskan untuk menjalankan dinas umum, dianggap bertempat tinggal di
tempat mereka melaksanakan dinas.
Pasal
21
Seorang
perempuan yang telah kawin dan tidak pisah meja dan ranjang, tidak mempunyai
tempat
tinggal lain daripada tempat tinggal suaminya; anak-anak di bawah umur
mengikuti
tempat
tinggal salah satu dan kedua orang tua mereka yang melakukan kekuasaan orang
tua
atas
mereka, atau tempat tinggal wali mereka; orang-orang dewasa yang berada di
bawah
pengampuan
mengikuti tempat tinggal pengampuan mereka.
Pasal
22
Dengan
tidak mengurangi ketentuan dalam pasal yang lalu, buruh mempunyai tempat
tinggal
di
rumah majikan mereka bila mereka tinggal serumah dengannya.
Pasal
23
Yang
dianggap sebagai rumah kematian seseorang yang meninggal dunia adalah rumah
tempat
tinggalnya
yang terakhir.
Pasal
24
Dalam
suatu akta dan terhadap suatu soal tertentu, kedua pihak atau salah satu pihak
bebas untuk memilih tempat tinggal yang lain daripada tempat tinggal yang
sebenarnya. Pemilihan itu dapat dilakukan secara mutlak, bahkan sampai meliputi
pelaksanaan putusan Hakim, atau dapat dibatasi sedemikian rupa sebagaimana
dikehendaki oleh kedua pihak atau salah satu pihak. Dalam hal ini surat-surat
juru sita, gugatan-gugatan atau tuntutan-tuntutan yang tercantum atau termaksud
dalam akta itu boleh dilakukan di tempat tinggal yang dipilih dan di muka Hakim
tempat tinggal itu.
Pasal
25
Bila
hal sebaliknya tidak disepakati, masing-masing pihak boleh mengubah tempat
tinggal yang
dipilih
untuk dirinya, asalkan tempat tinggal yang baru tidak lebih dan sepuluh pal
jauhnya dari
tempat
tinggal yang lama dan perubahan itu diberitahukan kepada pihak yang lain /
pihak lawan.
BAB IV
PERKAWINAN
(Tidak
Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku BagiGolongan Tionghoa)
v Ketentuan Umum
Pasal
26
Undang-undang
memandang soal perkawinan hanya dalam hubungan-hubungan perdata.
·
BAGIAN
1
Syarat-syarat
dan Segala Sesuatu yang Harus dipenuhi untuk Dapat Melakukan Perkawinan
(Tidak
Berlaku Bagi Golongan Timur Asing, Tetapi Berlaku bagi Golongan Tionghoa)
Pasal
27
Pada
waktu yang sama, seorang lelaki hanya boleh terikat perkawinan dengan satu
orang
perempuan
saja; dan seorang perempuan hanya dengan satu orang lelaki saja.
Pasal
28
Asas
perkawinan menghendaki adanya persetujuan bebas dan calon suami dan calon
istri.
Pasal
29
Laki-laki
yang belum mencapai umur delapan belas tahun penuh dan perempuan yang belum
mencapai
umur lima belas tahun penuh, tidak diperkenankan mengadakan perkawinan. Namun
jika ada alasan-alasan penting, Presiden dapat menghapuskan larangan ini dengan
memberikan dispensasi.
Pasal
30
Perkawinan
dilarang antara mereka yang satu sama lainnya mempunyai hubungan darah dalam garis
ke atas maupun garis ke bawah, baik karena kelahiran yang sah maupun karena
kelahiran yang tidak sah, atau karena perkawinan; dalam garis ke samping,
antara kakak beradik laki perempuan, sah atau tidak sah.
Pasal
31
Juga
dilarang perkawinan:
1.
antara
ipar laki-laki dan ipar perempuan, sah atau tidak sah, kecuali bila suami atau
istri yang menyebabkan terjadinya periparan itu telah meninggal atau bila atas
dasar ketidak hadiran sisuami atau si istri telah diberikan izin oleh Hakim
kepada suami atau istri yang tinggal untuk melakukan perkawinan lain;
2.
antara
paman dan atau paman orang tua dengan kemenakan perempuan kemenakan, demikian
pula antara bibi atau bibi orang tua dengan kemenakan laki-laki kemenakan, yang
sah atau tidak sah. Jika ada alasan-alasan penting, Presiden dengan memberikan
dispensasi, berkuasa menghapuskan larangan yang tercantum dalam pasal ini.
antara
paman dan atau paman orang tua dengan kemenakan perempuan kemenakan, demikian pula
antara bibi atau bibi orang tua dengan kemenakan laki-laki kemenakan, yang sah
atau tidak sah. Jika ada alasan-alasan penting, Presiden dengan memberikan
dispensasi, berkuasa menghapuskan larangan yang tercantum dalam pasal ini.
Pasal
32
Seseorang
yang dengan keputusan pengadilan telah dinyatakan melakukan zina, sekali-kali
tidak diperkenankan kawin dengan pasangan zinanya itu.
Pasal
33
Antara
orang-orang yang perkawinannya telah dibubarkan sesuai dengan ketentuan Pasal
199 nomor 3° atau 4°, tidak diperbolehkan untuk kedua kalinya dilaksanakan
perkawinan kecuali setelah lampau satu tahun sejak pembubaran perkawinan mereka
yang didaftarkan dalam daftar Catatan Sipil. Perkawinan lebih lanjut antara
orang-orang yang sama dilarang.
Pasal
34
Seorang
perempuan tidak diperbolehkan melakukan perkawinan baru, kecuali setelah lampau
jangka waktu tiga ratus hari sejak pembubaran perkawinan yang terakhir.
Pasal
35
Untuk
melaksanakan perkawinan, anak sah di bawah umur memerlukan izin kedua orang tuanya.Akan
tetapi bila hanya salah seorang dan mereka memberi izin dan yang lainnya telah
dipecat dan kekuasaan orang tua atau perwalian atas anak itu, maka Pengadilan
Negeri di daerah tempat tinggal anak itu, atas permohonannya,berwenang memberi
izin melakukan perkawinan itu, setelah mendengar atau memanggil dengan sah
mereka yang izinnya menjadi syarat beserta keluarga sedarah atau
keluarga-keluarga semenda. Bila salah satu orang tua telah meninggal atau
berada dalam keadaan tak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin cukup diperoleh
dan orang tua yang lain.
Pasal
36
Selain izin yang diharuskan dalam pasal yang lalu, anak-anak
sah yang belum dewasa memerlukan juga izin dan wali mereka, bila yang melakukan
perwalian adalah orang lain daripada bapak atau ibu mereka; bila izin itu
diperbolehkan untuk kawin dengan wali itu atau dengan salah satu dan keluarga
sedarahnya dalam garis lurus, diperlukan izin dan wali pengawas. Bila wali atau
wali pengawas atau bapak atau ibu yang telah dipecat dan kekuasaan orang tua atau
perwaliannya, menolak memberi izin atau tidak dapat menyatakan kehendaknya,
maka berlakulah alinea kedua pasal yang
lalu, asalkan orang tua yang tidak dipecat dan kekuasaan orang tua atau
perwaliannya atas anaknya telah memberikan izin itu.
Pasal
37
Bila bapak atau ibu telah meninggal
atau berada dalam keadaan tidak mampu menyatakan
kehendak mereka, maka mereka
masing-masing harus di gantikan oleh orang tua mereka,
sejauh mereka masih hidup dan tidak
dalam keadaan yang sama. Bila orang lain daripada orang-orang yang disebut di
atas melakukan perwalian atas anak-anak di bawah umur itu, maka dalam hal
seperti yang dimaksud dalam alinea yang lalu, si anak memerlukan lagi izin dari
wali atau alinea dua pasal ini ada perbedaan pendapat atau wali pengawas,
sesuai dengan perbedaan kedudukan yang dibuat dalam pasal yang lalu. Alinea kedua
Pasal 35 berlaku, bila antara mereka yang izinnya diperlukan menurut alinea
satu atau alinea dua pasal ini ada perbedaan pendapat atau bila salah satu atau
lebih tidak menyatakan pendiriannya.
Pasal
38
Bila bapak dan ibu serta kakek dan
nenek si anak tidak ada, atau bila mereka semua berada dalam keadaan tak mampu
menyatakan kehendak mereka,anak sah yang masih di bawah umur tidak boleh
melakukan perkawinan tanpa izin wali dan wali pengawasnya. Bila baik wali
maupun wali pengawas, atau salah seorang dari mereka, menolak untuk memberi
izin atau tidak menyatakan
pendirian, maka Pengadilan Negeri di daerah tempat tinggal anak yang masih di
bawah umur, atas permohonannya berwenang memberi izin untuk melakukan
perkawinan, setelah mendengar atau memanggil dengan sah wali, wali pengawas dan
keluarga sedarah atau keluarga semenda.
Pasal
39
Anak luar kawin yang diakui sah,
selama masih di bawah umur, tidak boleh melakukan
perkawinan tanpa izin bapak dan ibu
yang mengakuinya, sejauh kedua-duanya atau salah
seorang masih hidup dan tidak berada
dalam keadaan tak mampu menyatakan kehendak mereka. Bila semasa hidup bapak
atau ibu yang mengakuinya orang lain yang melakukan perwalian atas anak itu,
maka harus pula diperoleh izin dari wali itu atau dan wali pengawas bila izin
itu diperlukan untuk perkawinan dengan wali itu sendiri atau dengan salah
seorang dan keluarga sedarah dalam garis lurus. Bila terjadi perselisihan
pendapat antara mereka yang izinnya diperlukan menurut alinea pertama dan kedua,
dan salah seorang atau lebih menolak memberi izin itu, maka Pengadilan Negeri
di daerah hukum tempat tinggal anak yang di bawah umur itu, atas permohonan si
anak, berkuasa memberi izin untuk melakukan perkawinan, setelah mendengar atau
memanggil dengan sah mereka yang izinnya diperlukan. Bila baik bapak ataupun
ibu yang mengakui anak di bawah umur itu telah meninggal atau berada dalam keadaan
tidak mampu menyatakan kehendaknya, diperlukan izin dari wali dan wali
pengawas. Bila kedua-duanya atau salah seorang menolak untuk memberi izin, atau
tidak menyatakan pendirian, maka berlaku Pasal 38 alinea kedua, kecuali apa
yang ditentukan di situ mengenai keluarga sedarah atau keluarga semenda.
Pasal
40
Anak
tidak sah yang tidak diakui, tidak boleh melakukan perkawinan tanpa izin wali
atau wali
pengawas,
selama ia masih di bawah umur. Bila kedua-keduanya, atau salah seorang, menolak
untuk memberikan izin atau untuk menyatakan pendirian, Pengadilan Negeri di
daerah hukum tempat tinggal anak yang masih di bawah umur itu, atas permohonannya,
berkuasa
memberikan
izin untuk itu, setelah mendengar atau memanggil dengan sah wali atau wali
pengawas si anak.
Pasal
41
Penetapan-penetapan
Pengadilan Negeri dalam hal-hal yang termaksud dalam enam pasal yang
lalu,
diberikan tanpa bentuk hukum acara. Penetapan-penetapan itu, baik yang
mengabulkan permohonan izin, maupun yang menolak, tidak dapat dimohonkan
banding. Mendengar mereka yang izinnya diperlukan seperti yang termaksud dalam
enam pasal yang lalu. bila mereka bertempat tinggal di luar kabupaten tempat
kedudukan pengadilan negeri itu, boleh dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri di
tempat tinggal atau tempat kedudukan mereka, Pengadilan Negerimi akan
menyampaikan berita acaranya kepada Pengadilan Negeri yang disebut pertama.
Pemanggilan mereka yang izinnya diperlukan. dilakukan dengan cara seperti yang
ditentukan dalam Pasal 333 tentang keluarga sedarah dan keluarga semenda. Mereka
yang disebut pertama,ataupun mereka yang disebut terakhir, boleh mewakilkan
diri dengan cara seperti yang tercantum dalam Pasal 334.
Pasal
42
Anak
sah yang telah dewasa, tetapi belum genap tiga puluh tahun, juga wajib untuk
memohon
izin
bapak dan ibunya untuk melakukan perkawinan. Bila ia tidak memperoleh izin itu,
Ia boleh memohon perantaraan Pengadilan Negeri tempat tinggalnya dan dalam hal
itu harus diindahkan ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal berikut.
Pasal
43
Dalam
waktu tiga minggu, atau dalam jangka waktu yang lain jika dianggap perlu oleh
Pengadilan Negeri, terhitung dari hari pengajuan surat permohonan itu,
Pengadilan harus berusaha menghadapkan bapak dan ibu, beserta anak itu, agar
dalam suatu sidang tertutup kepada mereka diberi penjelasan-penjelasan yang
dianggap berguna oleh pengadilan demi kepentingan masing-masing. Mengenai
pertemuan pihak-pihak tersebut harus dibuat berita acara tanpa mencantumkan
alasan-alasan yang mereka kemukakan.
Pasal
44
Bila
baik pihaknya maupun ibunya tidak hadir, perkawinan dapat dilangsungkan dengan
penunjukan akta yang memperlihatkan ketidakhadiran itu.
Pasal
45
Bila
anak itu tidak hadir, maka perkawinannya tidak dapat dilaksanakan, kecuali
sesudah permohonan diajukan sekali lagi untuk perantaraan pengadilan.
Pasal
46
Bila, sesudah anak itu dan kedua orang tuanya atau salah
satu orang tua hadir, kedua orang tua itu atau salah seorang tetap menolak,
maka perkawinan tidak boleh dilaksanakan bila belum lampau tiga bulan terhitung
dari hari pertemuan itu
Pasal
47
Ketentuan-ketentuan
dalam lima pasal terakhir ini juga berlaku untuk anak tak sah terhadap bapak
dan ibu yang mengakuinya.
Pasal
48
Sekiranya
kedua orang tua atau salah satu tidak berada di Indonesia, Presiden berkuasa
memberi dispensasi dan kewajiban-kewajiban yang tercantum dalam Pasal 42 sampai
dengan Pasal 47
Pasal
49
Dalam
pengertian ketidakmungkinan bagi para orang tua atau para kakek nenek untuk member
izin kepada anak di bawah umur untuk melakukan perkawinan, dalam hal-hal yang diatur
dalam Pasal 35,37 dan 39, sekali-kali tidak termasuk ketidakhadiran
terus-menerus atau sementara di Indonesia.
BAGIAN 2
Acara yang Harus Mendahului
Perkawinan (Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing. Bukan Tionghoa, dan Bagi
Golongan Tionghoa)
Pasal
50
Semua
orang yang hendak melangsungkan perkawinan, harus memberitahukan hal itu kepada
Pegawai Catatan Sipil di tempat tinggal salah satu pihak.
Pasal
51
Pemberitahuan
ini harus dilakukan, baik secara langsung, maupun dengan surat yang dengan
cukup jelas memperlihatkan niat kedua calon suami-istri, dan tentang
pemberitahuan itu harus dibuat sebuah akta oleh Pegawai Catatan Sipil.
Pasal
52
Sebelum
pelaksanaan perkawinan itu, Pegawai Catatan Sipil harus mengumumkan hal itu dan
menempel surat pengumuman pada pintu utama gedung tempat penyimpanan
daftar-daftar Catatan Sipil itu. Surat itu harus tetap tertempel selama sepuluh
hari. Pengumuman itu tidak boleh dilangsungkan pada hari Minggu yang disamakan dengan
hari Minggu dalam hal ini ialah
hari
Tahun Baru, hari Paskah kedua dan Pantekosta, hari Natal, hari Kenaikan Isa
Almasih, dan hari Mi'raj Nabi Muhammad s. a. w.
Surat
pengumuman ini harus memuat :
1.
nama,
nama depan, umur, pekerjaan dan tempat tinggal calon suami istri, dan, bila
mereka sebelumnya pernah kawin, nama suami atau istri mereka yang dulu.
2. hari, tempat dan jam terjadinya
pengumuman. Surat itu ditandatangani oleh Pegawai Catatan Sipil itu.
Pasal
53
Bila
kedua calon suami isteri tidak bertempat tinggal dalam wilayah Catatan Sipil
yang sama,
maka
pengumuman itu akan dilakukan oleh Pegawai Catatan Sipil di tempat tinggal
masing-masing pihak.
Pasal
54
Bila
calon suami isteri belum sampai enam bulan penuh bertempat tinggal dalam daerah
suatu
Catatan
Sipil, pengumumannya harus juga dilakukan oleh Pegawai Catatan Sipil di tempat
tinggal mereka yang terakhir. Bila ada alasan-alasan yang penting dan kewajiban
membuat pengumuman tersebut di atas boleh diberikan dispensasi oleh Kepala
Pemerintahan Daerah yang di daerahnya telah dilakukan pemberitahuan kawin.
Pasal
55
Dihapus
dengan S. 916 - 338 jo. 1917- 18.
Pasal
56
Dihapus
dengan S. 916 - 338 jo. 1917- 18.
Pasal
57
Bila
perkawinan itu belum dilangsungkan dalam waktu satu tahun, terhitung dari waktu
pengumuman, perkawinan itu tidak boleh dilangsungkan, kecuali bila sebelumnya
diadakan pengumuman lagi.
Pasal
58
Janji
kawin tidak menimbulkan hak untuk menuntut dimuka Hakim berlangsungnya
perkawinan, juga tidak menimbulkan hak untuk menuntut penggantian biaya,
kerugian dan bunga, akibat tidak dipenuhinya janji itu, semua persetujuan untuk
ganti rugi dalam hal ini adalah batal. Akan tetapi, jika pemberitahuan kawin
ini telah diikuti oleh suatu pengumuman,, maka ha! itu dapat menjadi dasar
untuk menuntut penggantian biaya, kerugian dan bunga berdasarkan
kerugian-kerugian yang nyata diderita oleh satu pihak atas barang-barangnya
sebagai akibat dan penolakan pihak yang lain; dalam pada itu tak boleh diperhitungkan
soal kehilangan keuntungan. Tuntutan ini lewat waktu dengan lampaunya waktu
delapan belas bulan, terhitung dari pengumuman perkawinan itu.
BAGIAN 3
Pencegahan Perkawinan (Tidak Berlaku
Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, dan Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal
59
Hak untuk mencegah berlangsungnya perkawinan hanya ada pada
orang-orang dari dalam hal-hal yang disebut dalam pasal-pasal berikut.
Pasal
60
Barang
siapa masih terikat perkawinan dengan salah satu pihak, termasuk jüga anak-anak
yang
lahir
dari perkawinan ini, berhak mencegah perkawinan baru yang dilaksanakan, tetapi
hanya berdasarkan perkawinan yang masih ada.
Pasal
61
Bapak
dan ibu dapat mencegah perkawinan dalam hal-hal:
1.
bila
anak mereka yang masih di bawah umur, belum mendapat izin
2.
bila
anak mereka, yang sudah dewasa tetapi belum genap tiga puluh. tahun, lalai
meminta izin mereka, dan dalam hal permohonan izin itu ditolak, lalai untuk
meminta perantaraan Pengadilan Negeri seperti yang diwajibkan menurut Pasal 42.
3.
bila
salah satu pihak, yang karena cacat mental berada dalam pengampuan, atau dengan
alasan yang sama telah dimohonkan pengampuan, tetapi atas permohonan itu belum
diambil keputusan;
4.
bila
salah satu pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk mengadakan perkawinan
dengan ketentuan-ketentuan bagian pertama bab ini;
5.
bila
pengumuman perkawinan yang menjadi syarat tidak diadakan;
6.
bila
salah satu pihak, karena sifat pemboros ditaruh di bawah pengampuan, dan
perkawinan yang hendak dilangsungkan tampaknya akanmembawa ketidak bahagiaan
bagi anak mereka.
Bila
yang menjalankan perwalian atas anak itu oranglain daripada bapak atau ibunya,
maka wali atau wali pengawasnya, bila yang disebut terakhir ini harus mengganti
si wali, mempunyai hak yang sama dalam hal-hal seperti yang tercantum dalam
nomor-nomor 1°, 3°, 4, 5 dan 6°.
Pasal
62
Dalam
hal kedua orang tua tidak ada, maka kakek nenek dan wali atau wali pengawas,
bila yang disebut terakhir ini harus mengganti si wali, berhak untuk mencegah
perkawinan dalam hal-hal seperti yang tercantum dalam nomor 3, 4, 5 dan 6°
pasal yang lalu. Kakek nenek dan wali atau wali pengawas, bila yang disebut
terakhir ini menggantikan si wali, berhak untuk mencegah perkawinan dalam
hal-hal yang tercantum pada nomor 1°, jika izin mereka menjadi syarat.
Pasal
63
Dalam
hal kakek nenek tidak ada, maka saudara laki-laki dan perempuan, paman dan
bibi, demikian pula wali dan wali pengawas, pengampu dan pengampu pengawas,
berhak mencegah perkawinan:
1.
bila
ketentuan-ketentuan Pasal 38 dan Pasal 40 mengenai memperoleh izin kawin tidak
diindahkan;
2.
karena
alasan-alasan seperti yang tercantum dalam nomor 3°,4°,5°, dan 6° Pasal 61.
Pasal
64
Suami
yang perkawinannya telah bubar karena perceraian, boleh mencegah perkawinan
bekas isterinya, bila dia hendak kawin lagi sebelum lampau tiga ratus hari
sejak pembubaran perkawinan yang dulu.
Pasal
65
Kejaksaan
wajib mencegah perkawinan yang hendak dilangsungkan dalam hal-hal yang
tercantum dalam Pasal 27 sampai dengan 34.
Pasal
66
Pencegahan
perkawinan ditangani oleh Pengadilan Negeri, yang di daerah hukumnya terletak tempat
kedudukan Pegawai Catatan Sipil yang harus melangsungkan perkawinan itu.
Pasal
67
Dalam
akta pencegahan harus disebutkan segala alasan yang dijadikan dasar pencegahan
itu, dan tidak diperkenakan mengajukan alasan baru, sejauh hal itu tidak timbul
setelah pencegahan.
Pasal
68
Dihapus
dengan S. 1937-595.
Pasal
69
Bila
pencegahan itu ditolak, para penentang boleh dikenakan kewajiban mengganti
biaya, kerugian dan bunga, kecuali jika penentang itu adalah keluarga sedarah
dalam garis ke atas dan garis ke bawah atau Kejaksaan.
Pasal
70
Bila
terjadi pencegahan perkawinan. Pegawai Catatan Sipil tidak diperkenankan untuk
melaksanakan
perkawinan itu, kecuali setelah kepadanya disampaikan suatu putusan pengadilan yang
telah mendapat kekuatan hukum tetapi atau suatu akta otentik dengan mana pencegahan
itu ditiadakan pelanggaran atas ketentuan ini kena ancaman hukuman penggantian
biaya,
kerugian dan bunga. Bila perkawinan itu dilaksanakan sebelum pencegahan itu ditiadakan,
maka perkara mengenai pencegahan itu boleh dilanjutkan, dan perkawinan bo
leh
dinyatakan batal sekiranya gugatan penentang dikabulkan.
BAGIAN 4
Pelaksanaan Perkawinan (Tidak
Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan
Tionghoa, Kecuali KUHP. 71-6°, 74, 75)
Pasal
71
Sebelum
melangsungkan perkawinan, Pegawai Catatan Sipil harus meminta agar kepadanya
diperlihatkan :
2.
akta
yang dibuat oleh Pegawai Catatan Sipil dan didaftarkan dalam daftar izin kawin,
atau akta otentik lain yang berisi izin bapak, ibu,kakek, nenek, wali atau wali
pengawas, ataupun izin yang diperoleh dan Hakim, dalam hal-hal di mana izin itu
diperlukan; Izin itu juga dapat diberikan pada akta perkawinan sendiri;
3.
dalam
hal perkawinan kedua atau perkawinan berikutnya akta perkawinan suami istri
yang dulu, atau akta perceraian, atau salinan suratizin dari Hakim yang
diberikan dalam hal pihak lain dan suami atau istri tidak ada;}
4.
akta
yang menunjukkan adanya perantaraan PengadilanNegeri;
5.
akta
kematian dan mereka yang seharusnya memberikanizin kawin;
6.
bukti,
bahwa pengumuman perkawinan itu telah berlangsung tanpa pencegahan di tempat
yang disyaratkan menurut Pasal 52 dan berikutnya, ataupun bukti bahwa
pencegahan yang dilakukan telah dihentikan;
7.
dispensasi
yang telah diberikan;
8.
izin
untuk para perwira dan tentara bawahan yang menjadi syarat untuk melakukan
perkawinan.
Pasal
72
Jika
di antara calon suami istri yang tidak dapat memperlihatkan akta kelahiran
seperti yang
disyaratkan
pada nomor 1° pasal yang lalu, maka hal ini dapat diganti dengan akta tanda
kenal lahir yang dikeluarkan oleh Kepala Pemerintahan Daerah tempat lahir atau
tempat tinggal calon suami atau istri atas keterangan dua saksi laki-laki atau perempuan,
keluarga atau bukan keluarga. Keterangan ini harus menyebutkan tempat dan waktu
kelahirannya secermat mungkin, serta sebab-sebab yang menghalanginya untuk
menunjukkan akta kelahiran. Tidak adanya akta kelahiran dapat juga diganti
dengan keterangan semacam itu di bawah sumpah yang diberikan oleh saksi-saksi
yang harus hadir pada pelaksanaan perkawinan itu, ataupun dengan keterangan
yang diberikan di bawah sumpah di hadapan pegawai Catatan Sipil oleh calon
suami atau istri, dan sumpah itu berisi,bahwa dia tidak dapat memperoleh akta kelahiran
atau akta tanda kenal lahir. Dalam akta perkawinannya, keterangan yang satu dan
yang lainnya harus dicantumkan.
Pasal
73
Bila
para pihak tidak dapat memperlihatkan akta kematian yang disebut dalam Pasal 71
nomor 5°, maka kekurangan itu dapat diperbaiki dengan cara yang sama seperti
yang tercantum dalam pasal yang lalu.
Pasal
74
Bila
Pegawai Catatan Sipil menolak untuk melangsungkan perkawinan atas dasar tidak
lengkapnya surat-surat dan keterangan-keterangan yang diharuskan oleh
pasal-pasal yang lalu, maka pihak-pihak yang berkepentingan berhak mengajukan
surat permohonan kepada Pengadilan Negeri; setelah mendengar Kejaksaan,bila ada
alasan untuk itu,dan mendengar Pegawai Catatan Sipil,Pengadilan negeri itu
secara singkat dan tanpa kemungkinan untuk banding,akan mengambil keputusan
tentang lengkap atau tidak lengkapnya surat-surat.
Pasal
75
Perkawinan tidak boleh dilangsungkan, sebelum hari kesepuluh
setelah hari pengumuman, di mana hari itu sendiri tidak termasuk. Jika ada alasan
penting Kepala Pemerintahan Daerah, yang di daerahnya telah dilakukan pemberitahuan
kawin, berkuasa memberikan dispensasi dan pengumuman dan waktu tunggu yang
diharuskan. Jika dispensasi telah diberikan, berita tentang hal itu harus
ditempel secepat-cepatnya pada pintu utama gedung yang dimaksud pada alinea
pertama Pasal 52. Dalam berita tempel itu harus disebutkan kapan perkawinan itu
akan atau dilaksanakan.
Pasal
76
Perkawinan
harus dilaksanakan di muka umum, dalam gedung tempat membuat akta Catatan Sipil,
di hadapan Pegawai Catatan Sipil tempat tinggal salah satu pihak dan dihadapan
dua orang saksi, baik keluarga maupun bukan keluarga, yang telah mencapai umur
dua puluh satu tahundan berdiam di Indonesia.
Pasal
77
Bila
salah satu pihak karena halangan yang terbukti cukup sah, tidak dapat pergi ke
gedung
tersebut,
perkawinan boleh dilangsungkan dalam sebuah rumah khusus di daerah Pegawai Catatan
Sipil yang bersangkutan. Jika terjadi hal yang demikian, maka dalam akta
perkawinan
harus
dicantumkan sebab-sebab terjadinya. Penilaian tentang sah tidaknya halangan
tersebut
dalam
pasal ini, diserahkan kepada Pegawai Catatan Sipil itu.
Pasal
78
Kedua
calon suami istri harus datang secara pribadi menghadap Pegawai Catatan Sipil
itu.
Pasal
79
Jika
ada alasan-alasan penting. Presiden berkuasa untuk mengizinkan pihak-pihak yang
bersangkutan melangsungkan perkawinan mereka dengan menggunakan seorang wakil
yang khusus diberi kuasa penuh dengan akta otentik. Bila pemberi kuasa itu,
sebelum perkawinan dilaksanakan, telah kawin dengan orang lain secara sah, maka
perkawinan yang telah berlangsung dengan wakil khusus dianggap tidak pernah
terjadi.
Pasal
80
Kedua
calon suami istri, di hadapan Pegawai Catatan Sipil dan dengan kehadiran para
saksi,
harus
menerangkan bahwa yang satu menerima yang lain sebagai suami atau istrinya, dan
bahwa dengan ketulusan hati mereka akan memenuhi kewajiban mereka, yang oleh
undang-undang ditugaskan kepada mereka sebagai suami istri
Pasal
81
Tidak
ada upacara keagamaan yang boleh diselenggarakan, sebelum kedua pihak
membuktikan
kepada
pejabat agama mereka bahwa perkawinan di hadapan Pegawai Catatan Sipil telah berlangsung.
Pasal
82
Jika
terjadi pelanggaran oleh Pegawai Catatan Sipil atas ketentuan-ketentuan dalam
bab ini,
maka
selama hal itu tidak diatur dalam aturan undang-undang hukum pidana, para
Pegawai itu
tanpa
mengurangi hak pihak-pihak yang berkepentingan untuk menuntut ganti rugi, bila
ada alasan untuk itu.
BAGIAN 5
Perkawinan-perkawinan yang
Dilaksanakan di Luar Negeri (Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing
BukanTionghoa, tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal
83
Perkawinan
yang dilangsungkan di luar negeri, baik antara sesama warga negara Indonesia, maupun
antara warga negara Indonesia dengan warga negara lain, adalah sah apabila
perkawinan
itu dilangsungkan menurut cara yang biasa di negara tempat berlangsungnyaperkawinan
itu, dan suami istri yang warga negara Indonesia tidak melanggar ketentuan-ketentuan
tersebut dalam bagian 1 Bab ini.
Pasal
84
Dalam
waktu satu tahun setelah kembalinya suami istri ke wilayah Indonesia, akta
tentang
perkawinan
mereka di luar negeri harus didaftarkan dalam daftar umum perkawinan di tempat tinggal
mereka.
BAGIAN
6
Batalnya
Perkawinan (Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Golongan Tionghoa,tetapi
Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal
85
Batalnya
suatu perkawinan hanya dapat dinyatakan oleh Hakim.
Pasal
86
Batalnya
suatu perkawinan yang dilakukan bertentangan dengan Pasal 27, dapat dituntut
oleh orang yang karena perkawinan sebelumnya terikat dengan salah seorang dan
suami istri itu, oleh suami istri itu sendiri, oleh keluarga sedarah dalam garis
ke atas, oleh siapa pun yang mempunyai kepentingan dengan batalnya perkawinan
itu, dan, oleh Kejaksaan. Bila batalnya perkawinan yang terdahulu
dipertanyakan, maka terlebih dahulu harus diputuskan ada tidaknya perkawinan
terdahulu itu.
Pasal
87
Keabsahan
suatu perkawinan yang berlangsung tanpa persetujuan bekas kedua suami istri
atau
salah
seorang dari mereka, hanya dapat dibantah oleh suami istri itu, atau oleh salah
seorang dari mereka yang memberikan persetujuan secara tidak bebas. Bila telah
terjadi kekhilafan tentang diri orang yang dikawini, keabsahan perkawinan itu
hanya dapat dibantah oleh suami atau istri yang telah khilaf itu. Dalam hal-hal
tersebut dalam pasal ini, tuntutan akan pembatalan suatu perkawinan tidak boleh
diterima, bila telah terjadi tinggal serumah terus-menerus
selama tiga bulan sejak si suami atau istri mendapat kebebasan, atau sejak
mengetahui kebebasannya.
Pasal
88
Bila
perkawinan dilakukan oleh orang yang karena cacat mental ditaruh di bawah
pengampuan,
keabsahan
perkawinan itu hanya boleh dibantah oleh bapaknya, ibunya dan keluarga sedarah dalam
garis ke atas, saudara laki-laki dan perempuan, paman dan bibinya, demikian
pula oleh pengampuannya, dan akhirnya oleh Kejaksaan. Setelah pengampuan itu
dicabut, pembatalan perkawinan hanya boleh dituntut oleh suami atau istri yang
telah ditaruh di bawah pengampuan itu, tetapi tuntutan ini pun tidak dapat
diterima bila kedua suami istri telah tinggal bersama selama enam bulan,
terhitung dari pencabutan pengampuan itu.
Pasal
89
Bila
perkawinan dilakukan oleh orang yang belum mencapai umur yang disyaratkan dalam
Pasal 29, maka pembatalan perkawinan itu boleh dituntut, baik oleh orang yang
belum cukup umur itu,maupun oleh Kejaksaan. Namun keabsahan perkawinan itu
tidak dapat dibantah:
1.
.bila
pada hari tuntutan akan pembatalan itu diajukan, salah seorang atau kedua suami
istri telah mencapai umur yang disyaratkan;
2.
bila
istri, kendati belum mencapai umur yang disyaratkan. telah hamil sebelum
tuntutan diajukan.
Pasal
90
Semua
perkawinan yang dilakukan dengan melanggar ketentuan-ketentuan dalam
pasal-pasal 30, 31, 32 dan 33, boleh dimintakan pembatalan, baik oleh suami
istri itu sendiri, maupun oleh
orang
tua mereka atau keluarga sedarah mereka dalam garis ke atas, atau oleh siapa
pun yang mempunyai kepentingan dengan pembatalan itu, ataupun oleh Kejaksaan.
Pasal
91
Bila
suatu perkawinan dilaksanakan tanpa izin bapak, ibu, kakek, nenek, wali atau
wali pengawas, maka dalam hal izin harus diperoleh ataupun wali harus didengar
menurut pasal-
pasal
36, 37, 38, 39 dan 40, pembatalan perkawinan hanya boleh dituntut oleh orang
yang harus diperoleh izinnya atau harus didengar menurut undang-undang. Para
keluarga sedarah yang izinnya disyaratkan tidak lagi boleh menuntut pembatalan perkawinan,
bila secara diam-diam,atau perkawinan itu telah berlangsung enam bulan tanpa bantahan
apa pun dan mereka terhitung sejak saat mereka mengetahui perkawinan itu. Mengenai
perkawinan yang dilangsungkan di luar negeri, pengetahuan tentang berlangsungnya
perkawinan itu tidak boleh dianggap ada, selama suami istri itu tetap Ialai
untuk mendaftarkan akta pelaksanaan perkawinan sesuai dengan ketentuanPasal 84.
Pasal
92
Perkawinan
yang dilangsungkan tidak dihadapan Pegawai Catatan Sipil yang berwenang dan tanpa
kehadiran sejumlah saksi yang disyaratkan, dapat dimintakan pembatalannya oleh
suami istri itu, oleh bapak, ibu, dan keluarga sedarah lainnya dalam garis ke
atas, dan juga oleh wali, wali pengawas, dan oleh siapa pun yang
berkepentingan dalam hal itu, dan akhirnya oleh Kejaksaan. Jika terjadi
pelanggaran terhadap Pasal 76, sejauh mengenai keadaan saksi-saksi,maka perkawinan
itu tidak mutlak harus batal; Hakimlah yang akan mengambil keputusan menurut
keadaan. Bila tampak jelas adanya hubungan selaku suami istri, dan dapat pula
diperlihatkan akta perkawinan yang dibuat di hadapan Pegawai Catatan Sipil,
maka suami istri itu tidak dapat diterima untuk minta pembatalan perkawinan
mereka menurut pasal ini.
Pasal
93
Dalam
segala hal di mana sesuai dengan pasal-pasal 85, 90 dan 92 suatu tuntutan hokum
pernyataan batal dapat dimulai oleh orang yang mempunyai kepentingan dalam ha!
itu, yang demikian tidak dapat dilakukan oleh kerabat sedarahdalam garis ke
samping oleh anak dari perkawinan lain, atau oleh orang-orang luar, selama suami
istri itu kedua-duanya masih hidup,
dan
tuntutan boleh diajukan hanya bila mereka dalam hal itu telah memperoleh atau
akan segera memperoleh kepentingan.
Pasal
94
Setelah
perkawinan dibubarkan, Kejaksaan tidak boleh menuntut pembatalannya.
Pasal
95
Suatu
perkawinan, walaupun telah dinyatakan batal, mempunyai segala akibat
perdatanya, baik
terhadap
suami isteri, maupun terhadap anak-anak mereka, bila perkawinan itu
dilangsungkan dengan itikad baik oleh kedua suami isteri itu.
Pasal
96
Bila
itikad baik hanya ada pada salah seorang dan suami isteri, maka perkawinan itu
hanya
mempunyai
akibat-akibat perdata yang menguntungkan pihak yang beritikad baik itu dan bagi
anak-anak yang lahir dan perkawinan itu. Suami atau isteri yang beritikad buruk
boleh dijatuhi
hukuman
mengganti biaya, kerugian dan bunga terhadap pihak yang lain.
Pasal
97
Dalam
ha! tersebut dalam dua pasal yang lalu, perkawinan itu berhenti mempunyai
akibat-akibat perdata, terhitung sejak hari perkawinan itu dinyatakan batal.
Pasal
98
Batalnya
suatu perkawinan tidak boleh merugikan pihak ketiga, bila dia telah berbuat dengan
itikad baik dengan suami istri itu.
Pasal
99
Tiada
suatu perkawinan pun yang harus batal bila terjadi pelanggaran terhadap
ketentuan-ketentuan pasal-pasal 34,42,46,52, dan 75, atau, kecuali apa yang
diatur dalam Pasal 77, bila perkawinan itu dilangsungkan tidak di muka umum dalam
gedung tempat akta-akta Catatan Sipil dibuat. Dalam hal-hal itu
berlakulah ketentuan Pasal 82 bagi Pegawai-pegawai Catatan Sipil. Pasal 99a Pembatalan
suatu perkawinan oleh Pengadilan atas tuntutan Kejaksaan di Pengadilan tersebut
harus didaftar dalam daftar perkawinan yang sedang berjalan oleh Pegawai
Catatan Sipil tempat perkawinan itu dilangsungkan, dengan cara yang sesuai dengan
alinea pertama Pasal 64 Reglemen tentang Catatan Sipil untuk golongan Eropaatau
alinea pertama Pasal 72 Reglemen yang sama untuk golongan Tionghoa. Tentang
pendaftaran itu harus dibuat catatan pada margin akta perkawinan. Bila
perkawinan itu berlangsung di luar Indonesia, maka pendaftarannya dilakukan di
Jakarta.
BAGIAN 7
Bukti Adanya Suatu Perkawinan (Tidak
Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan
Tionghoa)
Pasal
100
Adanya
suatu perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan cara lain daripada dengan akta
pelaksanaan
perkawinan itu yang didaftarkan dalam daftar-daftar Catatan Sipil, kecuali
dalam hal-hal yang diatur dalam pasal-pasal berikut.
Pasal
101
Bila
ternyata bahwa daftar-daftar itu tidak pernah ada, atau telah hilang, atau akta
perkawinan itu tidak terdapat di dalamnya, maka penilaian tentang cukup
tidaknya bukti-bukti tentang adanya perkawinan diserahkan kepada Hakim, asalkan
kelihatan jelas adanya hubungan selaku suami isteri.
Pasal
102
Keabsahan
seorang anak yang tidak dapat memperlihatkan akta perkawinan orang tuanya yang
sudah meninggal, tidak dapat dibantah, bila dia telah memperlihatkan
kedudukannya sebagai anak sesuai dengan akta kelahirannya, dan orang tuanya
telah hidup secara jelas sebagai suami isteri.
BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur
Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal
103
Suami
isteri wajib setia satu sama lain, saling menolong dan saling membantu.
Pasal
104
Suami isteri, dengan hanya melakukan perkawinan, telah
saling mengikatkan diri untuk memelihara dan mendidik anak mereka.
Pasal
105
Setiap
suami adalah menjadi kepala persatuan perkawinan. Sebagai kepala, ia wajib
memberi
bantuan
kepada isterinya atau tampil untuknya di muka Hakim, dengan mengingat
pengecualian-pengecualian yang diatur di bawah ini.Dia harus mengurus harta
kekayaan pribadi si isteri, kecuali bila disyaratkan yang sebaliknya. Dia harus
mengurus harta kekayaan itu sebagai seorang kepala keluarga yang baik, dan karenanya
bertanggung jawab atas segala kelalaian dalam pengurusan itu. Dia tidak
diperkenankan memindahtangankan atau
membebankan
harta kekayaan tak bergerak isterinya tanpa persetujuan si isteri.
Pasal
106
Setiap
isteri harus patuh kepada suaminya. Dia wajib tinggal serumah dengan suaminya
dan mengikutinya, di mana pun dianggapnya perlu untuk bertempat tinggal.
Pasal
107
Setiap
suami wajib menerima isterinya di rumah yang ditempatinya. Dia wajib melindungi
isterinya,
dan memberinya apa saja yang perlu, sesuai dengan kedudukan dan kemampuannya.
Pasal
108
Seorang
isteri, sekalipun ia kawin di luar harta bersama, atau dengan harta benda
terpisah, tidak dapat menghibahkan, memindahtangankan, menggadaikan, memperoleh
apa pun, baik secara cuma-cuma maupun dengan beban, tanpa bantuan suami dalam
akta atau izin tertulis. Sekalipun suami telah memberi kuasa kepada isterinya
untuk membuat akta atau perjanjian tertentu, si isteri tidaklah berwenang untuk
menerima pembayaran apa pun, atau memberi pembebasan untuk itu tanpa izin tegas
dari suami.
Pasal
109
Mengenai
perbuatan atau perjanjian, yang dibuat oleh seorang isteri karena apa saja yang
menyangkut perbelanjaan rumah tangga biasa dan sehari-hari, juga mengenai
perjanjian perburuhan yang diadakan olehnya sebagai majikan untuk keperluan
rumah tangga, undang-undang menganggap bahwa ia telah mendapat persetujuan dan
suaminya.
Pasal
110
Isteri
tidak boleh tampil dalam pengadilan tanpa bantuan suaminya, meskipun dia kawin
tidak dengan harta bersama, atau dengan harta terpisah, atau meskipun dia
secara mandiri menjalankan pekerjaan bebas.
Pasal
111
Bantuan
suami tidak diperlukan:
1.bila
si isteri dituntut dalam perkara pidana;
2.dalam
perkara perceraian, pisah meja dan ranjang, atau pemisahan harta.
Bila
suami menolak memberi kuasa kepada isterinya untuk membuat akta, atau menolak
tampil di Pengadilan, maka si isteri boleh memohon kepada Pengadilan Negeri di
tempat tinggi mereka bersama supaya dikuasakan untuk itu.
Pasal
113
Seorang
isteri yang atas usaha sendiri melakukan suatu pekerjaan dengan izin suaminya,
secara
tegas
atau secara diam-diam, boleh mengadakan perjanjian apa pun yang berkenaan
dengan
usaha
itu tanpa bantuan suaminya. Bila ia kawin dengan suaminya dengan penggabungan harta,
maka si suami juga terikat pada perjanjian itu. Bila si suami menarik kembali
izinnya, dia wajib mengumumkan penarikan kembali itu.
Pasal
114
Bila
si suami, karena sedang tidak ada atau karena alasan-alasan lain, terhalang
untuk membantu isterinya atau memberinya kuasa, atau bila ia mempunyai
kepentingan yang berlawanan, maka Pengadilan Negeri di tempat tinggal suami
isteri itu boleh memberikan wewenang kepada siisteri untuk tampil di muka
Pengadilan, mengadakan perjanjian, melakukan pengurusan, dan membuat akta-akta
lain.
Pasal
115
Pemberian
kuasa umum, pun jika dicantumkan pada perjanjian perkawinan, berlaku tidak
lebih daripada yang berkenaan dengan pengurusan harta kekayaan si isteri itu
sendiri.
Pasal
116
Batalnya
suatu perbuatan berdasarkan tidak adanya kuasa, hanya dapat dituntut oleh si
isteri,
suaminya
atau oleh para ahli waris mereka.
Pasal
117
Bila
seorang isteri, setelah pembubaran perkawinan melaksanakan perjanjian atau
akta,
seluruhnya
atau sebagian, yang telah dia adakan tanpa kuasa yang disyaratkan, maka dia
tidak berwenang untuk meminta pembatalan perjanjian atau akta itu.
Pasal
118
Isteri
dapat membuat wasiat tanpa izin suami.
BAB VI
HARTA BERSAMA MENURUT UNDANG-UNDANG
DAN PENGURUSANNYA
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur
Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
BAGIAN
1
Harta
Bersama Menurut Undang-Undang
Sejak
saat dilangsungkannya perkawinan, maka menurut hukum terjadi harta bersama
menyeluruh antarà suami isteri, sejauh tentang hal itu tidak diadakan
ketentuan-ketentuan lain dalam perjanjian perkawinan. Harta bersama itu, selama
perkawinan berjalan, tidak boleh ditiadakan atau diubah dengan suatu
persetujuan antara suami isteri.
Pasal
120
Berkenaan
dengan soal keuntungan, maka harta bersama itu meliputi barang-barang bergerak dan
barang-barang tak bergerak suami isteri itu, baik yang sudah ada maupun yang
akan ada,
juga
barang-barang yang mereka peroleh secara cuma-cuma, kecuali bila dalam hal
terakhir ini
yang
mewariskan atau yang menghibahkan menentukan kebalikannya dengan tegas.
Pasal
121
Berkenaan
dengan beban-beban, maka harta bersama itu meliputi semua utang yang dibuat oleh
masing-masing suami isteri, baik sebelum perkawinan maupun setelah perkawinan maupun
selama perkawinan.
Pasal
122
Semua
penghasilan dan pendapatan, begitu pula semua keuntungan-keuntungan dan
kerugian-
kerugian
yang diperoleh selama perkawinan, juga menjadi keuntungan dan kerugian harta bersama
itu.
Pasal
123
Semua
utang kematian, yang terjadi setelah seorang meninggal dunia, hanya menjadi
beban para ahli waris dan yang meninggal itu.
BAGIAN
2
Pengurusan
Harta Bersama (Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi
Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal
124
Hanya
suami saja yang boleh mengurus harta bersama itu. Dia boleh menjualnya,
memindahtangankannya dan membebaninya tanpa bantuan isterinya, kecuali dalam
hal yang diatur dalam Pasal 140. Dia tidak boleh memberikan harta bersama
sebagai hibah antara mereka yang sama-sama masih hidup, baik barang-barang tak
bergerak maupunkeseluruhannya atau suatu bagian atau jumlah yang tertentu dan
barang-barang bergerak, bila bukan kepada anak-anak yang lahir dan perkawinan
mereka, untuk memberi suatu kedudukan. Bahkan dia tidak boleh menetapkan ketentuan
dengan cara hibah mengenai sesuatu barang yang khusus, bila dia memperuntukkan untuk
dirinya hak pakai hasil dari barang itu.
Pasal
125
Bila
si suami tidak ada, atau berada dalam keadaan tidak mungkin untuk menyatakan kehendaknya,
sedangkan hal ini dibutuhkan segera, maka si isteri boleh mengikatkan atau memindahtangankan barang-barang dan harta bersama itu, setelah
dikuasakan untuk itu oleh Pengadilan Negeri.
BAGIAN
3
Pembubaran
Gabungan Harta Bersama dan Hak untuk Melepaskan Diri Padanya (Tidak Berlaku Bagi
Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal
126
Harta
bersama bubar demi hukum:
1.karena
kematian;
2.karena
perkawinan atas izin hakim setelah suami atau isteri tidak ada;
3.karena
perceraian;
4.karena
pisah meja dan ranjang;
5.karena
pemisahan harta. Akibat-akibat khusus dan pembubaran dalam hal-hal tersebut
pada nomor 2°, 3°, 4°, dan 5°pasal ini, diatur dalam bab-bab yang membicarakansoal
ini.
Pasal
127
Setelah
salah seorang dan suami isteri meninggal, maka bila ada meninggalkan anak yang
masih di bawah umur, pihak yang hidup terlama wajib untuk mengadakan
pendaftaran harta benda yang merupakan harta bersama dalam waktu empat bulan.
Pendaftaran harta bersama itu boleh dilakukan di bawah tangan, tetapi harus dihadiri
oleh wali pengawas. Bila pendaftaran harta bersama itu tidak diadakan, gabungan
harta bersama berlangsung terus untuk keuntungan si anak yang masih di bawah
umur dan sekali-kali tidak boleh merugikannya.
Pasal
128
Setelah
bubarnya harta bersama,. kekayaan bersama mereka dibagi dua antara suami dan
isteri, atau antara para ahli waris mereka, tanpa mempersoalkan dan pihak mana
asal barang-barang itu.
Ketentuan-ketentuan
yang tercantum dalam Bab XVII Buku Kedua, mengenai pemisahan harta peninggalan,
berlaku terhadap pembagian hartabersama menurut undang-undang.
Pasal
129
Pakaian,
perhiasan dan perkakas untuk mata pencaharian salah seorang dari suami isteri
itu, beserta buku-buku dan koleksi benda-benda kesenian dan keilmuan, dan
akhirnya surat-surat atau tanda kenang-kenangan yang bersangkutan dengan asal
usul keturunan salah seorang dari
suami
isteri itu, boleh dituntut oleh pihak asal benda itu, dengan membayar harga
yang ditaksir secara musyawarah atau oleh ahli-ahli.
Pasal
130
Setelah
pembubaran harta bersama, suami boleh ditagih atas utang dan harta bersama
seluruhnya, tanpa mengurangi haknya untuk minta penggantian setengah dan utang
itu kepada isterinya atau kepada para ahli waris si isteri.
Pasal
131
Suami
atau isteri, setelah pemisahan dan pembagian seluruh harta bersama, tidak boleh
dituntut oleh para kreditur untuk membayar utang-utang yang dibuat oleh pihak
lain dari suami atau isteri itu sebelum perkawinan, dan utang-utang itu tetap
menjadi tanggungan suami atau isteri yang telah membuatnya atau para alih warisnya;
hal ini tidak mengurangi hak pihak yang satu untuk minta ganti rugi kepada
pihak yang lain atau ahli warisnya.
Pasal
132
Isteri
berhak melepaskan haknya atas harta bersama;segala perjanjian yang bertentangan
dengan ketentuan ini batal; sekali melepaskan haknya, dia tidak boleh menuntut
kembali apa pun dari harta bersama, kecuali kain seprai dan pakaian pribadinya.
Dengan pelepasan ini dia dibebaskan dan kewajiban untuk ikut membayar utang-utang
harta bersama. Tanpa mengurangi hak para kreditur atas harta bersama, siisteri
tetap wajib untuk melunasi utang-utang yang dari pihaknya telah jatuh ke dalam
harta bersama; hal ini tidak mengurangi haknya untuk minta penggantian
seluruhnya kepada suaminya atau ahli warisnya.
Pasal
133
Isteri
yang hendak menggunakan hak tersebut dalam pasal yang lalu, wajib untuk
menyampaikan akta pelepasan, dalam waktu satu bulan setelah pembubaran harta
bersama itu, kepada panitera Pengadilan Negeri di tempat tinggal bersama yang
terakhir, dengan ancaman akan kehilangan hak itu (bila lalai). Bila gabungan itu
bubar akibat kematian suaminya, maka tenggang waktu satu bulan berlaku sejak si
isteri mengetahui kematian itu.
Pasal
134
Bila
dalam jangka waktu tersebut di atas isteri meninggal dunia, sebelum menyampaikan
akta
pelepasan.
para ahli warisnya berhak melepaskan hak mereka atas harta bersama itu dalam waktu
satu bulan setelah kematian itu, atau setelah mereka mengetahui kematian itu,
dan dengan cara seperti yang diuraikan dalam pasal terakhir. Hak isteri untuk
menuntut kembali
kain
seprai dan pakaiannya dan harta bersama itu, tidak dapat diperjuangkan oleh
para ahli warisnya.
Pasal
135
Bila
para ahli waris tidak sepakat dalam tindakan, sehingga sebagian menerima dan
yang lain
melepaskan
diri dari harta bersama itu, maka yang menerima itu, tidak dapat memperoleh
lebih
dari
bagian warisan yang menjadi haknya atas barang-barang yang sedianya menjadi
bagian isteri itu seandainya terjadi pemisahan harta. Sisanya dibiarkan tetap
pada si suami, atau para
ahli
warisnya, yang sebaliknya berkewajiban terhadap ahli waris yang melakukan
pelepasan, untuk memenuhi apa saja yang sedianya akan dituntut oleh si isteri
dalam hal pelepasan, tetapi
hanya
sebesar bagian warisan yang menjadi hak ahli waris yang melakukan pelepasan.
Pasal
136
Tindakan-tindakan
yang menyangkut pengurusan semata-mata atau penyelamatan, tidak membawa akibat
seperti itu.
Pasal
137
Isteri
yang telah menghilangkan atau menggelapkan barang-barang dan harta bersama,
tetap berada dalam penggabungan meskipun telah melepaskandirinya; hal yang sama
berlaku bagi para ahli warisnya.
Pasal
138
Dalam
hal gabungan harta bersama berakhir karena kematian si isteri para ahli
warisnya dapat melepaskan diri dari harta bersama itu, dalam waktudan dengan
cara seperti yang diatur mengenai si isteri sendiri.
BAB VII
PERJANJIAN KAWIN
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur
Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
BAGIAN
1
Perjanjian
Kawin pada Umumnya
Pasal
139
Para
calon suami isteri dengan perjanjian kawin dapat menyimpang dan peraturan
undang-undang mengenai harta bersama asalkan hal itu tidak bertentangan dengan
tata susila yang baik atau dengan tata tertib umum dan diindahkan pula ketentuan-ketentuan
berikut.
Pasal
140
Perjanjian
itu tidak boleh mengurangi hak-hak yang bersumber pada kekuasaan si suami sebagai
suami, dan pada kekuasaan sebagai bapak, tidak pula hak-hak yang oleh
undang-undang diberikan kepada yang masih hidup paling lama. Demikian pula
perjanjian itu tidak boleh mengurangi hak-hak yang diperuntukkan bagi si suami
sebagai kepala persatuan suami isteri; namun hal mi tidak mengurangi wewenang
isteri untuk mensyaratkañ bagi dirinya pengurusan harta kekayaan pribadi, baik
barang-barang bergerak maupun barang-barang tak bergerak di samping penikmatan
penghasilannya pribadi secara bebas. Mereka juga berhak untuk membuat
perjanjian, bahwa meskipun ada golongan harta bersama, barang-barang tetap,
surat-surat pendaftaran dalam buku besar pinjaman-pinjaman negara, surat-surat
berharga lainnya dan piutang-piutang yang diperoleh atas nama isteri, atau yang
selama perkawinan dan pihak isteri jatuh ke dalam harta bersama, tidak boleh
dipindahtangankan atau dibebani oleh suaminya tanpa persetujuan si isteri.
Pasal
141
hak
yang diberikan oleh undang-undang kepada mereka atas warisan keturunan mereka,
pun tidak boleh mengatur warisan itu.
Pasal
142
Mereka
tidak boleh membuat perjanjian, bahwa yang satu mempunyai kewajiban lebih besar
dalam utang-utang daripada bagiannya dalam keuntungan-keuntungan harta bersama.
Pasal
143
Mereka
tidak boleh membuat perjanjian dengan kata-kata sepintas lalu, bahwa ikatan
perkawinan mereka akan diatur oleh undang-undang, kitab undang-undang luar
negeri, atau
oleh
beberapa adat kebiasaan, undang-undang, kitab undang-undang atau peraturan
daerah, yang pernah berlaku di Indonesia.
Pasal
144
Tidak
adanya gabungan harta bersama tidak berarti tidak adanya keuntungan dan
kerugian
bersama,
kecuali jika hal mi ditiadakan secara tegas. Penggabungan keuntungan dan
kerugian diatur dalam Bagian 2 bab ini.
Pasal
145
Juga
dalam hal tidak digunakannya atau dibatasinya gabungan harta bersama, boleh
ditetapkan
dalam
jumlah yang harus disumbangkan oleh si isterisetiap tahun dan hartanya untuk
biaya rumah tangga dan pendidikan anak-anak.
Pasal
146
Bila
tidak ada perjanjian mengenai hal itu, hasil-hasil dan pendapatan dan harta
isteri masuk penguasaan suami.
Pasal
147
Perjanjian
kawin harus dibuat dengan akta notaris sebelum pernikahan berlangsung, dan akan
menjadi batal bila tidak dibuat secara demikian. Perjanjian itu akan mulai
berlaku pada saat pernikahan dilangsungkan, tidak boleh ditentukan saat lain
untuk itu.
Pasal
148
Perubahan-perubahan
dalam hal itu, yang sedianya boleh diadakan sebelum perkawinan dilangsungkan,
tidak dapat diadakan selain dengan akta, dalam bentuk yang sama seperi akta perjanjian
yang dulu dibuat. Lagi pula tiada perubahan yang berlaku jika diadakan tanpa kehadiran
dan izin orang-orang yang telah menghadiri dan menyetujui perjanjian kawin itu.
Pasal
149
Setelah
perkawinan berlangsung, perjanjian kawin tidak boleh diubah dengan cara apa
pun.
Pasal
150
Jika tidak ada gabungan harta bersama, maka masuknya barang-barang
bergerak, terkecuali surat-surat pendaftaran pinjaman-pinjaman negara dan
efek-efek dan surat-surat piutang atas nama, tidak dapat dibuktikan dengan cara
lain daripada dengan cara mencantumkannya dalam
perjanjian
kawin, atau dengan pertelaan yang ditandatangani oleh notaris dan pihak-pihak
yang
bersangkutan,
dan dilekatkan pada surat asli perjanjian kawin, yang di dalamnya hal itu harus
tercantum.
Pasal
151
Anak
di bawah umur yang memenuhi syarat-syarat untuk melakukan perkawinan, juga
cakap
untuk
memberi persetujuan atas segala perjanjian yang boleh ada dalam perjanjian
kawin,
asalkan
dalam pembuatan perjanjian itu, anak yang masih di bawah umur itu dibantu oleh
orang yang persetujuannya untuk melakukan perkawinan itu diperlukan. Bila
perkawinan itu harus berlangsung dengan izin tersebut dalam Pasal 38 dan Pasal
41, maka rencana perjanjian kawin itu harus dilampirkan pada permohonan izin
itu, agar tentang hal itu dapat sekalian diambil ketetapan.
Pasal
152
Ketentuan
yang tercantum dalam perjanjian kawin, yang menyimpang dan harta bersama menurut
undang-undang, seluruhnya atau sebagian, tidak akan berlaku bagi pihak ketiga sebelum
hari pendaftaran ketentuan-ketentuan itu dalam daftar umum, yang harus
diselenggarakan di kepaniteraan pada Pengadilan Negeri, yang di daerah hukumnya
perkawinan itu dilangsungkan. atau kepaniteraan di mana akta perkawinan itu
didaftarkan, jika perkawinan berlangsung di luar negeri.
Pasal
153
Segala
ketentuan mengenai gabungan harta bersama selalu berlaku selama tidak ada
penyimpangan daripadanya, baik yang dibuat secara tertulis, maupun secara
tersirat, dalam perjanjian kawin. Bagaimanapun sifat dan cara gabungan harta
bersama diperjanjikan, isteri atau para ahli warisnya berhak untuk melepaskan
diri daripadanya, dengan cara dan dalam hal-hal seperti yang diatur dalam bab
yang lalu.
Pasal
154
Perjanjian
kawin, demikian pula hibah-hibah yang berkenaan dengan perkawinan, tidak berlaku
bila tidak diikuti oleh perkawinan.
BAGIAN
2
Gabungan
Keuntungan dan Kerugian dan Gabungan Hasildari Pendapatan (Tidak Berlaku
Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa,Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal
155
Bila
para calon suami isteri hanya memperjanjikan, bahwa harus ada gabungan
keuntungan dan kerugian, maka persyaratan mi menutup jalan untuk mengadakan
gabungan harta bersama secara menyeluruh menurut undang-undang dan segala keuntungan
yang diperoleh suami isteri selama perkawinan harus dibagi antara mereka, sedangkan
segala kerugian harus dipikul bersama, bila gabungan harta bersama bubar.
Masing-masing
dan suami isteri mendapat separuh keuntungan dan memikul separuh kerugian, bila
mengenai hal itu dalam perjanjian kawin tidak ada ketentuan-ketentuan lain.
Pasal
157
Yang
dianggap sebagai keuntungan pada harta bersama suami isteri ialah bertambahnya
harta
kekayaan
mereka, berdua, yang selama perkawinan timbul dan hasil harta kekayaan mereka
dan
pendapatan
masing-masing, dan usaha dan kerajinan masing-masing dan penabungan pendapatan
yang tidak dihabiskan, yang dianggap sebagai kerugian ialah berkurangnya harta benda
itu akibat pengeluaran yang lebih tinggi dan pendapatan.
Pasal
158
Apa
saja yang diperoleh seorang suami atau isteri selama perkawinan dan warisan,
wasiat atau hibah, entah berasal dan keluarga entah dan orang lain, tidak
termasuk keuntungan, dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 167.
Pasal
159
Barang-barang
tetap dan efek-efek yang dibeli selama perkawinan, atas nama siapa pun juga dianggap
sebagai keuntungan, kecuali bila terbukti sebaliknya.
Pasal
160
Naik
atau turunnya harga barang salah seorang dan suami isteri itu, tidak dihitung
sebagai keuntungan atau kerugian bersama.
Pasal
161
Perbaikan
barang-barang tetap, yang terjadi karena pertumbuhan tanah, perdamparan lumpur,
penanganan oleh tukang kayu atau karena hal-hal lain, tidak dianggap sebagai
keuntungan bersama, melainkan hanya menguntungkan pemilik barang-barang itu.
Pasal
162
Kerusakan
atau pengurangan karena kebakaran, kebanjiran, hanyut atau lain sebagainya,
tidak termasuk kerugian bersama, tetapi menjadi beban si pemilik barang yang
rusak atau berkurang
itu.
Pasal
163
Semua
utang kedua suami isteri itu bersama-sama, yang dibuat selama perkawinan, harus
dihitung sebagai kerugian bersama. Apa yang dirampas akibat kejahatan salah
seorang dan suami isteri itu, tidak termasuk kerugian bersama itu.
Pasal
164
Perjanjian, bahwa antara suami isteri hanya akan ada gabungan
penghasilan dan pendapatan saja, mengandung arti secara diam-diam bahwa tiada gabungan
harta bersama secara menyeluruh menurut undang-undang dan tiada pula gabungan
keuntungan dan kerugian.
Pasal
165
Barang-barang
bergerak kepunyaan masing-masing suami isteri sewaktu melakukan perkawinan,
harus dinyatakan dengan tegas dalam akta perjanjian kawin sendiri, atau dalam
surat pertelaan yang ditandatangani oleh Notaris dan para pihak yang berjanji,
dan dilekatkan pada akta asli perjanjian kawin, yang di dalamnya harus tercantum
hal itu, baik jika gabungan keuntungan dan kerugian saja yang dipersyaratkan, maupun
jika dipersyaratkan gabungan penghasilan dan pendapatan seperti yang diuraikan
dalam Pasal 155 dan Pasal 164; tanpa bukti ini barang-barang bergerak itu
dianggap sebagai keuntungan.
Pasal
166
Adanya
barang-barang bergerak yang diperoleh masing-masing pihak dan suami isteri
dengan
pewarisan,
hibah wasiat atau hibah biasa selama perkawinan harus diperlihatkan dengan
surat
pertelaan.
Bila tidak ada surat pertelaan barang-barang bergerak yang diperoleh si suami
selama
perkawinan
atau bila tidak ada surat yang memperlihatkan apa saja barang-barang itu dan berapa
harga masing-masing, istri itu atau para ahli warisnya berwenang untuk
membuktikan
adanya
dan harga barang-barang itu dengan saksi-saksi, dan jika perlu, dengan
menunjukkan bahwa umum mengetahuinya.
Pasal
167
Yang
termasuk penghasilan dan pendapatan ialah segala hibah wasiat atau hibah
penerimaan
uang
tahunan, bulanan, mingguan dan sebagainya seperti juga cagak hidup, dan dengan demikian
tercakup kedua jenis golongan yang dibicarakan dalam bagian ini.
BAGIAN
3
Hibah-Hibah
Antara Kedua Calon Suami Isteri
(Tidak
Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan
Tionghoa)
Pasal
168
Dalam
mengadakan perjanjian kawin, kedua calon suami isteri, secara timbal balik atau
secara sepihak, boleh memberikan hibah yang menurut pertimbangan mereka pantas
diberikan, tanpa
mengurangi
pemotongan hibah itu sejauh penghibahan itu kiranya akan merugikan mereka yang
berhak atas suatu bagian menurut undang-undang
.
Pasal
169
Hibah-hibah
itu dapat berkenaan dengan barang-barang yang telah ada seperti yang dirinci dalam
akta hibahnya, dapat pula dengan seluruh atau sebagian harta warisan si
penghibah.
Pasal
170
tegas
oleh pihak yang diberi hibah.
Pasal
171
Hibah-hibah
itu dapat diberikan dengan persyaratan-persyaratan, yang pelaksanaannya tergantung
pada kehendak si penghibah.
Pasal
172
Hibah
yang terdiri dan barang-barang yang telah ada dan tertentu tidak dapat ditarik
kembali,
kecuali
jika tidak dipenuhi persyaratan-persyaratan Hibah itu.
Pasal
173
Hibah
yang mencakup seluruh atau sebagian warisan si penghibah tidak dapat ditarik
kembali,
dengan
pengertian, bahwa dia tidak lagi menguasai barang-barang yang termasuk dalam
hibah itu, kecuali uang dalam jumlah-jumlah kecil untuk upah, atau untuk
soal-soal lain menurut pertimbangan hakim. Bila syarat-syarat tidak dipenuhi,
hibah-hibah itu dapat ditarik kembali.
Pasal
174
Hibah
yang terdiri dari barang-barang yang telah ada dan terinci secara tertentu, dan
diberikan antara suami isteri dalam perjanjian kawin, tak dapat dianggap diberikan
dengan syarat, bahwa penerimaan hibah harus hidup lebih lama daripada pemberinya,
kecuali bila syarat yang dibuat secara tegas dalam perjanjian.
Pasal
175
Tiada
hibah seluruh atau sebagian dan warisan si penghibah, yang diberikan dalam
perjanjian kawin, baik yang diberikan oleh yang seorang dan suami isteri kepada
yang lain, maupun yang
diberikan
secara timbal balik, akan beralih kepada anak-anak yang lahir dan perkawinan
mereka,
bila yang diberi hibah meninggal sebelum sipenghibah.
BAGIAN
4
Hibah-Hibah
yang Diberikan Kepada Kedua Calon Suami Isteri atau Kepada Anak-anak dan
Perkawinan Mereka (Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa,
Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal
176
Baik
dalam penjanjian kawin, maupun dengan akta Notaris tersendiri, yang dibuat
sebelum pelaksanaan perkawinan, pihak ketiga boleh memberikan hibah, yang
menurut pendapat mereka pantas diberikan kepada kedua calon suami isteri atau
kepada salah seorang dan mereka, dengan tidak mengurangi kemungkinan untuk mengurangi
hibah itu bila dengan hibah itu orang yang mempunyai hak atas suatu bagian menurut
undang-undang dirugikan.
Pasal
177
Bila
hibah-hibah itu diberikan dalam perjanjian kawin, maka untuk berlakunya secara
sah tidak perlu ada persetujuan tegas dan yang diberi hibah; sebaliknya bila
hibah itu diberikan dengan
akta
tersendiri, maka hal itu tidak mempunyai akibat kecuali setelah ada persetujuan
tegas untuk menerima.
Pasal
178
Suatu
hibah yang terdiri dan seluruh atau sebagian warisan si penghibah, meskipun
diberikan
hanya
untuk kedua suami isteri atau untuk salah seorang dan mereka, selalu dianggap
diberikan
untuk
anak-anak dan keturunan mereka, bila si penghibah hidup lebih lama daripada
yang
diberi
hibah, dan bila dalam akta tidak ditentukan lain. Hibah seperti itu hapus, bila
si
penghibah
hidup lebih lama daripada anak-anak dan keturunan mereka selanjutnya yang
diberi hibah.
Pasal
179
Ketentuan-ketentuan
dalam pasal-pasal 169, 171, 172, dan 173, berlaku juga pada hibah-hibah yang
dibicarakan dalam bagian ini.
BAB VIII
GABUNGAN HARTA BERSAMA ATAU
PERJANJIAN KAWIN PADA PERKAWINAN KEDUA ATAU SELANJUTNYA
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur
Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal
180
Juga
dalam perkawinan kedua dan berikutnya,menurut hukum ada gabungan harta benda
menyeluruh
antara suami isteri, bila dalam perjanjian kawin tidak diadakan ketentuan lain.
Pasal
181
Akan
tetapi pada perkawinan kedua atau berikutnya, bila ada anak dan keturunan dan
perkawinan
yang sebelumnya, suami atau isteri yang baru, oleh percampuran harta dan utang-
utang
pada suatu gabungan, tidak boleh memperoleh keuntungan yang lebih besar
daripada jumlah bagian terkecil yang diperoleh seorang anak atau bila anak itu
telah meninggal lebih dahulu, oleh turunannya dalam penggantian ahli waris,
dengan ketentuan, bahwa keuntungan ini sekali-kali tidak boleh melebihi
seperempat bagian dan harta benda suami atau isteri yang kawin lagi itu.
Anak-anak dan perkawinan terdahulu atau keturunan mereka, pada waktu terbukanya
warisan dan suami atau isteri yang kawin lagi berhak menuntut pemotongan atau
pengurangan; dan apa yang melebihi bagian yang diperkenankan, masuk ke dalam
warisan itu.
Pasal
182
Suami
atau isteri, yang mempunyai anak-anak dan perkawinan yang terdahulu dan
melakukan perkawinan berikutnya, tidak boleh menyediakan kepada suami atau
isteri yang baru, dengan
perjanjian
kawin itu, keuntungan-keuntungan yang lebih daripada yang tersebut dalam pasal sebelum
ini.
Suami
isteri tidak diperkenankan dengan cara yang berliku-liku saling memberi hibah
lebih
daripada
yang diperkenankan dalam ketentuan-ketentuan di atas. Semua hibah yang
diberikan dengan dalih yang dikarang-karang, atau diberikan kepada orang-orang
perantara, adalah batal.
Pasal
184
Yang
dimaksud dengan hibah yang diberikan kepada perantara ialah hibah yang
diberikan oleh seorang suami atau isteri kepada semua anak atau salah seorang
anak dan perkawinan terdahulu isteri atau suaminya, demikian pula hibah yang
diberikan kepada keluarga sedarah penghibah dan pada waktu penghibahan diperkirakan
akan menjadi warisan isteri atau suami penghibah itu, meskipun suami atau
isteri penghibah ini mungkin tidak hidup lebih lama dan penerima hibah.
Pasal
184a
Pasal-pasal
181-184, dalam hal suami isteri yang kawin kembali satu sama lain, tidak berlaku
bagi
anak-anak atau keturunan dan perkawinan mereka yang terdahulu.
Pasal
185
Juga
jika ada anak-anak dan perkawinan yang dulu, maka keuntungan dan kerugian harus
dibagi rata antara suami isteri, kecuali bila peraturan tentang itu ditiadakan
atau diubah oleh perjanjian kawin.
BAB IX
PEMISAHAN HARTA BENDA
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur
Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal
186
Selama
perkawinan, si isteri boleh mengajukan tuntutan akan pemisahan harta benda
kepada Hakim, tetapi hanya dalam hal-hal:
1.bila
suami, dengan kelakuan buruk memboroskan barang-barang dan gabungan harta
bersama,
dan membiarkan rumah tangga terancam bahaya kehancuran.
2.bila
karena kekacau-balauan dan keburukan pengurusan harta kekayaan si suami, jaminan
untuk harta perkawinan isteri serta untuk apa yang menurut hukum menjadi hak isteri
akan hilang, atau jika karena kelalaian besar dalam pengurusan harta perkawinan
si isteri, harta itu berada dalam keadaan bahaya. Pemisahan harta benda yang dilakukan
hanya atas persetujuan bersama adalah batal.
Pasal
187
Tuntutan
akan pemisahan harta benda harus diumumkansecara terbuka.
Pasal
188
Orang yang berpiutang kepada si suami dapat ikut campur dalam
penyidangan perkara untuk menentang tuntutan akan pemisahan harta benda itu.
Pasal
189
Putusan
Hakim yang mengabulkan tuntutan akan pemisahan harta benda itu, sebelum
pelaksanaannya, harus diumumkan secara terbuka, dengan ancaman menjadi batal pelaksanaannya
bila tidak dipenuhi persyaratan pengumuman itu. Putusan tentang dikabulkannyapemisahan
harta benda itu, dalam hal akibat hukumnya, mempunyai kekuatan berlaku surut,
terhitung dari hari gugatan diajukan
.
Pasal
190
Selama
penyidangan, isteri boleh melakukan tindakan-tindakan, dengan seizin Hakim,
untuk menjaga agar barang-barangnya tidak hilang atau diboroskan si suami.
Pasal
191
Keputusan
di mana pemisahan harta benda diizinkan, hapus menurut hukum, bila hal itu
tidak dilaksanakan secara sukarela dengan pembagian barang-barang itu, seperti
yang ternyata dan akta otentik tentang itu; atau bila dalam waktu satu bulan setelah
putusan itu memperoleh kekuatan hukum tetap, si isteri tidak mengajukan tuntutan
untuk pelaksanaannya kepada Hakim dan tidak melanjutkan penuntutan secara teratur
Pasal
192
Para
kreditur si suami yang tidak turut campur dalam penyidangan, boleh menentang pemisahan
itu, meskipun hal itu telah dilaksanakan,bila hak-hak mereka dengan adanya
pelaksanaan itu,secara sengaja dirugikan.
Pasal
193
Meskipun
ada pemisahan harta benda, si isteri wajib memberi sokongan untuk biaya rumah
tangga
dan pendidikan anak-anak yang dilahirkan olehnya karena perkawinan dengan si
suami, menurut perbandingan antara harta si isteri dan harta si suami. Bila si
suami ada dalam keadaan tidak mampu, biaya-biaya itu menjadi tanggungan si isteri
saja.
Pasal
194
Isteri
yang berpisah harta benda dengan suaminya, memperoleh kembali kebebasan untuk mengurusnya,
dan meskipun ada ketentuan-ketentuan Pasal 108, dia dapat memperoleh izin umum
dan hakim untuk menguasai barang-barang bergeraknya.
Pasal
195
Suami
tidak bertanggung jawab kepada isterinya, bila si isteri setelah berpisah harta
bendanya, telah lalai untuk memanfaatkan atau menanamkan kembali uang penjualan
barang tetap yang telah dipindahtangankannya atas izin yang diperolehnya dan
Hakim, kecuali bila si suami ikut membantu dalam mengadakan kontrak, atau bila
dapat dibuktikan, bahwa uang itu telah diterima oleh suami, atau telah
dipergunakan untuk kepentingan suami.
Gabungan
harta benda yang telah dibubarkan, dapat dipulihkan kembali atas persetujuan kedua
suami isteri. Persetujuan yang demikian tidak boleh diadakan selain dengan akta
otentik.
Pasal
197
Bila
gabungan harta bersama itu telah pulih kembali, barang-barangnya dikembalikan
ke keadaan semula, seakan-akan tidak pernah ada pemisahan, tanpa mengurangi
kewajiban si isteri untuk memenuhi perjanjian, yang dibuatnya selama waktu
sejak pemisahan sampai dengan pemulihan kembali gabungan harta bersama itu. Segala
perjanjian yang oleh suami isteri itu dipergunakan untuk memulihkan kembali gabungan
harta bersama itu dengan syarat-syarat yang semula, adalah batal.
Pasal
198
Suami
isteri itu wajib untuk mengumumkan pemulihan kembali gabungan harta bersama itu
secara terbuka. Selama pengumuman seperti itu seperti itu belum dilaksanakan,
suami isteri itu tidak boleh mempersoalkan akibat-akibat pemulihan gabungan
harta bersama itu dengan pihak-pihak ketiga.
BAB X
PEMBUBARAN PERKAWINAN
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur
Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
BAGIAN
1
Pembubaran
Perkawinan pada Umumnya
Pasal
199
Perkawinan
bubar:
1.oleh
kematian;
2.oleh
tidak hadirnya si suami atau si isteri selama sepuluh tahun, yang disusul oleh perkawinan
baru isteri atau suaminya. sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bagian 5 Bab 18;
3.oleh
keputusan Hakim setelah pisah meja dan ranjangdan pendaftaran Catatan Sipil, sesuai
dengan ketentuan-ketentuan Bagian 2 bab ini;
4.oleh
perceraian, sesuai dengan ketentuan-ketentuan
Bagian
3 bab ini.
BAGIAN
2
Pembubaran
Perkawinan Setelah Pisah Meja dan Ranjang
(Tidak
Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan
Tionghoa)
Pasal
200
tahun.
Pasal
237
Sebelum
meminta pisah meja dan ranjang, suami isteri itu wajib mengatur dengan akta
otentik semua persyaratan untuk itu, baik yang bercerai pelaksanaan kekuasaan
orang tua dan urusan
pemeliharaan
dan pendidikan anak-anak mereka. Tindakan-tindakan yang telah mereka rancang
untuk dilaksanakan selama pemeriksaan Pengadilan, harus dikemukakan supaya dikuatkan
oleh Pengadilan Negeri, dan jika perlu, supaya diatur olehnya.
Pasal
238
Permintaan
kedua suami isteri harus diajukan dengansurat permohonan kepada Pengadilan
Negeri
tempat tinggal mereka; dan dalam surat itu harus dilampirkan baik salinan akta perkawinan
maupun salinan perjanjian yang dibicarakan dalam alinea pertama pasal yang
lalu.
Pasal
239
Berkenaan
dengan itu Pengadilan Negeri akan memerintahkan kedua suami isteri untuk bersama-sama
secara pribadi menghadap seorang atau Iebih anggota yang akan memberi
wejangan-wejangan seperlunya kepada mereka. Bila suami isteri itu bertahan
dengan niat mereka, Hakim akan memerintahkan mereka untuk menghadap lagi setelah
lewat enam bulan. Bila ternyata ada alasan sah yang menghalangi mereka untuk
menghadap, maka Hakim yang ditunjukkanharus pergi ke rumah suami isteri itu.
Bila suami isteri itu bertempat tinggal di luar daerah di mana Pengadilan Negeri
itu bertempat kedudukan, Pengadilan Negeri dapat menunjuk kepada kepaladaerah
setempat untuk melakukan tindakan-tindakan yang dimaksud dalam tiga alinea yang
lalu. Pejabat yang telah ditunjuk itu akan membuat berita acara tentang apa yang
telah dilakukannya dan mengirimkannya ke Pengadilan Negeri. Bila salah seorang
dan suami isteri atau kedua-duanya bertempat tinggal di luar Indonesia, Pengadilan
Negeri itu boleh memohon kepada seorang Hakim di negara tempat suami isteri itu
berdiam, untuk memanggil kedua suami isteri atau salah seorang menghadap
kepadanya dengan tujuan melakukan ikhtiar perdamaian, atau menugaskan hal itu
kepada pejabat perwakilan Indonesia di wilayah tempat suami isteriitu berdiam.
Berita acara yang dibuat mengenai hal itu harus dikirimkan kepada PengadilanNegeri
itu.
Pasal
240
Pengadilan
Negeri harus mengambil keputusan enam bulan setelah berlangsungnya pertemuan kedua.
Ketentuan-ketentuan Pasal-pasal 230b dan 230c berlaku sama terhadap ibu dan
bapak,
yang
tidak ditugaskan untuk melakukan kekuasaan orang tua.
Pasal
241
Bila
permohonan yang diajukan ditolak, paling lambat satu bulan setelah diberikan
keputusan, suami isteri itu bersama-sama boleh mengajukan permohonan banding
dengan surat permohonan.
Dengan
pisah meja dan ranjang, perkawinan tidak dibubarkan, tetapi dengan itu suami
isteri tidak lagi wajib untuk tinggal bersama.
Pasal
243
Pisah
meja dan ranjang selalu berakibat perpisahan harta, dan akan menimbulkan dasar
untuk pembagian harta bersama, seakan-akan perkawinan itudibubarkan.
Pasal
244
Karena
pisah meja dan ranjang, pengurusan suami atas harta isterinya ditangguhkan. Si
isteri mendapat kembali kekuasaan untuk mengurus hartanya,dan dapat memperoleh
kuasa umum dan Hakim untuk menggunakan barang-barangnya yang bergerak.
Pasal
245
Putusan-putusan
mengenai pisah meja dan ranjang harus diumumkan secara terang-terangan. Selama
pengumuman terang-terangan ini belum berlangsung, putusan tentang pisah meja
dan ranjang tidak berlaku bagi pihak ketiga.
Pasal
246
Ketentuan
- ketentuan Pasal 210 sampai dengan 220, Pasal 222 sampai dengan 228, dan Pasal
231, berlaku juga terhadap pisah meja dan ranjang yang diminta oleh salah
seorang dan suami
isteri
terhadap yang lain. Setelah mengucapkan putusan tentang pisah meja dan ranjang,
Pengadilan Negeri setelah mendengar dan memanggil dengan sah orang tua dan keluarga
sedarah dan semenda anak-anak yang masih di bawah umur, harus menetapkan siapa
dan kedua orang tua itu yang akan melakukan kekuasaan orang tua atas diri
tiap-tiap anak, kecuali bila kedua orang tua itu telah dipecat atau dilepaskan
dan kekuasaan orang tua, dengan mengindahkan putusan-putusan Hakim yang
terdahulu yang mungkin telah memecat atau melepaskan merekadan kekuasaan orang
tua. Ketetapan ini berlaku setelah hari putusan tentang pisah meja dan ranjang
memperoleh kekuatan hukum yang pasti. Sebelum hari itu tidak usah dilakukan
pemberitahuan, dan perlawanan serta banding pun tidak diperbolehkan. Terhadap penetapan
ini,pihak orang tua yang tidak ditugaskan untuk melaksanakan kekuasaan orang
tua, boleh melakukan perlawanan, bila atas panggilan termaksud dalam alinea
kedua dia tidak menghadap. Perlawanan ini harus dilakukan dalam waktu tiga
puluh hari setelah penetapan itu diberitahukan kepadanya. Pihak orang tua yang
telah menghadap atas pemanggilan dan tidak ditugaskan untuk melakukan kekuasaan
orang tua, atau yang perlawanannya ditolak, boleh mohon banding terhadap penetapan
itu dalam waktu tiga puluh hari setelah hari termaksud dalam alinea ketiga. Ketentuan
Pasal 230b dan Pasal 230c berlaku sama terhadap bapak dan ibu yang tidak
diserahi tugas melakukan kekuasaan orang tua. Terhadap pemeriksaan para orang
tua berlaku alinea keempat Pasat 206.
Pasal
246a
Bila
anak-anak yang masih di bawah umur itu belum berada dalam kekuasaan nyata orang
yang
berdasarkan
Pasal 246 dan Pasal 246a diserahi tugas melaksanakan kekuasaan orang tua, atau
berdasarkan
alinea pertama Pasal 246 dan sesuai dengan Pasat 214, maka dalam penetapan itu juga
harus diperintahkan penyerahan anak-anak itu. Ketentuan-ketentuan alinea kedua,
ketiga
dan
keempat serta kelima Pasat 319h dalam hal ini berlaku.
Pasal
246b
Berdasarkan
keadaan yang timbul setelah putusan pisah meja dan ranjang mendapat kekuatan hukum
yang pasti, Pengadilan Negeri boleh mengadakan perubahan pada
penetapan-penetapan, yang telah diberikan berdasarkan alinea kedua pasal yang
lalu, atas permohonan kedua orang tua atau salah seorang dan mereka, setelah
mendengar dan memanggil dengan sah kedua orang tua dan para keluarga sedarah
atau semenda dan anak-anak yang masih di bawah umur. Penetapanini boleh dinyatakan
dapat dilaksanakan segera meskipun ada perlawanan atau banding, dengan
atautanpa jaminan. Ketentuan alinea keempat dan kelima Pasal 206 dalamhal ini
berlaku.
Pasal
247
setelah
mempertimbangkan perjanjian yang dibicarakan dalam alinea pertama Pasal 237,
Hakim mengabulkan permintaan pisah meja dan ranjang atas permohonan kedua suami
isteri,
maka
pisah meja dam ranjang itu memperoleh segala akibat yang dijanjikan dalam
perjanjian itu.
Pasal
248
Pisah
meja dan ranjang menurut hukum dengan sendirinya batal karena perdamaian suami isteri,
dan perdamaian ini menghidupkan kembali segala akibat dan perkawinan mereka,
tanpa mengurangi berlangsungnya terus kekuatan perbuatan-perbuatan terhadap
pihak-pihak ketiga, yang sekiranya telah dilakukan dalam tenggang waktuantara
perpisahan itu dan perdamaiannya. Semua persetujuan suami isteri yang bertentangan
dengan ini adalah batal.
Pasal
249
Bila
putusan yang menyatakan suami isteri pisah meja dan ranjang sudah diumumkan
secara jelas, suami isteri itu tidak boleh menerapkan berlakunya akibat-akibat
perdamaian mereka terhadap pihak ketiga, bila mereka tidak mengumumkan secara
jelas, bahwa pisah meja dan ranjang itu telah tiada.
BAB XII
KEBAPAKAN DAN ASAL KETURUNAN
ANAK-ANAK
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur
Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
BAGIAN
1
Anak-anak
Sah
Pasal
250
Pasal
251
Sahnya
anak yang dilahirkan sebelum hari keseratus delapan puluh dari perkawinan,
dapat
diingkari
oleh suami. Namun pengingkaran itu tidak boleh dilakukan dalam hal-hal berikut:
1.bila
sebelum perkawinan suami telah mengetahui kehamilan itu;
2.bila
pada pembuatan akta kelahiran dia hadir, dan akta ini ditandatangani olehnya,
atau memuat suatu keterangan darinya yang berisi bahwa dia tidak dapat
menandatanganinya;
3.bila
anak itu dilahirkan mati.
Pasal
252
Suami
tidak dapat mengingkari keabsahan anak, hanya bila dia dapat membuktikan bahwa
sejak
hari ketiga ratus dan keseratus delapan puluhhari sebelum lahirnya anak itu,
dia telah
berada
dalam keadaan tidak mungkin untuk mengadakan hubungan jasmaniah dengan
isterinya, baik karena keadaan terpisah maupun karena sesuatu yang kebetulan
saja. Dengan menunjuk kepada kelemahan alamiah jasmaninya, suami tidak dapat
mengingkari anak itu sebagai anaknya.
Pasal
253
Suami
tidak dapat mengingkari keabsahan anak atas dasar perzinaan, kecuali bila
kelahiran anak telah dirahasiakan terhadapnya, dalam hal itu,dia harus diperankan
untuk menjadikan hal itu sebagai bukti yang sempurna, bahwa dia bukan ayah anak
itu.
Pasal
254
Dia
dapat mengingkari keabsahan seorang anak, yang dilahirkan tiga ratus hari
setelah putusan
pisah
meja dan ranjang memperoleh kekuatan hukum yang pasti, tanpa mengurangi hak
isterinya untuk mengemukakan peristiwa-peristiwa yang cocok kiranya untuk menjadikan
bukti bahwa suaminya adalah bapak anak itu. Bila pengingkaran itu telah
dinyatakan sah, perdamaian antara suami isteri itu tidak menyebabkan si anak memperoleh
kedudukan sebagai anak yang sah.
Pasal
255
Anak
yang dilahirkan tiga ratus hari setelah bubarnya perkawinan adalah tidak sah. Bila
kedua orang tua seorang anak yang dilahirkan tiga ratus hari setelah putusnya
perkawinan kawin kembali satu sama lain, si anak tidak dapat memperoleh
kedudukan anak sah selain dengan cara yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan Bagian
2 bab ini.
Pasal
256
Dalam
hal-hal yang diatur dalam Pasal-pasal 251,252,253, dan 254, pengingkaran
keabsahan
anak
harus dilakukan suami dalam waktu satu bulan, bila dia berada di tempat
kelahiran anak itu,atau di sekitar itu; dalam waktu dua bulan setelah dia
kembali, bila diatelah tidak berada di situ; dalam waktu dua
bulan setelah diketahuinya penipuan, bila kelahiran anak itu telah disembunyikan
terhadapnya. Semua akta yang dibuat di luar Pengadilan, yang berisi pengingkaran
suami, tidak mempunyai kekuatan hukum, bila dalam dua bulan tidak diikuti oleh
suatu tuntutan di muka Hakim. Bila suami, setelah melakukan pengingkaran dengan
akta dibuat di luar Pengadilan, meninggal dunia dalam jangka waktu tersebut di
atas, maka bagi para ahli warisnya terbuka jangka waktu baru selama dua bulan
untuk mengajukan tuntutan hokum mereka.
Pasal
257
Tuntutan
hukum yang diajukan oleh suami itu gugur bila para ahli waris tidak
melanjutkannya dalam waktu dua bulan, terhitung dari hari meninggalnya suami.
Pasal
258
Bila
suami meninggal dia menerapkan haknya dalam hal ini, padahal waktunya untuk itu
masih berjalan, maka para ahli warisnya tidak dapat mengingkari keabsahan anak
itu selain dalam hal tersebut Pasal 252. Gugatan untuk membantah keabsahan anak
itu harus dimulai dalam waktu dua bulan terhitung sejak anak itu memiliki harta
benda suami, atau sejak para ahli warisnya terganggu dalam memilikinya oleh
anak.
Pasal
259
Dalam
hal-hal di mana para ahli warisnya, berkenaan dengan pasal-pasal 256,257,dan
258 mempunyai wewenang untuk memulai atau melanjutkan suatu gugatan untuk
membantah keabsahan seorang anak, mereka akan memperoleh jangka waktu satu
tahun, bila salah seorang
atau
lebih dari mereka bertempat tinggal di luar negeri. Dalam hal ada perang di
laut, jangka waktu itu dilipatduakan. Dengan S.1946-67 yang berlaku 13 Juli
1946, ditentukan:
1.Hakim
yang menangani gugatan yang dilakukan atau memungkinkan dilakukan untuk mengingkari
keabsahan anak, berwenang sampai pada waktu yang akan ditentukan oleh Presiden,
untuk memperpanjang jangka waktu yang diatur dalam Pasal 256 sampai 259 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata untuk mengingkari keabsahan seorang anak dengan
akta yang dibuat di luar pengadilan, untuk mengajukan suatu gugatan pengingkaran
semacam itu, atau untuk melanjutkan gugatan demikian dengan jangka waktu
tertentu, ataupun sampai saat tertentu, bila pengindahan jangka waktu tersebut
di atas karena keadaan-keadaan luar biasa, selayaknya tidak dapat diharapkan.
2.Perpanjangan
waktu termaksud dalam ayat (1) boleh diberikan oleh Hakim karena jabatan.
Pasal
260
Semua
gugatan untuk mengingkari keabsahan seorang anak harus ditujukan kepada wali
yang
secara
khusus diperbantukan kepada anak itu, dan ibunya harus dipanggil dengan sah
untuk sidang itu.
Pasal
261
daftar-daftar
Catatan Sipil. Bila tidak ada akta demikian, cukuplah bila seoranganak telah
mempunyai kedudukan tak terganggu sebagai anak sah.
Pasal
262
Pemilikan
kedudukan demikian dapat dibuktikan dengan peristiwa-peristiwa yang, baik bersama-sama
maupun sendiri-sendiri, menunjukkan hubungan karena kelahiran dan karena perkawinan
antara orang tertentu dan keluarga yang diakui olehnya, bahwa dia termasuk di dalamnya.
Yang terpenting dari peristiwa-peristiwa ini antaralain adalah: bahwa orang itu
selalu memakai nama bapak yang dika takannya telah menurunkannya; bahwa bapak
itu telah memperlakukan dia sebagai anaknya, dan dia sebagai anak telah diurus dalam
hal pendidikan, pemeliharaan dan penghidupannya; bahwa masyarakat senantiasa
mengakui dia selaku anak bapaknya; bahwa sanak saudaranya mengakui dia sebagai
anak bapaknya.
Pasal
263
Tiada
seorang pun dapat menyandarkan diri pada kedudukan yang bertentangan dengan kedudukan
yang nyata dinikmatinya dan sesuai dengan akta kelahirannya, dan sebaliknya
tiada
seorang
pun dapat menyanggah kedudukan yang dimiliki seorang anak sesuai dengan akta kelahirannya.
Pasal
264
Bila
tidak ada akta kelahiran dan tidak nyata pemilikan kedudukan yang tak
terputus-putus, dan
bila
anak itu didaftarkan dengan nama-nama palsu dalam daftar-daftar Catatan Sipil
atau seakan-akan dilahirkan dari bapak ibu yang tidak dikenal, maka asal
keturunannya dapat dibuktikan dengan saksi-saksi. Namun pembuktian dengan cara
demikian tidak boleh diperkenankan, kecuali bila ada bukti permulaan tertulis, atau
bila dugaan-dugaan atau petunjuk-petunjuk dari peristiwa-peristiwa yang tidak
dapat dibantah lagi kebenarannya, dapat dianggap cukup berbobot untuk
memperkenankan pembuktian demikian.
Pasal
265
Bukti
permulaan tertulis adalah surat-surat ke luar, daftar-daftar dan surat-surat
rumah tangga bapak atau ibu, atau akta-akta notaris atau akta-akta di bawah
tangan yang berasal dari pihak-pihak yang tersangkut dalam perselisihan, atau
bilamasih hidup, mereka yang sedianya berkepentingan dalam perselisihan itu.
Pasal
266
Bukti
lawan itu terdiri dari segala alat bukti yang cocok untuk menunjukkan, bahwa
orang yang
menyandarkan
diri pada asal keturunannya bukan anak dari ibu yang diakuinya sebagai ibunya,
atau
juga bila soal ibu telah dibuktikan bahwa dia bukan anak dari suami ibu itu.
Hanya
Hakim perdatalah yang berwenang untuk mengadili tuntutan-tuntutan akan suatu kedudukan.
Pasal
268
Tuntutan
pidana karena kejahatan penggelapan kedudukan tidak dapat dilancarkan sebelum
keputusan
akhir atas sengketa mengenai kedudukan itu diucapkan. Akan tetapi kejaksaan
bebasuntuk melancarkan suatutuntutan pidana seperti itu, bila pihak-pihak yang
berkepentingan tinggal diam, asalkan ada bukti permulaan tertulis, sesuai
dengan ketentuan Pasal 265, dan pada permulaan pemeriksaan pidana telah
dinyatakan adanya bukti permulaan.
Pasal
269
Gugatan
untuk menarik kembali kedudukan terhadap anak, tidak terkena ketentuan lewat waktu.
Pasal
270
Para
ahli waris anak yang tidak memperjuangkan kedudukannya, tidak dapat melancarkan
gugatan seperti itu, kecuali bila anak meninggal waktu masih di bawah umur atau
dalam tiga tahun setelah menjadi dewasa.
Pasal
271
Namun
para ahli waris dapat melanjutkan tuntutan hukum demikian, bila hal itu telah
dimulai oleh anak itu, kecuali bila anak itu tidak melanjutkan tuntutannya
selama tiga tahun sejak
tindakan
acara yang terakhir dilakukan.
Pasal
271a
Orang
yang gugatannya untuk memperjuangkan suatu kedudukan perdata atau untuk
mengingkari keabsahan seorang anak dikabulkan, setelah putusan itu memperoleh
kekuatan hukum yang pasti, harus menyeluruh melakukan pendaftaran putusan itu
dalam daftar kelahiran yang sedang berjalan di tempat kelahiran anak itu didaftar.
Hal ini harus diterangkan pula pada margin akta kelahiran itu.
BAGIAN
2
Pengesahan
Anak-anak Luar Kawin (Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa,
Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal
272
Anak
di luar kawin, kecuali yang dilahirkan dari perzinaan atau penodaan darah,
disahkan oleh
perkawinan
yang menyusul dari bapak dan ibu mereka,bila sebelum melakukan perkawinan mereka
telah melakukan pengakuan secara sah terhadap anak itu, atau bila pengakuan itu
terjadi dalam akta perkawinannya sendiri.
Anak
yang dilahirkan dari orang tua, yang tanpa memperoleh dispensasi dari
Pemerintah tidak
boleh
kawin satu sama lainnya, tidak dapat disahkan selain dengan cara mengakui anak
itu dalam akta kelahiran.
Pasal
274
Bila
orang tua, sebelum atau pada waktu melakukan perkawinan telah lalai untuk
mengakui anak di luar kawin, kelalaian mereka ini dapat diperbaiki dengan surat
pengesahan dari
Presiden,
yang diberikan setelah mendengar nasihat Mahkamah Agung.
Pasal
275
Dengan
cara yang sama seperti yang diatur dalam pasal yang lalu, dapat juga disahkan
anak di luar kawin yang telah diakui menurut undang-undang;
1.bila
anak itu lahir dari orang tua, yang karena kematian salah seorang dari mereka, perkawinan
mereka tidak jadi dilaksanakan;
2.bila
anak itu dilahirkan oleh seorang ibu, yang termasuk golongan Indonesia atau
yang disamakan dengan golongan itu; bila ibunya meninggal dunia atau bila ada
keberatan-keberatan penting terhadap perkawinan orang tua itu, menurut
pertimbangan Presiden.
Pasal
276
Dalam
hal-hal seperti yang dinyatakan dalam dua pasal yang tersebut terakhir,
Mahkamah Agung, bila menganggap perlu, sebelum memberikan nasihatnya, harus
mendengar atau memerintahkan untuk mendengar keluarga sedarah si pemohon, dan
bahkan dapat memerintahkan bahwa permohonan pengesahan itu diumumkan dalam
Berita Negara.
Pasal
277
Pengesahan
anak, baik dengan menyusulnya perkawinan orang-tuanya maupun dengan surat pengesahan
menurut Pasal 274, menimbulkan akibat, bahwa terhadap anak-anak itu berlaku ketentuan
undang-undang yang sama, seakan-akan mereka dilahirkan dalam perkawinan itu.
Pasal
278
Dalam
hal-hal yang diatur dalam Pasal 275, pengesahan itu hanya berlaku mulai dari diberikannya
surat pengesahan Presiden; hal itu tidak boleh berakibat merugikan anak-anak sah
sebelumnya dalam hal pewarisan, demikian pula hal itu tidak berlaku bagi
keluarga sedarah lainnya dalam hal pewarisan, kecuali bila mereka yang terakhir
ini telah menyetujui pemberian surat pengesahan itu.
Pasal
279
Dengan
cara yang sama dan menurut ketentuan yang sama seperti yang tercantum dalam pasal-pasal
yang lalu, anak yang telah meninggal dan meninggalkan keturunan, boleh juga disahkan;
pengesahannya itu berakibat menguntungkanketurunan itu.
BAGIAN
3
Pengakuan
Anak-anak Luar Kawin (Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur Asing
Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal
280
Dengan
pengakuan terhadap anak di luar kawin, terlahirlah hubungan perdata antara anak
itu dan bapak atau ibunya.
Pasal
281
Pengakuan
terhadap anak di luar kawin dapat dilakukan dengan suatu akta otentik, bila
belum diadakan dalam akta kelahiran atau pada waktu pelaksanaan perkawinan. Pengakuan
demikian dapat juga dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pegawai Catatan
Sipil, dan didaftarkan dalam daftar kelahiran menurut hari penandatanganan.
Pengakuan itu harus dicantumkan pada margin akta kelahirannya, bila akta itu
ada. Bila pengakuan anak itu dilakukan dengan akta otentik lain tiap-tiap orang
yang berkepentingan berhak minta agar hal itu dicantumkan pada margin akta
kelahirannya. Bagaimanapun kelalaian mencatatkan pengakuan pada margin akta
kelahiran itu tidak boleh dipergunakan untuk membantah kedudukan yang telah
diperoleh anak yang diakui itu.
Pasal
282
Pengakuan
anak di luar kawin oleh orang yang masih di bawah umur tidak ada harganya, kecuali
jika orang yang masih di bawah umur itu telah mencapai umur genap sembilan
belas tahun, dan pengakuan itu bukan akibat dari paksaan,kekeliruan, penipuan
atau bujukan. Namun anak perempuan di bawah umur boleh melakukan pengakuan itu,
sebelum dia mencapai umur sembilan belas tahun.
Pasal
283
Anak
yang dilahirkan karena perzinaan atau penodaan darah (incest, sumbang), tidak
boleh
diakui
tanpa mengurangi ketentuan Pasal 273 mengenai anak penodaan darah.
Pasal
284
Tiada
pengakuan anak di luar kawin dapat diterima selama ibunya masih hidup, meskipun
ibu termasuk golongan Indonesia atau yang disamakan dengan golongan itu, bila
ibu tidak menyetujui pengakuan itu. Bila anak demikian itu diakui setelah
ibunya meninggal, pengakuan itu tidak mempunyai akibat lain daripada terhadap
bapaknya. Dengan diakuinya seorang anak di luar kawin yang ibunya termasuk
golongan Indonesia atau golongan yang disamakan dengan itu, berakhirlah hubungan
perdata yang berasal dari hubungan keturunan yang alamiah, tanpa mengurangi akibat-akibat
yang berhubungan dengan pengakuan oleh ibu dalam hal-hal dia diberi wewenang untuk
itu karena kemudian kawin dengan bapak.
Pasal
285
Pengakuan
yang diberikan oleh salah seorang dari suami isteri selama perkawinan untuk kepentingan
seorang anak di luar kawin, yang dibuahkan sebelum perkawinan dengan orang lain dari isteri atau suaminya, tidak dapat mendatangkan kerugian,
baik kepada suami atau isteri maupun kepada anak-anak yang dilahirkan dari
perkawinan itu. Walaupun demikian, pengakuan yang dilakukan oleh bapak ibunya,
demikian juga semua tuntutan akan kedudukan yang dilakukan oleh pihak si anak,
dapat dibantah oleh setiap orang yang mempunyai kepentingan dalam hal itu.
Pasal
286
Setiap
pengakuan yang dilakukan oleh bapak atau ibu, begitupun setiap tuntutan yang dilancarkan
oleh pihak anak, boleh ditentang oleh semua mereka yang berkepentingan dalam hal
itu.
Pasal
287
Dilarang
menyelidiki siapa bapak seorang anak. Namun dalam hal kejahatan tersebut dalam
Pasal 285
sampai
dengan 288, 294, dan 332 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, bila saat
dilakukannya
kejahatan
itu bertepatan dengan saat kehamilan perempuan yang terhadapnya dilakukan kejahatan
itu, maka atas gugatan pihak yang berkepentingan orang yang bersalah boleh
dinyatakan sebagai bapak anak itu.
Pasal
288
Menyelidiki
siapa ibu seorang anak, diperkenankan. Namun dalam hal itu, anak wajib
melakukan pembuktian dengan saksi-saksi kecuali bila telah ada bukti permulaan
tertulis.
Pasal
289
Tiada
seorang anak pun diperkenankan menyelidiki siapa bapak atau ibunya, dalam
hal-hal di
mana
menurut Pasal 283 pengakuan tidak boleh dilakukan.
BAB XIII
KEKELUARGAAN SEDARAH DAN SEMENDA
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur
Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal
290
Kekeluargaan
sedarah adalah pertalian kekeluargaan antara orang-orang di mana yang seorang adalah
keturunan dan yang lain, atau antara orang-orang yang mempunyai bapak asal yang
sama.
Hubungan
kekeluargaan sedarah dihitung dengan jumlah kelahiran, setiap kelahiran disebut
derajat.
Pasal
291
Urusan
derajat yang satu dengan derajat yang lain disebut garis. Garis lurus adalah
urutan derajat antara orang-orang, di mana yang satu merupakan keturunan yang
lain, garis menyimpang ialah urutan derajat antara orang-orang,di
mana yang seorang bukan keturunan dari yang lain tetapi mereka mempunyai bapak
asal yang sama.
Pasal
292
Dalam
garis lurus, dibedakan garis lurus ke bawah dan garis lurus ke atas. Yang
pertama merupakan hubungan antara bapak asal dan keturunannya dan yang terakhir
adalah hubungan antara seorang dan mereka yang menurunkannya.
Pasal
293
Dalam
garis lurus derajat-derajat antara dua orang dihitung menurut banyaknya
kelahiran; dengan demikian, dalam garis ke bawah, seorang anak, dalam pertalian
dengan bapaknya ada
dalam
derajat pertama, seorang cucu ada dalam derajat kedua, dan demikianlah
seterusnya; sebaliknya dalam garis ke atas, seorang bapak dan seorang kakek,
sehubungan dengan anak dan cucu, ada dalam derajat pertama dan kedua, dan demikianlah
seterusnya.
Pasal
294
Dalam
garis menyimpang, derajat-derajat dihitung dengan banyaknya kelahiran,
mula-mula antara keluarga sedarah yang satu dan bapak asal yang sama dan
terdekat dan selanjutnya
antara
yang terakhir ini dan keluarga sedarah yang lain; dengan demikian, dua orang
bersaudara
ada
dalam derajat kedua paman dan keponakan ada dalam derajat ketiga, saudara
sepupu ada dalam derajat keempat, dan demikian seterusnya.
Pasal
295
Kekeluargaan
semenda adalah satu pertalian kekeluar gaan karena perkawinan, yaitu pertalian
antara
salah seorang dari suami isteri dan keluarga sedarah dari pihak lain. Antara
keluarga sedarah pihak suami dan keluarga sedarah pihak isteri dan sebaliknya
tidak ada kekeluargaan semenda.
Pasal
296
Derajat
kekeluargaan semenda dihitung dengan cara yang sama seperti cara menghitung
derajat
kekeluargaan
sedarah.
Pasal
297
Dengan
terjadinya suatu perceraian, kekeluargaan semenda antara salah satu dari suami
isteri dan para keluarga sedarah dari pihak yang lain tidak dihapuskan.
BAB XIV
KEKUASAAN ORANG TUA
(Tidak Berlaku Bagi Golongan Timur
Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
BAGIAN
1
Akibat-akibat
Kekuasaan Orang tua Terhadap Pribadi Anak
Setiap
anak, berapa pun juga umurnya, wajib menghormati dan menghargai orang tuanya. Orang
tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka yang masih di bawah umur. Kehilangan
kekuasaan orang tua atau kekuasaan wali tidak membebaskan mereka dari kewajiban
untuk memberi tunjangan menurut besarnya pendapat mereka guna membiayai pemeliharaan
dan pendidikan anak-anak mereka itu. Bagi yang sudah dewasa berlaku ketentuan-ketentuan
yang terdapat dalam Bagian 3 bab ini.
Pasal
299
Selama
perkawinan orang tuanya, setiap anak sampai dewasa tetap berada dalam kekuasaan
kedua orang tuanya, sejauh kedua orang tua tersebuttidak dilepaskan atau
dipecat dari kekuasaan itu.
Pasal
300
Kecuali
jika terjadi pelepasan atau pemecatan dan berlaku ketentuan-ketentuan mengenai
pisah meja dan ranjang, bapak sendiri yang melakukan kekuasaan itu. Bila bapak
berada dalam keadaan tidak mungkin untuk melakukan kekuasaan orang tua, kekuasaan
orang tua, kekuasaan itu dilakukan oleh ibu, kecuali dalam hal adanya pisah
meja dan ranjang. Bila ibu juga tidak dapat atau tidak berwenang, maka oleh
Pengadilan Negeri diangkat seorang wali sesuai dengan Pasal 359.
Pasal
301
Tanpa
mengurangi ketentuan dalam hal pembubaran perkawinan setelah pisah meja dan ranjang,
perceraian perkawinan, serta pisah meja dan ranjang, orang tua itu wajib untuk
tiap-tiap minggu, tiap-tiap bulan dan tiap-tiap tiga bulan, membayar kepada
dewan wali sebanyak yang ditetapkan oleh Pengadilan Negeri atas tuntutan dewan
itu, untuk kepentingan pemeliharaan dan pendidikan anak mereka yang di bawah umur,
pun sekiranya mereka tidak mempunyai kekuasaan orang tua atau perwalian atas anak
itu dan tidak dibebaskan atau dipecat dari itu.
Pasal
302
Bila
bapak atau ibu yang melakukan kekuasaan orang tua mempunyai alasan-alasan yang
sungguh-sungguh
untuk merasa tidak puas akan kelakuan anaknya, maka Pengadilan Negeri,
atas
permohonannya atau atas permohonan dewan wali,asal dewan ini diminta olehnya
untuk itu dan melakukannya untuk kepentingannya, boleh memerintahkan
penampungan anak itu selama waktu tertentu dalam suatu lembaga negara atau swasta
yang ditunjuk oleh Menteri Kehakiman. Penampungan ini dibiayai oleh anak itu; penampungan
itu tidak boleh diperintahkan untuk lebih lama dari enam bulan berturut-turut,
bila pada waktu penetapan itu anak belum mencapai umur empat belas tahun, atau
bila pada waktu penetapan itu dicapai umur tersebut, paling lama satu tahun dan
sekali-kali tidak boleh melewati saat dia mencapai kedewasaan. Pengadilan
Negeritidak boleh memerintahkan penampungan sebelum mendengar dewan perwalian
dan dengan tidak mengurangi ketentuan alinea pertama Pasal 303, sebelum mendengar anak itu; bila orang tua yang satu lagi tidak kehilangan
kekuasaan orang tua, maka dia pun harus didengar lebih dahulu setidak-tidaknya
dipanggil dengan sah. Alinea keempat Pasal 206 berlaku terhadap pemeriksaan
tersebut terakhir.
Pasal
303
Bila
anak itu tidak menghadap untuk didengar pada hari yang ditentukan, Pengadilan
Negeri harus menunda pemeriksaan itu sampai hari yang kemudian ditentukan, dan
harus memerintahkan agar hari itu anak dibawa kehadapannya oleh juru sita atau
polisi; penetapan ini dilaksanakan atas perintah kejaksaan; bila ternyata hari itu
anak tidak menghadap, maka Pengadilan Negeri tanpa mendengar anak, boleh
memerintahkan penampungan atau menolaknya. Dalam hal ini tidak usah diindahkan
tertib acara selanjutnya, kecuali perintah untuk
penampungan
yang tidak usah dinyatakan alasan-alasannya. Apabila Pengadilan dalam
penetapannya memutuskan, bahwa orang yang melakukan kekuasaan orang tua dan
anak itu tidak mampu membiayai penampungan itu, maka segala biaya dibebankan
kepada negara. Penetapan yang memerintahkan penampungan itu harus dilaksanakan
atas perintah kejaksaan atas permohonan orang yang melakukan kekuasaan orang
tua.
Pasal
304
Dengan
penetapan Menteri Kehakiman, anak itu sewaktu-waktu boleh dilepaskan dan
lembaga seperti yang dimaksud Pasal 302, bila alasan penampungan itu tidak ada
lagi atau bila keadaan jasmaninya atau keadaan rohaninya tidak mengizinkanuntuk
tinggal lebih lama lagi di situ. Orang yang menjalankan kekuasaan orang tua
tetap bebas untuk memperpendek waktu penampungan yang ditentukan dalam
perintah. Untuk perpanjangan, harus diindahkan lagi apa yang ditentukan dalam
Pasal 302 dan 303. Pengadilan Negeri hanya boleh memerintahkan perpanjangan itu
setiap kali untuk jangka waktu yang lebih dan enam bulan berturut-turut, perintah
itu tidak boleh diberikan sebelum kepala lembaga tempat anak tinggal waktu
permohonanuntuk perpanjangan diajukan, atau orang yang menggantikannya didengar
atas permohonanitu, jika perlu secara tertulis.
Pasal
305
Dihapus
dengan S. 1927- 31 jis. 390,421.
Pasal
306
Anak
di luar kawin yang diakui sebagai sah sama sekali berada di bawah perwalian. Pasal
298 berlaku baginya. Ketentuan Pasal 301 berlaku bagi orang yang telah mengakui
anak luar kawin yang belum dewasa, bila ía tidak melakukan kekuasaan perwalianatas
anak itu tanpa dibebaskan atau dipecat dari itu.
BAGIAN
2
Akibat-akibat
Kekuasaan Orang Tua Terhadap Barang-barang Anak
Orang
yang melakukan kekuasaan orang tua terhadap seorang anak yang masih di bawah umur,
harus mengurus barang-barang kepunyaan anak tersebut, dengan tidak mengurangi ketentuan
Pasal 237 dan alinea terakhir Pasal 319e.Ketentuan ini tidak berlaku terhadap
barang-barang yang dihibahkan atau diwasiatkan kepada anak-anak, baik dengan
akta antar yang sama-sama masih hidup maupun dengan surat wasiat, dengan
ketentuan bahwa pengurusan atas barang-barang itu akan dilakukan oleh seorang pengurus
atau lebih yang ditunjuk untuk itu di luar
orang
yang melakukan kekuasaan orang tua. Bila pengurusan yang diatur demikian,
karena alas an apa pun juga sekiranya hapus, maka barang-barang termaksud
beralih pengelolaannya kepa
da
orang yang melakukan kekuasaan orang tua. Meskipun ada pengangkatan
pengurus-pengurus khusus seperti di atas, orang yang melakukan kekuasaan orang
tua mempunyai hak untuk minta perhitungan dan pertanggungjawaban dari orang-orang
tersebut selama anaknya belum dewasa.
Pasal
308
Orang
yang berdasarkan kekuasaan orang tua wajib mengurus barang-barang anak-anaknya,
harus bertanggung jawab, baik atas hak milik barang-barang itu maupun atas
pendapatan dari barang-barang demikian yang tidak boleh dinikmatinya. Mengenai
barang-barang yang hasilnya menurut undang-undang boleh dinikmatinya, ia hanya bertanggung
jawab atas hak miliknya.
Pasal
309
Dia
tidak boleh memindahtangankan barang-barang anak-anaknya yang masih di bawah
umur, kecuali dengan mengindahkan peraturan-peraturan yang diatur dalam Bab XV
Buku Pertama
mengenai
pemindahtanganan barang-barang kepunyaan anak-anak di bawah umur.
Pasal
310
Dalam
hal-hal di mana dia mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan anak-anaknya
yang masih di bawah umur, maka anak-anak ini harus diwakili oleh pengampu khusus
yang diangkat untuk itu oleh Pengadilan Negeri.
Pasal
311
Bapak
atau ibu yang melakukan kekuasaan orang tua atau perwalian, berhak menikmati
hasil
dan
barang-barang anak-anaknya yang belum dewasa. Dalam hal orang tua itu, baik
bapak maupun ibu, dilepaskan dari kekuasaan orang tua atau perwalian, kedua orang
tua itu berhak untuk menikmati hasil dan kekayaan anak-anak mereka yang masih
di bawah umur. Pembebasan bapak atau ibu yang melakukan kekuasaan orang tua
atau perwalian, sedang orang tua yang lainnya telah meninggal atau dibebaskan
atau dipecat dan kekuasaan orang tua atau perwalian tidak berakibat terhadap hak
menikmati hasil.
Pasal
312
1.hal-hal
yang diwajibkan bagi pemegang hak pakai hasil.
2.pemeliharaan
dan pendidikan anak-anak itu, sesuai dengan harta kekayaan mereka yang disebut
terakhir;
3.pembayaran
semua angsuran dan bunga atas uang pokok;
4.biaya
penguburan anak.
Pasal
313
Hak
menikmati hasil tidak terjadi:
1.terhadap
barang-barang yang diperoleh anak-anak itusendiri dari pekerjaan dan usaha sendiri:
2.terhadap
barang-barang yang dihibahkan dengan akta semasa pewaris masih hidup atau
dihibahkan
dengan wasiat kepada mereka, dengan persyaratan tegas, bahwa kedua orang tua
mereka tidak berhak menikmati hasilnya.
Pasal
314
Hak
menikmati hasil terhenti dengan kematian anak-anak itu.
Pasal
315
Bapak
atau ibu yang hidup terlama, sekiranya telah lalai untuk menyelenggarakan
pendaftaran sesuai dengan Pasal 127, oleh kelalaian itu kehilangan hak menikmati
hasil atas seluruh barang-barang kepunyaan anak-anaknya yang masih di bawah umur.
Pasal
316
Dihapus
dengan S. 1927 - 31 jis. 390,421.
Pasal
317
Dihapus
dengan S. 1927 - 31 jis. 390,421.
Pasal
318
Bila
hak menikmati hasil itu hilang berdasarkan Pasal 315, Pengadilan Negeri
menetapkan pembayaran kepada orang tua yang hidup terlama suatu tunjangan
tahunan dan pendapatan anak-anaknya agar dipergunakan untuk mengajukan pendidikan
mereka selama mereka masih di bawah umur.
Pasal
319
Bapak
atau ibu anak-anak di luar kawin yang diakui secara sah, tidak mempunyai hak menikmati
hasil atas barang-barang kepunyaan anak-anak itu.
BAGIAN
2A
Pembebasan
dan Pemecatan dan Kekuasaan Orang tua (Tidak Berlaku Bagi Golongan
Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan Tionghoa)
Pasal
319a
Bapak
atau ibu yang melakukan kekuasaan orang tua dapat dibebaskan dan kekuasaan
orang tua, baik terhadap semua anak-anak maupun terhadap seorang anak atau
lebih, atas permohonan dewan perwalian atau atas tuntutan kejaksaan, bila
ternyata bahwa dia tidak cakap atau tidak mampu memenuhi kewajibannya untuk memelihara
dan mendidik anak-anaknya dan kepentingan anak-anak itu tidak berlawanan dengan
pembebasan ini berdasarkan hal lain. Bila Hakim menganggap perlu untuk
kepentingan anak-anak, masing-masing dan orang tua, sejauh belum kehilangan
kekuasaan orang tua, boleh dipecat dan kekuasaan orang tua, baik terhadap semua
anak maupun terhadap seorang anak atau lebih, atas permohonan orang tua yang
lainnya atau salah seorang keluarga sedarah atau semenda dan anak-anak itu,
sampai dengan derajat keturunan keempat, atau dewan perwalian, atau Kejaksaan
atas dasar:
1.menyalahgunakan
kekuasaan orang tua atau terlalu mengabaikan kewajiban memelihara dan mendidik
seorang anak atau lebih;
2.berkelakuan
buruk;
3.dijatuhi
hukuman yang tidak dapat ditarik kembali karena sengaja ikut serta dalam suatu
kejahatan
dengan seorang anak yang masih di bawah umur yang ada dalam kekuasaannya;
4.dijatuhi
hukuman yang tidak dapat ditarik kembali karena melakukan kejahatan yang tercantum
dalam Bab 13, 14, 15, 18, 19, dan 20, Buku Kedua Kitab Undang-undang Hukum
Pidana, terhadap seorang di bawah umur yang ada dalam kekuasaannya;
5.dijatuhi
hukuman badan yang tidak dapat ditarik kembali untuk dua tahun atau lebih.
6.Dalam
pasal ini pengertian kejahatan meliputi juga keikutsertaan membantu dan percobaan
melakukan kejahatan.
Pasal
319b
Permohonan
atau tuntutan yang dimaksud dalam pasal yang lalu, harus memuat peristiwa-peristiwa
dan keadaan-keadaan yang menjadi dasarnya, dan diajukan bersama dengan surat-surat
yang diperlukan sebagai bukti kepada Pengadilan Negeri di tempat tinggal orang
tua yang dimintakan pembebasannya atau pemecatannya, atau bila tidak ada tempat
tinggal yang demikian, kepada pengadilan negeri di tempat tinggalnya yang terakhir,
atau bila permohonan atau tuntutan itu mengenai pembebasan atau pemecatan salah
seorang dan orang tua yang diserahi tugas melakukan kekuasaan orang tua setelah
pisah meja dan ranjang. Dalam
permohonan
atau tuntutan itu oleh Panitera Pengadilan harus dicatat terlebih dahulu pengajuannya.
Kemudian salinan permohonan atau tuntutan itu beserta surat-surat tersebut di
atas
harus disampaikan secepatnya oleh panitera Pengadilan Negeri kepada dewan
perwalian, kecuali bila permohonan atau tuntutan untuk pelepasan atau pemecatan
itu diajukan oleh
dewan
perwalian sendiri. Dalam permohonan atau tuntutan akan pembebasan, sedapat-dapatnya
diberitahukan juga dengan cara bagaimana kekuasaan orang tua atau perwaliannya harus
diatur, dan dalam setiap permohonan atau tuntutan termaksud dalam pasal yanglalu,
harus disebut juga nama kedua orang tua, tempat tinggal dan tempat kediaman
mereka sejauh hal ini diketahui, nama dan tempat tinggal keluarga sedarah atau
semenda, yang menurut Pasal 333 harus dipanggil, demikian pula
nama dan tempat tinggal para saksi yang sekiranya dapat membuktikan peristiwa-peristiwa
yang dikemukakan dalam permohonan atau tuntutan tersebut. Pembebasan tidak
boleh diperintahkan, bila orang yang melakukan kekuasaan orang tua menentangnya.
Pasal
319c
Pengadilan
Negeri mengambil keputusan, setelah mendengar atau memanggil dengan sah kedua
orang tua dan keluarga sedarah atau semenda anak itu dan setelah mendengar
dewan perwalian. Pengadilan Negeri boleh memerintahkan supaya saksi-saksi yang
ditunjuk dan dipilih olehnya, baik dari keluarga sedarah atau semenda maupun
dan luar mereka, dipanggil untuk didengar di bawah sumpah. Bila kedua orang tua
atau saksi-saksi yang harus didengar bertempat tinggal di luar daerah hukum
pengadilan negeri, maka tugas mendengar itu boleh dilimpahkan dengan cara
seperti yang ditentukan bagi keluarga sedarah atau semenda dalam Pasal 333.
Anak
kalimat terakhir alinea keempat Pasal 206 berlaku juga bagi kedua orang tua.
Pasal
319d
Semua
panggilan dilakukan dengan cara seperti yang ditentukan dalam Pasal 333 bagi
keluarga sedarah dan semenda, tetapi bila harus dilakukan panggilan terhadap
seseorang yang tempat tinggalnya tidak diketahui, hal itu harus segera dipasang
oleh Panitera dalam satu atau beberapa
surat
kabar yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri itu. Panggilan terhadap orang yang pembebasannya
atau pemecatannya dan kekuasaan orangtua dimohon atau dituntut, harus disertai
keterangan singkat tentang isi permohonan atau tuntutan itu, kecuali bila
tempat tinggalnya tidak diketahui. Bila perlu Pengadilan Negeri boleh juga
mendengar orang-orang selain mereka yang telah ditunjuk, sebagai saksi di bawah
sumpah, pula orang-orang yang telah menghadap pada hari yang ditentukan itu,
dan boleh pula menetapkan akanmemeriksa saksi-saksi lebih lanjut; saksi-saksi
terakhir ini harus ditunjuk dalam penetapan itu dan harus dipanggil dengan cara
yang sama.
Pasal
319e
Selama
pemeriksaan, setiap penduduk Indonesia yang berwenang untuk melakukan perwalian
itu dan setiap pengurus perkumpulan, yayasan dan lembaga amal boleh mengajukan permohonan
kepada pengadilan negeri supaya ditugaskan memangku perwalian itu. Pengadilan Negeri
boleh memerintahkan pemanggilan mereka untuk didengar tentang surat permohonan itu.
Alinea keempat Pasal 206 berlaku terhadap pemeriksaan orang-orang tersebut. Jika
permohonan atau tuntutan itu dikabulkan, suami atau isteri orang yang
dibebaskan atau dipecat dan kekuasaan orang tua, dengan sendirinya menurut
hukum harus melakukan kekuasaan orang tua, kecuali bila dia juga telah dibebaskan
atau dipecat. Namun demikian, atas permohonan dewan perwalian, at
au
atas tuntutan Kejaksaan atau karena jabatan, Pengadilan Negeri boleh
membebaskannya juga dan kekuasaan orang tua, bila ada alasan untuk itu.
Terhadap pembebasan mi berlaku alinea terakhir Pasal 319b. Bila terjadi
pembebasan seperti itu, demikian pula bila suami atau isterinya juga telah dibebaskan
atau dipecat dan kekuasaan orang tua, maka pengadilan negeri harus mengadakan perwalian
bagi anak-anak yang terlepas dan kekuasaan orang tua. Dalam
penetapan tentang pembebasan atau pemecatan itu, orang tua yang kehilangan kekuasaan
orang tua, harus dijatuhi hukuman memberikan perhitungan dan pertanggungjawaban
kepada isterinya atau suaminya, atau kepada dewan perwalian. Bila anak-anak
yang diserahkan kepada kekuasaan orang tua atau perwalian beberapa orang, mempunyai
hak milik bersama atas barang-barang makaPengadilan Negeri boleh menunjuk
salah
seorang dan mereka atau orang lain untuk mengurus barang-barang itu, dengan
jaminan-
jaminan
yang ditetapkan Pengadilan Negeri, sampai diadakan pemisahan dan pembagian menurut
Bab 17 Buku Kedua.
Pasal
319f
Pemeriksaan
perkara ini berlangsung dalam sidang tertutup. Keputusan beserta
alasan-alasannya harus diucapkan di muka umum sesegera mungkin setelah pemeriksaan
terakhir; keputusan ini boleh dinyatakan dapat dilaksanakan segera meskipun ada
perlawanan atau banding, dengan atau tanpa jaminan,dan semuanya atas naskah
aslinya. Bila orang yang dimohon atau dituntut pembebasannya atau pemecatannya
itu atas panggilan tidak datang, maka ia boleh mengajukan perlawanan dalam tiga
puluh hari setelah keputusan atau akta yang dibuat berdasarkan hal itu atau
yang dibuat untuk melaksanakan hal itu disampaikan kepadanya, atau setelah ia
melakukan suatu perbuatan yang tak dapat tidak memberi kesimpulan bahwa
keputusan atau permulaan pelaksanaannya telah diketahui olehnya. Orang yang
permohonannya atau Kejaksaan yang tuntut
annya
untuk pembebasan atau pemecatan dan kekuasaan orang tua ditolak, dan orang yang
dibebaskan atau dipecat dan kekuasaan orang tua kendati telah menghadap setelah
dipanggil, demikian pula orang yang perlawanannya ditolak, boleh naik banding dalam
waktu tiga puluh hari setelah keputusan diucapkan. Bila tujuan permohonan atau
tuntutan itu adalah pem
bebasan
atau pemecatan dan kekuasaan orang tua, maka selama pemeriksaan Pengadilan
Negeri bebas untuk menghentikan sementara pelaksanaan, kekuasaan orang tua,
seluruhnya atausebagian dan menyerahkan wewenang atas diri dan barang-barang
anak-anak itu, sekiranya Pengadilan Negeri menganggap hal itu perlu, kepada
suami atau isteri orang yang digugat, atau k
epada
orang yang ditunjuk oleh dewan perwalian, atau kepada dewan perwalian. Terhadap
penetapan termaksud dalam alinea yang lalutidak diperkenankan mengajukan perlawanan
atau naik banding. Penetapan itu tetap berlaku sampai keputusan tentang
pemecatan memperoleh kekuatan hukum yang pasti. Biaya untuk pemeliharaan dan
pendidikan anak-anak di bawah umur, yang menurut alinea kelima harus
dikeluarkan oleh orang yang ditunjuk o
leh
pengadilan negeri, atau oleh dewan perwalian, boleh diambil dan harta kekayaan
dan pen
dapatan
anak-anak yang masih di bawah umur, dan jika anak-anak itu tidak mampu, dan
harta kekayaan dan pendapatan orang tua mereka; kedua orang tua ini bertanggung
jawab atas
biaya-biaya
itu secara tanggung-menanggung. Orang yang mengajukan tuntutan di muka Hakim
untuk perhitungan dan pertanggungjawaban demikian, harus dianggap telah
mendapat izin dan Hakim untuk beperkara secara cuma-cuma. Ketentuan ini tidak berlaku
bagi orang yang pernah mengajukan tuntutan demikian tetapi ditolak tuntutannya.
good article
BalasHapus